Senin, 16 April 2012

RESENSI BUKU Paradigma Kebudayaan Islam


Nama                           : Siti Nur Khomsah
Kelas                           : VI-PAI  F
NIM/No. Absen          : 09410261/38
Identitas buku:
Judul buku                  : Paradigma Kebudayaan Islam (studi kritis dan Refleksi  Historis)
 Pengarang                  : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit                       : Titian Ilahi Press
Kota                            : Yogyakarta
Tahun                          : 1996
Tebal buku                  : 202 halaman
Buku yang berjudul Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama secara umum menyoroti sosok dan situasi pendidikan kebudayaan Islam di Indonesia. Bagian ini memaparkan suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang pendidikan dan kebudayaan yang dihadapi umat Islam. W.S Rendra mengemukakan dari hasil tesisnya bahwa salah satu krisis yang cukup memprihatinkan yang terjadi di kalangan umat Islam adalah “ mereka kurang bersahabat” dengan ilmu pengetahuan.
Seorang Dramawan, penyair dan budayawan ini ketika memenuhi undangan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw di Masjid IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1971 lalu, mengatakan tiga poin penting. Tiga poin itulah yang penting untuk dicatat agar menjadi bahan renungan dan introspeksi, menjadi bahan pemikiran yang serius, bagaimana ummat Islam dapat meletakkan dirinya pada proporsi sebenarnya sehingga ummat Islam bisa hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka ummat Islam” tidak menjadi kertas-kertas dan debu-debu jalanan, yang banyak beterbangan tetapi kurang berfungsi”. Untuk itu, maka ummat Islam harus mampu berusaha menjadi sahabat kemanusiaan lagi, yang bisa memberi “rahmat” bagi dunia secara universal, tanpa meromantisir diri sebagai dewa-dewa yang tidak boleh dijamah dan dikritk.
Akibat logis dari keadaan semacam ini akan bermuara pada kenyataan, bahwa prosentasi intelektual Muslim di Indonesia tak sebanding dengan jumlah ummat Islam. Situasi demikian memerlukan pemecahan. Salah satu cara yang penting dilakukan adalah dengan melakukan kajian ulang terhadap strategi kebudayaan; mengkaji ulang system pendidikan ( tatanan dan proses beljar mengajar) secara menyeluruh dan komprehensif sejak dari pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Bagian ini diakhiri dengan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan yang diajukan Sidi Gazalba.
Bagian kedua memabahas tentang subordinasi agama terhadap kesenian atau sebaliknya, dimana kesimpulan yang didapat, menyatakan bahwa kesenian hendaknya harus dikaitkan dengan agama agar tidak terlalu liberal. Namun yang menjadi masalah ialah bagaimana mengatasi segi-segi negatifnya jika kesenian harus dihubungkan dengan agama. Ini memerlukan manajemen yang antara lain bisa dilakukan dengan adanya pemikiran kesenian dilingkungan keagamaan; ikut serta dalam perkembangan kesenian dan pemikiran dunia. Pemahasan ini dilengkapi dengan sebuah diskusi tentang bagaimana seharusnya seniman Muslim memandang, menghayati, mendekati dan menafsirkan Tuhan. Dapatkah Tuhan, Malaikat atau Nabi diimajinasikan atau dipersonifikasikan menurut daya khayal penggambaran sang seniman? Dapatkah seorang seniman Muslim memiliki cara dan menafsirkan sendiri mengenai Tuhan dengan cara semaunya sendiri?
            Memang dalam islam, Allah, Nabi dan Malaikat dilarang divisualisasikan. Dalam Islam Allah dilarang dipersonifikasikan dan diimajinasikan, sebab Allah terlalu Agung dan Maha Suci sifat dan Zat-Nya. Malaikat, menurut ajaran Islam dilarang untuk digambarkan dan diimajinasikan. Islampun melarang menggambarkan dan mengimajinasikan Nabi dalam bentuk patung, lukisan dan gambar, karena selain merupakan penyimpangan dari akidah Islam, juga dikhawatirkan, orang akan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akidah Islam seperti pemujaan terhadap patung beliau, pengkeramatan dan kultus yang memang tidak dibenarkan dan dilarang oleh Islam. Tuhan tidak bisa ditafsirkan dengan dengan tafsiran semaunya sendiri. sebab Tuhan tidak bisa dicapai dengan akal fikiran manusia bagaimanakah Zat-Nya, Hakikat-Nya, Wujud-Nya ataupun rupa-Nya.
            Untuk menjadi seorang seniman, tidak perlu melepaskan dan mencampakkan agama. Karena dalam setiap agama ( apalagi agama Islam) jelas mengandung nilai-nilai dan kualitas seni( kesenian). Dalam agama Islam misalnya, orang tidak diharamkan mengembangkan seni-budaya, bahkan islam dengan ajaran-ajarannya selalu mendorong dan memberikan motivasi kuat untuk menumbuhkan dan mengembangan sesuatu yang berguna bagi pengembangan dan pengukuhan spiritualitas semacam seni-budaya.  selalu mendorong dan memberikan motivasi kuat untuk menumbuhkan dan mengembangan sesuatu yang berguna bagi pengembangan dan pengukuhan spiritualitas semacam seni-budaya. Pengembangan dan pengukuhan spiritualitas lewat seni budaya harus melewati suatu proses logis bahwa ia tidak bertentangan dan tidak berlawanan dengan nilai-nilai islam.
            Bagian ketiga memaparkan tentang Islam dalam kaitannya dengan moralitas dan modernitas. Bagaimana posisi Islam berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai moral yang terjadi di dunia Barat, yang pengaruhnya dirasakan juga disekitar kita. Badai “ Moralitas Baru” atau moral tanpa agama yang datang dari dunia Barat ini kini sudah melanda dunia Timur, termasuk Indonesia. Karena sifat dan coraknya yang menganggap bahwa apa saja boleh, maka moralitas baru ini mendatangkan akibat dan gangguan-gangguan moral. Seperti realita yang ada pada masa sekarang ini seperti kehidupan malam, pornografi dalam segala bentuknya, homoseksualisme dan lesbianisme yang sudah pula muncul sana sini dan mode pakaian wanita yang semakin mini dan semakin seksi. Demikianlah gangguan-gangguan dibidang moralitas yang terjadi di Tanah Air, hingga menyebabkan kerusakan moral dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam masyarakat kota-kota besar yang lebih cepat menerima pengaruh dari luar karena dibawa oleh lajunya perkembangan system komunikasi modern.
            Terdapat perbedaan esensial antara Istilah modenisasi dengan westernisasi, tetapi seringkali disalah artikan. Modernisasi bukan Westernisasi. Modernisasi adalah suatu usaha secara sadar menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia, dengan mempergunakan kemajuan ilmiah, material dan mental untuk kebahagiaan hidup kita sehari-hari sebagai perorangan bangsa atau umat manusia. Sedangkan Westernisasi adalah mengadaptasi gaya hidup Barat, meniru-niru dan mengambil alih tata cara hidup Barat.
            Bagaimanapun moderennya kehidupan dan kebudayaan sebagai hasil modernisasi, manusia Muslim Indonesia harus tetap menjadi manusia Indonesia, harus tetap menjadi Muslim bagaimanapun modernnya sebagai bangsa, ummat Islam harus tetap menjadi orang Islam yang melaksanakan ajaran agama. Agama yang membimbing pemeluknya menjadi ornag Islam seutuhnya dan  menjadi manusia muslim paripurna.
            Bagian keempat diawali dengan sketsa sejarah kebangkitan kebudayaan Islam ( abad 8 hingga 13 M). Setelah menikmati masa-masa keemasan  kejayaannya selama kurang lebih lima abad, ummat Islam Arab dan kebudayaannya beralih ke tangan barat. Pada masa abad 8 hingga permulaan abad 13 Masehi, umat islam mencapai puncak kejayaan, dimana Daulah islamiyah di Barat( Daulah Umayyah) yang berpusat di Cordoba yang keduanya memperlihatkan berbagai kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Lebih jauh lagi bab ini menjelaskan sejarah kebudayaan Islam di Andalusia, yang sangat maju pada masa itu. Kemajuan yang sangat pesat terjadi dalam ilmu pengetahuan (science). Khalifah-khalifah yang membawa kemajuan ialah Abdurrahman I (Abdurrahman Addakhil), Abdurrahman III dan Al hakam.
Islam memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap kebangkitan kebudayaan barat. Pada masa dinasti Abbasiyah dan dinasti Ummayah inilah dunia barat mulai mempelajari  ilmu-ilmu pengetahuan dan banyak pula yang berguru pada Ummat Islam pada waktu itu. Mereka dengan tekun belajar bahasa Arab untuk dapat menerjemahkan buku-buku pengetahuan. Situasi-situasi ini membawa kemajuan pada dunia Barat yang akhirnya melemahkan dunia Islam.
Kemajuan dunia Barat mengakibatkan semakin jauhnya dengan Tuhan. Peradaban Barat pada hakikatnya merupakan peradaradaban sekuler dan lebih menekankan kepada urusan dan kepentingan duniawi, meninggalkan nilai-nilai moral dan agama. Peradaban ini akan hancur dan muncullah peradaban baru yang murni dengan ajaran agama (Islam).
Sebenarnya kebangkitan ummat Islam dan kebangkitannya tergantung kepada Ummat Islam sendiri, tergantung kepada amal-amal cultural yang dilakukannya. Tanpa usaha dari Ummat Islam sendiri, kebangkitan kebudayaan hanya merupakan harapan dan pengandaian. Dalam hubungannya dengan masa depan Islam, maka ummat Islam semestinya berbuat, bekerja keras, memperkaya karya budaya dalam segala aspek hidup dan kehidupan ummat dalam member arti bagi manusia dan kemanusiaan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons