Jumat, 13 April 2012

RESNSI BUKU by :Shanti Sundari 09410208


Nama                          : Shanti Sundari
Nim/ sem/kelas           : 09410208/VI/ PAI-F
No absen                    : 31

Identitas buku
Judul               : Paradigma Kebudayaan Islam (Studi Krisis dan Refleksi Historis)
Pengarang       : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit           : Yogyakarta, Titian Ilahi Press
Tahun Terbit    : 1996
Jumlah Hal      : 202 halaman; 21,5 cm
ISBN               : 979-9019-00-1

Buku karangan Faisal Ismail yang berjudul Paradigma Kebudayaan Islam dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama terbagi kembali dalam tiga sub bab yaitu potret kebudayaan islam di Indonesia, strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam serta kritik atas pemikiran kebudayaan Gazalba. Bagian awal ini membahas tentang keadaan kebudayaan Islam di Indonesia hingga strategi yang digunakan dalam kebudayaan Islam sampai akhirnya membahas hasil pemikiran kebudayaan Gazalba. 
Dramawan, penyair, dan budayawan terkenal W.S Rendra berpendapat mengenai kondisi umat Islam pada tahun 1971. Ada tiga pokok pembahasan yang dikemukakan oleh Rendra, yaitu umat Islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat, umat Islam seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan, dan umat Islam cenderung menjadi masyarakat tertutup. Pada intinya umat Islam dituntut untuk bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat sehingga umat Islam hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Umat Islam harus mampu untuk dijamah dan dikritik bukan lagi dianggap sebagai dewa, dan harus menjadi sahabat manusia lagi. Kondisi umat Islam tidak hanya sampai pada realita yang dipaparkan diatas, tetapi juga banyaknya mahzab yang muncul. Tak perlu disesali adanya mahzab hanya saja sikap tertutup yang mengklaim kebenaran ajaran mahzab tertentu yang dianggap cocok.
Hal ini dimanfaatkan rezim/ penjajahan dalam kritis politik “devide et impera” sehingga umat Islam tidak dapat mengembangkan kebudayaan Islam karena terlalu sibuk dengan pertentangan-pertentangan kecil yang sepele. Di Indonesia kondisi ini dapat dikatakan semakin parah, banyak kaum muda yang mulai terlena dengan kebudayaan bangsa barat. Banyak anak muda Islam yang menganggap lebih modernis dari pada kaum Islam orisinal. Tak ada pengembangan budaya Islam secara menyeluruh, bahkan kreativitas yang ada selama ini ternyata kurang memiliki andil moral.
Situasi demikian memerlukan pemecahan. Salah satu cara yang penting dilakukan adalah melakukan kajian ulang terhadap strategi kebudayaan; mengkaji ulang sistem pendidikan (tatanan dan proses belajar mengajar) secara menyeluruh dan komprehensif sejak dari pendidikan dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi. Sudah saatnya budayawan Islam untuk menyusun “strategi kebudayaan” dalam merencanakan arah dan masa depan kebudayaannya, yang memungkinkan terciptanya amal-amal kultural dan karya-karya budaya. Strategi kebudayaan haarus mampu menggerakkan daya kreatif dan daya potensial umat dalam warna dan arti bagi kebangkitan kembali Islam dan umatnya. Strategi kebudayaan dalam suatu segi harus bermakna dan berintikan pembaharuan pendidikan Islam karena pendidikan merupakan sub sistem dalam keseluruhan satuan budaya. Pembaharuan pendidikan Islam sangat diperlukan untuk mempertajam daya pikir dan mengasah intelektual sehingga ketika kaum muda Islam selesai merampungkan pendidikan Islam mulai dari dasar sampai tingkat perguruan tinggi diharapkan tidak hanya menjadi beban masyarakat tetapi perlu melakukan perubahan masyarakat dengan mengamalkan ilmu-ilmunya untuk pengembangan kebudayaan yang nantinya menjadi misi suci sejarah umat dimasa depan.
Mereka juga melakukan pembaharuan kebudayaan sesuai dengan dinamika perubahan masyarakat. Pendidikan merupakan kunci kemajuan dalam segala bidang, salah satunya kebudayaan. Bagian ini diakhiri dengan sebuah studi kritik terhadap tesis kebudayaan yang diajukan Gazalba. Ada pemikiran kebudayaan Gazalba yang tidak disetujui oleh penulis, yaitu “Islam adalah agama dan kebudayaan”.
Bagian kedua ini merupakan refleksi “pengalaman” bergaul penulis dengan seorang seniman. Bagian ini membahas mengenai subordinasi kesenian kepada agama dan akibat-akibatnya. Ada dampak positif dan negatif yang ditimbulkan. Menurut Kuntowijoyo, Indonesia akan mengalami kemacetan kesenian Islam. Hal ini bisa disebabkan karena alasan yang diuraikan pada bagian pertama, selain itu juga doktrin dari para ulama masa penjajahan yang mengeluarkan suatu fatma kalau meniru budaya penjajah adalah haram. Alasan yang kedua ini mungkin cocok pada masa itu untuk mengusir penjajah tetapi alasan ini sudah tak efektif lagi untuk masa sekarang.
Namun perlu kewaspadaan kaum muda muslim dalam menanggapi kebudayaan barat akan akibat negatif yang akan ditimbulkan. Ada dua kemungkinan,yaitu kesenian umat Islam berjalan dan hidup secara tradisional, itu juga stagnan sehingga kurang menarik minat dan selera dikalangan angkatan muda, atau seni budaya umat Islam kurang kreatif-inovatif dan variatif, ketinggalan dalam bobot dan kualitas. Dua alasan itulah yang mungkin menyebabkan generasi muda islam telah menyebrangi kebudayaan barat sehingga kurang menyenangi seni budaya Islam. Perlu adanya peringatan keras akan dampak negatif yang ditimbulkan, namun perlu juga adanya wadah untuk menyalurkan ide-ide kreatif sebagai bentuk merekontruksi seni budaya Islam.
Pembahasan dalam buku ini pada bagian kedua dilengkapi dengan sebuah diskusi  tentang cara seorang seniman muslim yang menfsirkan Tuhan, bahkan personifikasi Tuhan menurut daya khayal seorang seniman. Seorang seniman bisa dikatakan bebas dalam hal “teknis-kreatif” bukan berarti dia bebas untuk keluar dari aturan agama yang dianggap hanya membelenggu kehidupannya.
Seniman mempunyai hak akan kebebasan berimajinasi tetapi yang menjadi pertanyaan, sampai manakah batas kebebasan itu. Seorang seniman tidak bisa bebas melakukan imajinasi dengan personifikasi Tuhan dan Nabi seperti yang dilukiskan dalam cerita “langit makin mendung” karena pada dasarnya seniman juga harus bisa menghargai keyakinan, kepercayaan dan akidah orang lain karena mau tidak mau seniman pun hidup ditengah masyarakat dengan taraf – latar belakang kepribadian, adat istiadat, kebudayaan dan akidah yang menjadi pola anutannya. Dalam ajran Islam pun Tuhan dan Nabi dilarang untuk dipersonifikasikan dan diimajinasikan.
Selanjutnya pada bagian ketiga mendiskusikan tentang Islam dalam kaitannya dengan modernitas dan moralitas. Modernitas ini melalui jalur model pakaian, banyak dari kaum muda yang memaksakan pakaian yang tak dilihat cocok atau tidak hanya karena alasan agar modern. Trend model pakaian ini mewabah hingga pinggiran desa tidak hanya kota dengan banyaknya diadakan acara fashion show atau kontes kecantikan. Memang benar Islam tidak mengatur model pakaian karena model pakaian ini merupakan hak cipta manusia. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,
“jika ada urusan agamamu (yang tidak kamu ketahui) tanyakanlah kepadaku; jika ada urusan duniawi, maka kamu lebih mengetahuinya” (H.R Muslim)
Urusan duniawi dalam hal menciptakan model pakaian, Islam tidak bersifat kaku, melainkan membebaskan kreatifitas membuat pakaian asalkan tidak keluar dari batas-batas moral Islam. Moralitas Islam bersumber pada wahyu Allah yang mutlak dan absolut kebenarannya, maka mamiliki kemutlakkan dan kelengkapan susunan moral yang sempurna. Islam memberikan sumbangan etika kepada manusia yang pada akhirnya membawa umat manusia kepada kehidupan yang damai, aman dan sejahtera sepanjang masa dalam seluruh segi kehidupan spiritual dan material di dunia dan di akhirat. Modernisasi dalam Islam bukanlah pada peniruan pola hidup barat, melaikan pemanfaatan pengetahuan dan teknologi barat.
Bagian keempat yang merupakan bab terakhir pembahasannya diawali dengan sejarah kebudayaan Islam di Andalusia yang sampai akhirnya terjadi kebangkitan kebudayaan barat. Antara pertengahanabad 8 hingga permulaan abad 13 M, umat Islam pernah mencapai puncak kejayaan. Selanjutnya pada akhirnya kebudayaannya runtuh, estafeta kepeloporan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan beralih ke tangan barat. Maka Islam dan umatnya perlu melakukan gerakan revivalisme dan reformisme sebagai basis spiritual untuk menopang proses akselarasi terjadinya kebangkitan kembali Islam dan umatnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons