Jumat, 13 April 2012

Resensi Buku Syarifah M (09410048)

Judul Buku     : Pendidikan Apresiasi Seni Wacana dan praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya
Editor              : Yayah Khisbiyah, Atiqa Sabardila
Tahun Terbit    : 2004
Kota Terbit      : Surakarta
Penerbit           : Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
Pendidikan Apresiasi Seni
Wacana dan praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya
A.    Merintis Pendidikan Seni untuk Apresiasi Keanekaragaman Budaya
1.      Pendidikan Pluralisme digunakan untuk pendewasaan kehidupan berbangsa
Sebelum masuk pada inti sub-bab tersebut harus diketahui terlebih dahulu mengenai tujuan dan dasar Pendidikan Pluralisme. Yang dimaksud dengan Pendidikan Pluralisme menurut Mochtar Buchori ialah pendidikan untuk mencapai kemampuan hidup berdasarkan keharusan-keharusan yang lahir dari kenyataan pluralism yang ada dalam suatu masyarakat. Pendidikan Pluralisme ini dimaksudkan untuk membimbing masyarakat untuk menerima kennyataan pluralitas yang ada dalam masyarakat secara ikhlas agar masyarakat kemudian mengembangkan cara hidup sesuai dengan tuntutan pluralitas itu. Sedangkan yang dimaksud dengan “Pendewasaan Berbangsa”, menurutnya pula proses menuju suatu kehidupan yang dewasa sebagai suatu bangsa.dalam kehidupan suatu bangsa, kedewasaan dating dan pergi Karena setiap bangsa harus hidup dalam zaman dengan tantangan yang berbeda-beda. Selama suatu bangsa memahami tantangan zamannya dan mampu menjawab tantangan-tantangan tersebut, maka bangsa itu akan mampu mencapai kehidupan berbangsa yang dewasa.
Tujuan “Pendidikan Pluralisme” ialah menyadarkan para peserta didik akan prasangka-prasangka yang ada dalam diri mereka masing-masing dan menanamkan dalam diri mereka benih-benih kemampuan untuk mengendalikan prasangka-prasangka tadi. Tujuan ini akan dapat dicapai bila suatu bangsa mengenali keindahan serta potensi-potensi untuk hidup harmonis dan kreatif dalam masyarakat yang pluralistik. Dasar yang melandasi pendidikan ini adalah realitas obyektif bangsa Indonesia yang beraneka ragam dan keharusan mengelola keanekaragaman tersebut secara harmonis dan kreatif sehingga keanekaragaman tersebut menjadi sesuatu yang indah.
Banyak sekali petunjuk-petunjuk mengenai kebelumdewasaan kita dalam kehidupan berbangsa, umumnya kepentingan bangsa selalu dikalahkan dengan kepentingan kelompok dan bahkan kepentingan pribadi. Kita baru akan dipandang sebagai bangsa yang dewasa apabila secara umum kita mampu mendahulukan kepentingfan bangsa daripada kepentingan kelompok maupun kepentingan pribadi. Namun ada satu kelemahan dasar kita, bahwasanya yang memiliki kelompok itu menutup diri dari kelompok-kelompok lain. Sikap inilah yang merupakan suatu agosentrisme kelompok. Satu-satunya jalan keluar dari masalah ini adalah belajar mengenal kelompok-kelompok lain, mengenal sifat-sifat mereka dan mengenal watak mereka.
Dalam mengenal kelompok lain selain dapat dilakukan secara dangkal, dapat pula secara mendalam. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa cara untuk mengenal kelompok lain itu ada dua cara, yakni formal-teoretik dn informal-empirik. Cara formal dapat dilakukan melalui studi (etnografi, etnolinguistik, etnomusikologi, ilmu perbandingan agama dsb), sedangkan informal dapat dilakukan melalui pergaulan. Tindakan saling mengenal antara kelompok satu dengan kelompok lain ini merupakan landasan untuk mencapai toleransi dan apresiasi terhadap suatu kelompok. Toleransi dan apresiasi dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kemampuan hidup bersama saling berdampingan secara harmonis dan kreatif. Dalam kehidupan nyata di Indonesia, tidak semua kelompok mendapatkan kesempatan untuk melakukan pengenalan kelompok lain secara formal-teoretis. Kebanyakan hanya memiliki satu cara yakni mengenal kelompok lain secara sosial atau secara informal-empirik.
Dari uraian yang ditulis oleh Mochtar Buchori, terdapat suatu harapan mengenai pendidikan pluralism dapat dilihat sebagai suatu kegiatan yang bukan berdiri sendiri namun suatu cara untuk membangun suatu tujuan yang ingin dicapai tanpa merusak lingkungan dan kemanusiaan. Pendidikan pluralisme tidak dapat diajar secara terpisah melalui mata pelajaran khusus yang tidak terkait dengan mata pelajaran lain. Selain itu juga merupakan bagian integral dari suatu agenda pendidikan baru, yakni memperbarui konsep-konsep tentang kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan.
2.      Pendidikan Seni dalam Perspektif Kurikulum Berbasis Kompetensi
Karya-karya seni pada dasarnya merupakan hasil penafsiran kehidupan yang dilakukan oleh para senimannya dalam dan melalui proses kreatif. Karya-karya seni yang baik bukanlah suatu formula, rumus-rumus, atau jurus-jurus kehidupan, melainkan model-model kreatif tentang kemanusiaan, yang terkadang berbagai kemungkinan yang berhubungan dengan moral, psikologi, dan  masalah-masalah sosial-budaya. Dalam karya seni yang besar tidak lagi membicarakan tentang diri sendiri melainkan soal manusia dan kemanusiaan.
Perubahan-perubahan yang secara sosial terjadi disebabkan oleh adanya upaya manusia khususnya di bidang IPTEK. Seni bukan lagi sebagai interpretasi kehidupan yang berdasarkan pada idealisme, keseimbangan dan harmoni saja namun juga sebagai pakem dari sebuah proses penciptaan. Melalui pendidikan yang dianggap sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia dan kebudayaan, pada hakikatnya memiliki hubungan/ keterkaitang yang sangat erat satu dengan lainnya. Orientasi budaya ini dirasa sangat pentingadanya dalam pelaksanaan pendidikan. Tanpa orientasi budaya, tidak akan mendekatkan siswa terhadap nilai-nilai tertentu.
Bersandar pada idealime pendidikan seni dan realitas perkembangan seni yang menimbulkan perubahan sosial, maka pendidikan seni dipertimbangkan untuk menjadi salah satu kegiatan yang bersifat antisipatif. Artinya suatu kegiatan yang dapat menyongsong perkembangan yang akan terjadi. Mengenai pendidikan yang berbasis kompetensi yang menekankan kemampuan pada standar isi, maka standar kompetensinya bersifat umum dan luas dibedakan secara lebih spesifik. Dengan begitu dapat disusun indikator-indikator tertentu sehingga tercapailah tujuan yang telah ditentukan.
Implikasi dari pendidikan berbasis kompetensi terletak pada pengembangan kurikulum dan silabus berbasis kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan, pengalaman belajar serta evaluasi pada kompetensi siswa. Sejatinya kemampuan dasar ini merupakan dari standar penjabaran dari standar kompetensi itu sendiri. Setiap standar kompetensi yang sifatnya umum akan ada uraian mengenai kompetensi dasar yang sifatnya lebih khusus. Hal ini dikarenakan kompetensi dasar dianggap sebagai acuan dalam mengembangkan silabus dan sistem pengujian dari kemampuan minimal yang dimiliki oleh siswa dalam mempelajari mata pelajaran.
Adapun yang menjadi pertimbangan lainnya adalah sejumlah hal yang terkait dengan sifat maupun fungsi. Sifat hakiki dari pendidikan seni antara lain sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Dari sifat-sifat tersebut bermaksud bahwa pelaksanaan pendidikan seni tak hanya berorientasi pada tercapainya tujuan mengembangkan kemampuan berekspresi dalam jiwa siswa semata, namun juga berorientasi pada terkembangnya potensi-potensi yang terdapat dalam diri siswa, baik yang berkaitan dengan logika, etika, maupun estetika.
Dengan teraktualisasikannya sifat-sifat tersebut di atas, maka fungsi edukatif dan kultural pun akan terpenuhi. Pendidikan seni mampu berfungsi sebagai pendidikan yang ikut berperan serta dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis dan menyeimbangkan antara aspek logika, etika, dan estetika dalam diri siswa.
B.     Pendidikan Apresiasi Seni dan Pencerahan Anak Bangsa
1.      Pendidikan Apresiasi Seni Sebagai salah satu Medium Pengembangan SDM Indonesia
Pendidikan apresiasi seni hendaknya mengarah untuk memberikan apresiasi kepada kebhinekaan yang ada dan sekalugus ikut memperkuat terwujudnya integrasi Indonesia yang baik dari segi kebudayaan maupun dari segi-segi lainnya. Pembangunan yang semestinya adalah yang dilaksanakan atas ajaran-ajaran yang tercermin dalam pancasila sebagai ideologi yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan berkelanjutan nilai-nilai pilihan pribadi disaring dengan nilai-nilai prinsip obyektif tidak dapat terwujud selama hedonisme masih tetap diandalkan sebagai prinsi-prinsip utama ekonomi. Pembangunan berkelanjutan juga tidak akan terwujud bila individualism radikal masih tetap dipegang sebagai prinsip pokok dan kehancuran kesalehan serta dibiarkan membudaya. Maka dari hal itu dirasa sangat penting untuk diciptakan berbagai nilai obyektif yang bersifat transcultural dan obyektif yang mengarah pada terkendalinya nilai-nilai pilihan pribadi dan masyarakat. Selain itu diperlukannya pula pertimbangan dari berbagai ukuran yang menyangkut kriteria-kriteria moral obyektif yang segala sesuatunya dibutuhkan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
2.      Pendidikan Seni Musik Sebagai Upaya Menumbuhkan Daya Estetika dan Kreativitas Anak
Intelegensi musical merupakan salah satu intelegensi yang berkembang dengan banyak pengaruh dari factor bakat. Kemampuan musical setiap anak dapat dikembangkan apabila dikondisikan sejak awal. Banyak peneliti yang menyatakan hasilnya bahwa rangsangan music klasik yang diberikan pada janin sejak dalam kandungan mampu merangsang perkembangan intelegensi acak secara optimal.
Kenyataan yang dijumpai bahwa pembelajaran yang diberikan melalui lagu akan lebih mudah ditangkap oleh anak-anak. Sifat dasar nyanyian mampu menggugah rasa keindahan yang secara hakiki telah dimiliki oleh setiap orang., termasuk anak-anak yang masih usia dini sekalipun. Selain itu, bermain music atau bernyanyi sesungguhnya memerlukan gabungan dari beberapa intelegensi, yakni intelegensi logika matematis, intelegensi kebahasaan, intelegensi intra maupun interpersonal.
Rangsangan lingkungan berupa pengenalan music kepada anak berpengaruhu besar terhadap perkembangan intelegensi anak termasuk juga berpengaruh terhadap pembentukan watak dan kepribadian anak. Anak yang tidak pernah dikenalkan dengan music yang lembut cenderung akan tumbuh dengan sifat enerjik penuh hentakan dan mungkin cara berfikir yang meloncat. Oleh karenannya, music mampu meningkatkan kemampuan pendengaran. Maka mendengar pun merupakan suatu dasar dari kegiatan music. Kemampuan mendengar yang dimaksud tidak sekedar menangkap suara yang dibunyikan, tetapi ada proses aktif yang meliputi menerima dan mengorganisasikan bunyi yang ditangkap kemudian diolah menjadi persepsi tentang bunyi tersebut.
Selain hal itu music juga membantu mengembangkan kreativitas. Kreativitas merupakan kekuatan untuk memproduksi sesuatu yang baru dan asli. Kreatifitas tidak terhenti dan menghayalkan sesuatu atau memikirkan sesuatu hal yang dianggap baru tetapi langsung menuangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan karya nyata, baik yang dilihat atau yang didengar, membantu anak untuk menghasilkan sesuatu yang unik, mampu berpikir bebas, fleksibel dan menghasilkan ide-ide baru yang lebih kreatif. Untuk itu perlu adanya bimbingan dan fasilitas yang mengkondisikan anak untuk selalu berpikir dan berperilaku yang kreatif sehingga akhirnya memungkinkan anak terangsang untuk menghasilkan suatu karya yang benar-benar baru dan orisinil.
Kurikulum nasional di Indonesia menempatkan pendidikan seni sebagai pengetahuan seni yang kering dengan rangsangan. Hal inilah yang mengakibatkan apresiasi anak terhadap kesenian menjadi dangkal dan penghargaan terhadap bidang studi kesenian menjadi rendah. Penting halnya untuk menyeimbangkan perkembangan antara belahan otak kanan dengan otak kiri.
3.      Apresiasi Seni Sekolah Dasar Agama Sumatera Barat
Perkembangan teknologi modern begitu cepat bagi kehidupan manusia. Bersamaan dengan kemajuan teknologi yang tidak mungkin dihindari itu, orang yang tidak dapat menutup mata dengan dampak negatif yang ditimbulkannya baik berupa material namun juga yang berkenaan dengan kedalaman nilai kemanusiaan. Terdapat faktor lain yang turut menipiskan nilai kedalaman manusia adalah sistem pendidikan yang tidak mengakar pada fitrah manusia. Pendidikan di Indonesia pada decade terakhir ini hanya menekankan pada aspek IQ atau kecerdasan intelektual. Tiga aspek lain seperti kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan sosial (AQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) kurang diperhatikan. Akibatnya memang peserta didik dirasa baik pada ranah intelektual akan tetapi emosinya, sikap atau interaksi sosialnya dan agamanya tidak sempurna. Fitrah manusia yang mempunyai pikiran, hati, dan perasaan menjadi tidak seimbang.
Pendidikan pada dasarnya mengisi tiga kebutuhan anak didik, yakni ranah kognitif (akal), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan). Ilmu-ilmu eksakta akan mengisi domain kognitif, bidang studi agama, budi pekerti, dan moral membentukk sikap sedangkan teknik, olah raga, dan mengarah pada keterampilan. Jika dalam system pendidikan kita memberi porsi yang banyak (mungkin malah berlebihan) pada bidang studi eksakta berarti terjadi ketidakseimbangan dalam pendidikan yang diharapkan jika tuntutan kognitif, afektif, dan psikomotor terpenuhi. Khusus pendidikan kesenian akan bermanfaat untuk membentuk kecerdasan emosional peserta didik. Kecerdasan emosi pada akhirnya membentuk anak didik yang memiliki dimensi “kedalaman” karena emosi berkaitan dengan rasa. Alangkah indahnya jika apresiasi seni disebabkan oleh seni yang merupakan suatu kekuatan yang mamapu mengalahkan dunia yang kasar, kata Jakob Burckhadt. Menurut S. Suharianto manfaat seni adalah mampu membuat manusia lebih bijaksana, lebih mencintai hidup, serta lebih mendekatkan manusia bukan saja kepada sesame makhlluk hidup, melainkan juga kepada sang pencipta kehidupan itu.
Apresiasi terhadap nilai-nilai estetika sebenarnya sudah ada semenjak masa primitive, semenjak kebudayaan manusia belum begitu maju. Sekarang juga terdapat bermacam bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai estetika. Ada yang menyukai seni-seni yang bernuansa religious ada pula yang popular dan bahkan yang kontemporer. Maka dapat disimpulkan bahwa apresiasi seni berarti juga menerima nilai-nilai estetika. Indonesia yang luas memiliki banyak budaya, masing-masing etnis dan suku bangsa memiliki budaya tersendiri. Seni dapat mengasah rasa manusia sehingga dimensi kemanusiaannya menjadi lebih baik dan seni dapat dimanfaatkan untuk media dakwah.

C.    Keragaman Seni dan Budaya Dalam Perspektif Pluralisme
1.      Pluralitas Budaya Menurut Pandangan Islam
Pandangan Islam yang lebih terbuka terhadap music pada dasarnya tidak membeda-medakan apakah itu music bernuansa Islam maupun music tradisional Lokal. Yang menjadi prinsip adalah niat seniman yang bersangkutan dan pendukungnya bagaimana music tersebut ditampilkan dan tentu tidak bertentang dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.  Keberagaman budaya musikal juga memberi pengalaman bagi pihak-pihak tertentu memandang musik lebih mengarah pada nilai-nilai seninya sebagaimana musik tersebut dicintai oleh para seniman dan pendukungnya.
2.      Pluralisme Budaya Nusantara dari Perspektif Budaya Lokal
Menurut sejarawan sartono, pluralism kultur etnis dengan 18 lingkungan adat, 250 bahasa daerah, keanekaragaman sistem kerabat, gaya arsitektur, dan pertunjukan rakyat tradisional, kesemuanya itu adalah produk dari kegiatan etik estetis, dan ideasional seperti yang diwariskan nenek-moyang bangsa Indonesia. Baik nilai-nilai kultural maupun lembaga-lembaga social telah terbentuk dalam kehidupan sosio-historis bangsa di masa lampau. Hubungan antara pluralism budaya dengan kenyataan historis, seperti yang dikemukakan Sartono, tampaknya memang merupakan realitas yang tak mungkin kita hindari jika kita ingin tetap melihat adanya Indonesia dalam pengertian Negara-bangsa dengan ikatan emosional dan memiliki solidaritas social yang tinggi. Namun jika ini diabaikan, maka kebangkitan-kebangkitan budaya etnis dalam pengertiannya yang lebih sempit bias saja menjadi kerepotan bersama yang tidak akan pernah berakhir.terdapat dua konsep masyarakat majemuk yang dapat disimpulkan sebagai berikut, yaitu, konsep kancah pembauran dan pluralism kebudayaan.
3.      Pluralisme Seni Tradisi Dalam Perspektif Adat bersendi Syarat di Minangkabau
Bertitik tolak dari berbagai perspektif seni tradisi yang ada terlihat bahwa satu penanda penting dari pergerakan kebudayaan manusia adalah pembaharuan. Perubahan itu merupakan cerminan dari perkembangan yang berkaitan dengan kondisi dimensi waktu dan ruang. Terjadinya perubahan biasanya menggeser dan mengganti nilai-nilai suatu tradisi dan menemukan sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa kini. Kebudayaan manusia itu akan selalu berubah seiring dengan perkembangan social budaya masyarakat pendukungnya secara evolusi maupun  revolusi.
4.      Mengembangkan Apresiasi Seni Berwawasan Pluralisme Berbasiskan Masyarakat Nagari
Dalam konteks pengembangan apresiasi seni berwawasan pluralism yang berbasis masyarakat nagari, khususnya melalui pendidikan, menurut pendapat Gitrif Yunus, hal-hal yang perlu diupayakan adalah sebagai berikut :
·         Merekomendasikan kepada pihak yang terkait dengan bidang studi muatan local kesenian yang isiannya meliputi pengetahuan seni yang terdapat di nagari-nagari dalam wilayah kebudayaan minangkabau, praktik kesenian secara umum, praktek kesenian tradisi yang mayoritas, dan praktek kesenian yang khusus.
·         Merekomendasikan kepada berbagai pihak agar mengutamakan pertunjukan kesenian berbasis masyarakat nagari dari pada kesenian impor.
·         Memeberikan penyadaran dari, oleh, dan untuk kita agar kita mengutamakan atau memprioritaskan kesenian kita sendiri dalam setiap kegiatan social-budaya di berbagai nagari.
·         Melakukan berbagai langkah seperti menginvestasikan bentuk-bbentuk kesenian; mengajarkan keterampilan bermain musik, tari, dan teater Minangkabau tradisional di sekolah-sekolah serta mempersiapkan tenaga-tenaga pengajar terampil, alat-alat, sarana/prasarana, dan fasilitas lain dalam belajar yang dapat mendukung dan menunjang.
5.      Penerapan Prinsip Pluralisme Minangkabau dalam Pandangan Apresiasi  Seni di Sekolah Dasar
Proses pendidikan Apresiasi seni di sekoah dasar dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
·         Memilih materi seni yang mengutamakan konsep pluralism seni Minangkabau yang hidup di lingkungan sekolah masing-masing. Sampelnya dipilih sesuai kategori sekuler, klasifikasi religious, kualifikasi sastra, klasifikasi kerajinan tangan, dan juga kualifikasi teater tradisional randai.
·         Memperkenalkan kepadda anak didik dengan sesuatu karya seni dalam bentuk teoritis, membawa peserta didik untuk menyaksikan, menyimak, dan mendengarkan karya seni baik dalam bentuk video, audio, dan naskah-naskah.
·         Membawa peserta didik kepada suasana konteks pertunjukan yang sebenarnya di lingkungan sekolah.
·         Menyaksikan rekaman aneka seni budaya dari etnis-etnis lain di nusantara melalui media elektronik, yakni dapat berupa VCD, DVD, CD, kaset, dan sebagainya.
6.      Keroncong Merupakan salah satu Seni Tradisi yang perlu dilestarikan
Keseimbangan  budaya nasional dan budaya daerah harus diwujudkan lewat penyeimbangan ragam pendidikan di sekolah-sekolah. Pendidikan ilmu haruus diimbangi pendidikan seni. Seni keroncong sangat wajar untuk dilestarikan lewat pendidikan. Mundurnya seni musik keroncong telah meluas dan disebabkan oleh tidak adanya  perhatian dari dunia pendidikan di samping karena bersaing dengan jenis-jenis musik lainnya juga karena dengan mudahnya budaya asing masuk ke Negara Indonesia. Kegemaran orang mancanegara menikmati musik keroncong membuka peluang untuk membina, mengembangkan dan memasyarakatkannya.
D.    Eksperimentasi Pendidikan Apresiasi Seni
1.      Pendidikan Seni menurut berbagai pengalaman Lapangan di Tingkat Sekolah Dasar dan Menengah
Keberhasilan pembelajaran seni tradisional di sekolah dan di perguruan tinggi tidak terlepas dari peran guru yang berwawasan luas dan kreatif. Adapun hal-hal yang mendukung keberhasilan ini adalah sebagai berikut:
·         Kompetensi guru
Latar belakang guru seni haruslah sesuai dengan profesinya yang sesuai dengan bidangnya. Guru seni hendaknya memiliki wawasan yang luas mengenai seni tradisional dan kemampuan berkreasi.
·         Kurikulum pendidikan
Hendaknya pendidikan seni berorientasi pada seni dan budaya.
2.      Seni Tradisi sebagai Bahan Apresiasi dan Kreativitas dalam Pendidikan Seni di Sekolah
Tujuan untuk menjadikan seni tradisi sebagai bahan apresiasi dan kreativitas adalah suatu tindakan yang mungkin dilakukan walaupun kondisi sistem pendidikan yang diberlakukan seringkali tidak mendukung ke arah itu. Semua hal itu akan dikembalikan kepada guru pendidik seni.  Perlunya berpikir politis merupakan salah satu jalan keluar yang disarankan. Ada pula mengenai atau menyangkut evaluasi dalam pendidikan seni harus memiliki bentuk tersendiri yang merupakan ciri khas. Perihal lain yang terkait yakni mengenai kompetensi guru yaitu system pendidikan intuisi hendaknya mampu mencetak guru yang sangat berbakat dan kreatif dalam pendidikan seni. Pendidikan seni yang baik dalam praktiknya di lapangan yaitu yang benar-benar berlatar belakang pendidikan seni.
3.      Berbagai pengalaman dalam Pendidikan Seni Karawitan di tingkat Sekolah Dasar
Seni karawitan memiliki keunikan di bandingkan dengan seni lainnya. Dengan berbagai keunikannya juga dianggap misterius dan banyak problem musical yang menjadikannya seni yang banyak peminatnya dan menarik bagi komposer-komposer serta seniman di Negara maju. Dari berbagai pengalaman yang ada, terdapat beberapa hal yang menarik perhatian yakni:
·         Belum adanya materi gendhing jawa yang khusus untuk anak.
·         Materi yang berwujud tembang macapat terdapat permasalahan, yaitu tidak dipahaminya teks tembang macapat tersebut oleh anak dikarenakan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa tengahan.
·         Dijadikannya buku tuntutan tembang jawa sebagai muatan lokal.
·         Materi karawitan untuk anak tidak harus langsung memainkan gamelan tetapi dapat diawali dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya sebagai sarana untuk latihan irama, keras-lirih, cepat-lambat, dan sebagainya.
4.      Sekilas Pengalaman dalam Memberikan Pendidikan Apresiasi Seni Pedalangan untuk Siswa Sekolah Dasar
Pendidikan apresiasi seni sangat perlu membentuk pengalaman baru dalam proses belajar-mengajar, terutama bagi anak-anak di tingkat sekolah dasar. Dengan pengalaman ini dirasa dapat mengembangkan materi pendidikan apresiasi untuk anak-anak di tingkat sekolah dasar yang tepat guna dan berhasil guna.
5.      Pendidikan Apresiasi Seni di Sekolah
Adapun pembahasan yang diuraikan oleh Dwi Wahyudiarto dalam pendidikan apresiasi seni yakni pelaksanaan kegiatan, materi, media, manfaat, dan juga sumber daya.
6.      Pelaksanaan Program Apresiasi Seni (PAS) di Sekolah Dasar
Untuk dapat menyempurnakan program PAS dibuatlah kuesioner berkisar tentang sosialisasi modul(penerapan modul di lapangan, factor penghambat, hal yang dapat dikerjakan, dan langkah yang telah ditempuh), seputar pembimbingan dan pelaksanaan PAS (peran dan pengaruh guru pendamping dikelas, tingkat kemudahan-kesulitan materi PAS, pengetahuan tambahan guru pendamping sangat diperlukan). Berbagai langkah tersebut melibatkan berbagai pihak pemantau semuanya diarahkan untuk kesuksesan program rintisan.
7.      Respon Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah terhadap Pendidikan Apresiasi Seni Tradisi Lokal
Terdapat beberapa tulisan yang terkait dan berdasarkan tulisan-tulisan tersebut diketahui bahwa pendidikan apresiasi seni di sekolah dasar cukup dapat mengisi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik
8.      Program Apresiasi Kesenian Dewan Kesenian Jakarta untuk Sekolah Menengah Umum Jabotabek
Dalam sub bab ini, N. Riantiarno memaparkan dampak dari program, program apresiasi kesenian, materi kesenian dan program kerja sama. Dan dari program ini diharapkan dapat terlaksana di seluruh Indonesia karena hal ini merupakan salah satu komitmen yang sedang dibangun oleh DKJ. Apresiasi seni merupakan sebuah kunci untuk mencapai posisi kesenian Indonesia yang ideal.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

setuju,,,,, di Indonesia memang banyak sekali kesenian maupun kebudayaan daerah, yang sangat beraneka ragamnya, sehingga perlu saling menghargai dan menjaga kekayaan yang berupa kebudayaan tersebut, salah satunya dengan memasukkan kesenian atau kebudayaan tersebut dalam dunia pendidikan, agar tidak punah ataupun di klaim oleh negara lain.


Sumarni 09410018

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons