Selasa, 03 Juli 2012

nilai kls F

Senin, 04 Juni 2012


Nama              : Muhammad Shofa Zainuddin
NIM                : 09410250

Judul Buku      : Paradigma Kebudayaan Islam
             Studi Kritis dan Refleksi Historis
Penulis             : Dr. Faisal Ismail, M.A
Penerbit           : Yogyakarta, Titian Ilahi Press
Tahun Terbit    : 1996
Tebal buku      : 289 hlm, 21 cm

A.    Islam dan Kebudayaan di Indonesia
Dalam buku ini diterangkan bahwa, potret Islam di Indonesia belum semaksimal mungkin sesuai yang disamapaikan oleh W.S. Rendra seorang dramawan, penyair dan budayawan dalam orasinya di Masjid IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1971. Terdapat tiga poin dalam orasinya yaitu:
a.       Ummat Islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat.
b.      Ummat islam seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan lagi.
c.       Ummat Islam cenderung menjadi masyarakat tertutup.
Mencoba untuk menyoroti secara umum sosok dan situasi pendidikan dan kebudayaan Islam di Indonesia. Menyimak paparan yang disampaikan dalam orasinya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah memberikan gambaran tentang situasi Islam di Indonesia saat ini. Dikarenakan mereka kurang mengenal dan bersahabat deng ilmu pengetahuan. Ummat Islam di Indonesia sangatlah besar, namun tidak dapat memfungsikan kebesarannya.
Adapun strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam yang diketahui bahwa terdapat pemahaman tentang Islam itu sendiri, dengan adanya perbedaan pemahaman tersebut sering terjadi pertikaian antar umat Islam. Di saat masa tersebut, umat Islam tidak sadar bahwa kultur Barat yang cenderung membawa pengaruh negative telah masuk di Indonesia. Oleh sebab itu, seorang pendidik mempunyai tanggungjawab melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal. Semuanya itu, difungsikan untuk mengubah dan meluruskan sikap dan cara berpikir ana-anak Islam sehingga mereka menjadi Muslim seutuhnya.
Menurut A.R Baswedan ketika dalam “Simposium Museum Pendidikan” mengatakan bahwa pengembangan museum budya Islam harus diiringi dan ditunjang dengan gerakan kebudayaan. Ini merupakan hal penting Karena ikhwal kebudayaan adalah masalah yang sangat vital dalam pengembangann Islam. Selain itu, generasi muda Islam saatnya tampil guna ikut aktif dalam menggerakkan kebudayaan Islam bagi pembangunan bangsa.
Strategi yang perlu digunakan yaitu memalui pendekatan yang tidak hanya teoritis, melainkan praktis. Dari pendekatan ini, akan direncanakan arah dan masa depan kebudayaan yang memungkinkan terciptanya amal-amal kultur dan karya-karya budaya. Strategi budaya harus mampu menggerakkan daya kreatif dan daya potensial ummat dalam memberi warna dan arti bagi kebangkitan kembali Islam.
Strategi kebudayaan dalam suatu segi harus bermakna dan berintikan pembaharuan pendidikan Islam, karena pendidikan merupakan sub sistem  dalam keseluruhan satuan budaya. Pendidikan dan kebudayaan dapat dipandangsebagai refleksi kehidupan intelektualdan kultural ummat dalam misi perjalanan kehidupan.
Pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi bukanlah sekadar kegiatan mewariskan harta kebudayaaan terdahulu kepada generasi pengganti yang bersifat pasif menerima apa adanya. Namun seorang pendidik harus berusaha melatih para mahasiswa untuk lebih bersifat direktif, dan mendorong mereka agar berupaya untuk maju, kreatif dan berjiwa membangun.
Menurut Sidi Gazalba tentang penilaian takdir  bahwa dengan segala kemungkinan perkembangan potensi kecerdasannya telah ikut memberikan sumbangan sangat berharga dan bernilai bagi dunia pemikiran kebudayaan. Sebagai seorang pendidik, sebaiknya lebih kritis dalam menghadapi paradigma dari tokoh yang satu dengan yang lain.
Pemikiran Gazalba mengatakan bahwa agama Islam adalah setingkat dengan kebudayaan Islam dan masing-masing merupakan bagian dari din Islam, merusak nilai-nilai kesucian ,keaslian, dan kemurnian Islam. Pemikiran ini sangatlah berbahaya karena dapat merusak akidah kita bahkan peserta didik yang imannya masih lemah selain itu, jelas dikatakan bahwa Islam seluruhnya adalah wahyu.
     
B.     Kebersamaan dan kebersenimanan

Diantara agama dan kesenian ada juga mengandung akibat negative. Yaitu ketika agama terhadap kesenian dan kesenian terhadap agama. Namun ada juga segi positif dari kedua belah pihak, yaitu mengembangkan kesenian dari sosok kebesaran agama dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Kesenian Islam semakin lama akan mengalami kemacetan bahkan lenyap sama sekali karena ummat Islam di Indonesia kelebihan mengenai kesenian. Kelebihan yang mengakibatkan kurang menaruh perhatian terhadap kesenian tersebut.  Sehingga serng kita menjadi saksi akan perubahan yang dilakukan masyarakat untuk menuntuk hal-hal yang bersifat modern.
Antara rasa seni dengan agama terkadang terjadi pemberontakan yang menganggap bahwa agama (Islam) sebagai belenggu atas kebebasan mereka (seniman) dalam mengkreasikan karyanya. Dengan kasus tersebut, maka sebagai calon seniman sebaiknya dapat menempatkan posisi dalam kesenimannya yaitu selain mengasah daya kreativitasnya intuisi dan imajinasinya, harus juga mendalami penghayatan dan pengalaman agama secara intens, sehingga terdapat keseimbangan antara emosi dan akal. Dengan begitu, akan terjadi keharmonisan antara kesenimanan dengan keimanan.

Membicarakan antara Islam sebagai agama, Moral dan Modernitas sangatlah berperan penting dalam kehidupannya. Berbicara ketiga hal tersebut akan membawa ke dalam dunia yang selalu menghasilkan gaya hidup. Apalagi tren fashion atau sebagainya mmembuat manusia seakan telah diperbudak oleh uang. Semua yang dihasilkan oleh manusia tidak diajarkan langsung dalam agama. (Islam). Namun yang perlu diperhatikan dalam berkreasi mambuat sesuatu seni yaitu tentang fungsi ataupun tujuan yang akan dicapai. Islam tidak melarang kreasi (estetika) dalam mendisain model pakaian, islam justru menginginkan kreatifitas terus berkembang akan tetapi harus tetap memperhatikan nilai-nilai dalam islam, yaitu dalam berpakaian harus menutup aurat.



C.    Islam dan Kebudayaan Global
Sejarah telah mencatat antara pertengahan abad 8 sampai permulaan abad 13 Masehi, ummat Islam pernah mencapai puncak kebesaran dan kejayaan. Pada bab kebudayaan Islam di Andalusia dalam lintas sejarah ini, baik Daulah Islam di Timur (Daulah Abbasiyah) yang berpusat di Bagdad, maupun Daulah Ummayah  yang berpusat di Cordova. Keduanya mmeperlihatkan berbagai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Estetika, ilmu pengetahuan dan kesusastraan dipelopori oleh al hakam (961-976) yang mengabdikan hidupnya untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat dan negerinya. Pada masa kekuasaannya, rakyat merasakan nikmatnya keadilan dan kemakmuran yang melimpah ruah.
Islam di Andalusia muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan sekaligus menghasilkan cabang-cabang kebudayaan dalam segala ragam dan jenisnya.Kesenian, kesusastraan, arsitektur, kedokteran, filsafat, dan bidang-bidang kebudayaan lain tumbuh dan berkembang dengan maraknya.  
Mengenai sumbangan Islam kepada kebangkitan kebudayaan barat, telah banyak diberikan oleh Islam. Yang paling menonjol dari sumbangan-sumbangan tersebut yaitu:
1.      Bidang kedokteran, dokter Islam, al-Kindi, telah menulis buku Ilmu Mata yang diterjamahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Optics.
2.      Bidang astronomi dan ilmu pasti, sarjana Islam al-Khawarizmi menulis buku Al Jabr wa al-Muqabah yaitu suatu buku standar ilmu pasti.
3.      Bidang filsafat, filosof Barat  yaitu Ibnu Rusyd.
4.      Bidang ilmu sejarah dan sosiologi, Ibnu Khaldun berperan penting dalam menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk sarjana Barat.

Situasi global dewasa ini mengakibatkan peradaban dan kebudayaan Barat modern melahirkan generasi yang urak-urakan, pemberontak. Terjadinya industrialisasi menjadikan peradaban menjadi lebih mengenakan, karena segala bentuk kebutuhan telah dibuat dari proses industri. Industrialisasi disatu pihak telah mampu memberikan kenikmatan, keenakan, kemudahan bagi kehidupan manusia, tetapi dilain pihak menimbulkan keadaan yang sebaliknya “aliensi manusia”. Keretasingan manusia terhadap alam, terhadap manusia sesamanya dan terhadap Tuhan.
Siklus Jahili dapat dianggap sebagai sebuah tantangan dan mejadi sebuah harapan. Tantangan karena jaman jahiliyah telah melahirkan kaum pemabuk, perampok, pezina, penumpahan darah, dan para penjudi. Mereka hidup sepanjang bimbingan kekerasan, imoralitas dan kriminalitas. Sebuah harapan lahir, karena berakhirnya jahiliyah tersebut, terdapat kesempatan untuk masuknya jaran-ajaran Islam. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara urusan ibadat dan urusan kemasyarakatan dan kebudayaan, karena Islam adalah suatu kebulatan tuntunan hidup, tuntunan jiwa, suatu system kemasyarakatan dan dasar kekuatan dan tatanan kultural.
Berbicara tentang kebudayaan Islam di masa depan nampaknya sangat perlu membangkitkan ummat Islam sebagai penggerak bagi munculnya kejayaan budaya baru. Kebudayaan Islam yang benar-benar menyentuh dan membangkitkan seluruh rangsangan budaya. Oleh sebab itu perlunya sikap kultural yang kreatif yang tumbuh dan menggelora dalm gerak dunia Islam.


Senin, 28 Mei 2012

hasil tour budaya kelompok 6 di MAN Yogyakarta II

lihat slide:exe
lihat slide swf

Kamis, 24 Mei 2012

Nama        : Paryadi
Nim        : 09410285
Kelas        : PAI-F

RESENSI BUKU
1.    Identitas Buku
Judul Buku        : Sejarah Kesenian Islam
Penulis            : C. Israr
Penerbit        : Bulan Bintang
Kota Terbit        : Jakarta
Tahun Terbit        : 1978
Jilid/ Jmlh. Halaman    : Ke 2/ 226

2.    Isi Buku
Ada kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yaitu dalam hubungan “ Islam dan seni”.  Tergantung pada cara pandang orang yang berbeda-beda  , Apakah Islam itu sebagai pembimbing bagi kesenian atau sebagai penghalang. Apabila islam dianggap sebagai pembimbing dalam pertumbuhan seni dan bakat, maka harus ada pembaharuan alam fikiran yang menyelimuti anggapan sebahagian besar umat islam Indonesia.
Ada beberapa aspek kesenian yang masih samar, karena tidak ada pegangan yang jelas dan tegas. Ketiadaan pegangan dalam beberapa aspek kesenian itu, sudah tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan kebudayaan selanjutnya. Oleh sebab itu Pada jilid ke 2 buku ini menyertakan beberapa analisa dari masalah kesenian yang sedang marak tumbuh dewasa ini di tengah kita semua.
Pada buku ini terdapat 8 pembahasan dan ditambah satu penutup yang masing-masing Bab memiliki bahasan masing masing.Yaitu: Tulisan Arab, Ilmu dan Seni, Turki, Persia, India Dan Pakistan, Tiongkok, Jepang, Indonesia Dan Masalah-masalah kesenian Islam Di indonesia. Namun yang menjadi ketertarikan saya untuk dibahas lebih jauh adalah pada bagian masalah-masalah kesenian di Indonesia.
Pada Buku ini disampaikan bahwa masalah kesenian di Indonesia merupakan masalah yang masih asing.  Khususnya dalam hal sini rupa, belum ada pegangan yang jelas dan tegas bagi masyarakat sendiri, hanya anggapan yang sudah tradisionil atau dugaan yang telah turun temurun dan diwarisi dari mulut kemulut sedangkan sebagian besar dari anggapan itu adalah amat kabur dan tidak kurang pula memberikan gambaran yang salah atau tidak tepat. Dan tinggi rendahnya suatu kesenian islam pada suatu daerah atau negara, bergantung erat pada posisi umat islam sendiri  dalam negara atau daerah itu.
Serta adanya perbedaan pendapat dalam hal seni lukis dan seni pahat
Pendapat pertama
Ada sebuah hadits yang melarang seorang membuat gambar atau pahatan yang obyek atau motifnya ialah sesuatu makhluk yang bernyawa, seperti gambar manusia atau gambar binatang.
...
Pendapat kedua
Boleh saja membuat gambar gambar makhluk bernyawa, seperti gambar manusia atau binatang, tetapi dengan syarat bentuknya tidak dapat diraba.
...
Pendapat ketiga
Boleh membuat  gambar dari makhluk bernyawa dalam bentuknya yang plastis, asal saja dalam rupa yang tidak mungkin makhluk itu hidup, misal membuat arca orang hingga dada keatas, membuat relief dan sebagainya.
...
Pendapat keempat
Melihat keadaan suasana tempat dan waktu, yakni dengan meperhatikan hikmah dan jiwa dari larangan itu.
...
Masih ada lagi perbedaan dalam hal yang lain dan dapat dibaca pada buki ini. Demikian resensi ini semoga bermanfaat. Banyak kesalahan mohon maaf.


Rabu, 02 Mei 2012

Rabu, 25 April 2012

Resensi Buku damar


Nama               : Damar Andy Wicaksono
NIM                : 09410280
Prodi               : VI PAI – F
Presensi           : 45


Judul Buku      : Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
Penulis             : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
Penerbit           : PT Remaja Rosdakarya
Tahun terbit     : Cetakan pertama, Agustus 1999
                          Cetakan Kedua, mei 2000
                          Cetakan Ketiga Oktober 2002
Tebal               : 245 halaman


Buku yang terdiri dari 9 bab ini, merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Prof Dr HAR. Tilaar. Buku ini mengulas tentang proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia yang berbudaya Indonesia yang interaktif dan berkesinambungan dan konsentris artinya bahwa proses pendidikan itu berakar pada budaya bangsa dalam membawa manusia dan masyarakat Indonesia menuju ke dalam masyarakat madani Indonesia sehingga mampu memasuki pergaulan bangsa-bangsa di dunia yang terbuka  tanpa kehilangan jati diri. Kemudian dibahas pula mengenai hakekat pendidikan, hakekeat kebudayaan, berbagai kaitan antara pendidikan dan kebudayaan, beberapa teori dan persepsi mengenai hubungan antara proses pendidikan dan kebudayaan, dipaparkan pula tentang masyarakat madani Indonesia serta Proses Pendidikan untuk  masyarakat madani Indonesia.
            Seperti yang disebutkan dalam buku ini, proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan berimplikasi di dalam interaksi antar manusia yang ada dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Interaksi tersebut terjadi di dalam lingkungan alam (ekologi) yang perlu dilestarikan serta lingkungan social (social, ekonomi, politk) yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Proses pembudayaan atau proses pemanusiaan tersebut juga harus memperhatikan factor pelestarian lingkungan alam, budaya dan kependudukan.
            Pada bab 1 buku ini berbicara tentang hakekat penidikan. Untuk lebih lanjut berikut sedikit penjelasan tentang hakekeat pendidikan pada bab I. Ketika berbicara hakekat pendidikan pasti tidak akan terlepas dari berbicara mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Banyak teori yang muncul mengani arti atau definisi tetntang pendidikan. Dan berbagai definisi tersesbut muncul dengan berbagai macam pendekatan yang digunakan. Pendekatan tersebut dapat dikategorisasikan ke dalam 2 pendekatan besar yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan holistic-integratif.  Banyak teori pendekatan yang muncul dari pendekatan reduksionisme seperti pendekatan pedagogis, pendekatan psikologis, pendekatan negativis, pendekatan sosiologis. Selain itu, juga dijelaskan makna pendidikan menurut pandangan pendekatan holistic-integratif. Pendekatan ini melihat bahwa pendidikan sebagai suatu pengembangan manusia secara utuh. Dengan demikkian pendidikan harus melihat bahwa peserta didik memilikki potensi yang harus dikembangkan. Pengambangan potensi tersebut seharusnya diarahkan kepada perwujudan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan, sehingga dapat diartikan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan dan proses pembudayaan adalah proses pendidikan.
            Kemudian pada bab 2 berbiacara mengenai hakekat kebudayaan. Setelah pada bab sebelumnya berbicara tentang hakekat pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan, selanjutnya bab ini menjelaskan tentang hakekat kebudyaan. Sperti definisi pendidikan yang begitu banyak, kebudayaan juga memiliki berbagai macam definisi yang dihasilkan dari beberapa pakar antropologi, sosiologi maupun ahli yang lain. Nah, pada bab ini HAR Tilaar mengambil salah satu rumusan definisi kebudayaan dari seorang tokoh yaitu Edward B. Taylor. Pemilihan definisi dari Edwar B. taylor dikarenakan rumusan ini dapat dijadikan sebagai titik-tolak analisis mengenai hakekat kebudayaan yang dapat digunakan sebagai titik-tolak untuk mengerti hakekat pendidikan. Definisi Taylor mengenai budaya adalah “suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kemampuan-kemamapuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.”  Dari jalan pemikiran Edward B. Taylor tersebut HAR Tilaar menyimpulkan bahwa kebudyaan merupakan pengarah atau petunjuk dari proses humanisasi. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang terdiri dari beberapa nilai-nilai yang diakui bersama dalam masyarakat dan kebudayaan adalah normative. Dan proses pendidikan sendiri adalah proses yang normative. Selain pandangan Edwar B. Taylor mengenai kebudayaan dipaparkan pula pada bab ini mengenai pandangan Bapak Pembangunan Pendikan Nasional Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara. Dan sebagai penutup dalam bab ini HAR Tilaar menuliskan rumusan dari Koentjaraningrat untuk menunjukkan keterkaitan antara hakeket kebudayaan dan hakekat pendidikan. Rumusan Koentjaraningrat adalah bahwa “kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan” dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.”
            Selanjutnya pada Bab 3 berbicara tentang Pendidikan dalam Kebudayaan sedangkan pada Bab 4 berbicara tentang Kebudayaan dalam Pendidikan. Sesungguhnya telah disebutkan di atas bahwa pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Proses pendidikan adalah Proses pembudayaan begitu juga sebaliknya. Masuk pada Bab 3 dijelaskan bahwa Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kebudayaan atau dengan kata lain bahwa Pendidikan tidak akan bisa dilepas dari kebudyaan, maka dalam dunia ilmu pengetahuan muncul apa yang dikenal dengan Antropologi Pendidikan. Peranan yang sangat nyata dari pendidikan dapat kita lihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Dan perkembangan kepribadian tidak terlepas dari peranan kebudayaan itu sendiri. Dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan kebudayaan akan dapat berkembang melalui perkembangan kepribadian manusia tersebut. Dalam suatu proses kebudayaan ada yang dinamakan dengan transmisi kebudayaan. Transmisi kebudayaan ini menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Proses ini yang kemudian menjadikan suatu budaya yang ada dalam masyarakat dapat dilestarikan oleh generasi sebelumnya atau juga bahkan dikembangkan oleh generasi berikutnya. Kemudian apa yang ditransimisi? Yaitu nilai-nilai yang ada di masyarakat, adat-istiada masarakat, kebiasaan masyarakat, dan pandangan-pandangan masyarakat  mengenai hidup dan konsep hidup lainnya. Antara pribadi dengan kebudyaan pasti terjadi interaksi. Dan hal ini menuntut seorang individu untuk menjadi manusia yang aktif dan kreatif bukannya pasif terhadap kebudayaan yang dimilikinya. Dan dalam proses pembudayaan tersebut akan muncul berbagai pengertian inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, asimilasi, akulturasi, focus, prediksi masa depan, serta banyak istilah lainnya. Melihat berbagai istilah tersebut yang ada dalam proses pembudayaan sudah seharusnya pendidikan nasional  menggeser paradigma, khususnya yang berkaitan dengan kebudyaan nasional. Paradigma tersebut harusnya lebih berorientasi kepada pengembangan potensi akal dan budi manusia. Dengan begitu akan terjadi interaksi antara individu dengan kebudayaan yang dimilikinya. Sehingga akan dapat mengembangkan nilai-nilai yang hidup dalam kebudayaan masyarakat Indonesia.
            Masuk ke bab 4 dipaparkan mengenai Kebudayaan dalam Pendidikan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan. Begitu pun sebaliknya pendidikan tidak bisa lepas dari proses pembudayaan. Kalau berbicara mengenai Kebudayaan dalam Pendidikan sudah sepatutnya melihat ke konsep Taman Siswa yang dicetuskan oleh ki hajar dewantara. Karena beliau meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya.  Hal ini bisa dilihat dari pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh beliau yaitu bahwa “Pendidikan beralaskan garis hidup dari bangsanya yang ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat menangkat derajat rakyat dan negaranya, agar dapat bersama-sama dengan lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.”  Kebudayaan merupakan dasar praksis pendidikan, oleh karenanya selain pendidikan harus berjiwakan kebudayaan nasional, pendidikan juga harus berasaskan semluruh unsure kebudayaan yang juga harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Dijelaskan pula pada bab ini, selain pandangan klasik taman Siswa tentang kebudayaan dalam praktek pendidikan, di sini juga dijelaskan pandangan kontemporer seperti pandangan Theodore Brameld yang menjelaskan kaitan antara proses pendidikan dan proses membudaya. Lembaga pendidikan dikatakan sebagai pusat kebudayaan. Dengan demikian, lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah, selain merupakan tempat mendapatkan ilmu juga merupakan tempat pengembangan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif, dan ekstensif. Selain pandangan klasik dan pandangan kontemporer, HAR Tilaar juga sedikit menjelaskan mengenai Pendidikan Budi Pekerti yang memiliki peran penting dalam pengembangan nilai-nilai dari kebudayaan. karena inti dari kebudayaan adalah nilai-nilai maka pendidikan budi pekerti disini, yang meliputi moral, akhlak, dan sebagainya, dinilai sangat penting karena akan sangat berkaitan dengan pengembangan budaya dalam masyarakat.  Sebagai penutup pada bab 4, bahwa paradigma yang sekarang ada menganai pendidikan sebaiknya kembali ke paradigma semula yaitu pendidikan yang mendasarkan kepada kebudayaan nasional.
            Pada bab 5 dan bab 6 selanjutnya HAR Tilaar memberikan pemaparan mengenai Pendidikan Kebudayaan dan Kebudayaan Pendidikan. Pada bab 5 mengenai Pendidikan Kebudayaan dijelaskan mengenai bagaiamana pendidikan Indonesia seharusnya dilaksanakan sehingga mampu menjadi sarana untuk mengmbangkan berbagai budauya nasional sehingga tidak akan punah. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu bangsa akan selalu memerlukan budaya nasional yang menjadi jati dirinya ketika bergaul dengan Negara lain. Begitu juga bagnsa Indonesia yang begitu banyak memiliki budaya yang harus dikembangkan dan dilestarikan khusunya melalui proses pendidikan nasional. Bukankah di dalam Undang-undang telah dijelaskan bahwa pendidikan nasional harus berakar  dari kebudayaan nasional? Oleh karenanya kebudyaan nasional harus terus dibina dan ditransimisikan sehingga bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jati dirinya. Selain itu dijelaskan pula, wujud  dan tujuan kebudayaan nasional harus dituangkan dalam kurikulum pendidikan itu sendiri. Dan juga perlunya pengembangan kebudayaan nasional melalui pendidikan nasional. Hal-hal tersebut dijelaskan dalam bab 5 buku ini. Sedangkan pada bab 6 pengeertia Kebudayaan Pendidikan merupakan suatu gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan. Di Indonesia sendiri, masih belum bisa lepas dari budaya pendidikan colonial yang masih bersifat intelektualisme dan verbalisme sehingga sampai dengan saat ini  berimplikasi kepada kebudayaan pendidikan yang mendewakan ijazah formal. Kebudayaan pendidikan seperti yang nanti bisa mematikan pendidikan nasional Indonesia. Selain berbicara menganai Budaya praksis Pendidikan di Indonesia dijelaskan pula tentang seperti apa pengelolaan atau budaya manajemen dan administrasi tehadap pendidikan nasional di Indonesia. dan dijelaskan pula seperti apa manajemen dan administrasi yang baik yang harus dilakukan oleh lembaga sekolah sehingga nantinya akan tercipta suatu budaya pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada intelektualisme dan verbalisme tetapi juga pada kebudayaan nasional sehingga peserta didik nantinya mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya dan dapat mengembangkan budaya yang ada di Indonesia.
            Bab 7 berisi mengenai Manusia Pendidikan dan Manusia Berbudaya. Sebenarnya banyak pakar yang mengartikan sama antara kedua istilah tersebut, begitu juga sebaliknya tidak sedikit pakar yang member pengertian yang berbeda antara kedua istilah tersebut. Dan Prof. HAR Tilaar termasuk salah satu tokoh yang memberikan pengertian berbeda terhadap kedua istilah tersebut. Manusia berpendidikan banyak diartikan sebagai manusia yang telah berkembang kemampuan intelektualnya karena pendidikan (sekolah). Sedangkan seseorang yang berbudaya adalah sesorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai etis dan nilai moral yang hidup dalam kebudyaan tersebut. Bisa saja ada orang yang berpendidikan tetapi tidak berbudaya. Pada bab ini selanjutnya HAR Tilaar berbicara mengenai seperti apa konsep manusia Indonesia. Mencari konsep manusia Indonesia tidak bisa dilihat hanya satu dimensi saja tetapi harus dari berbagai dimensi karena manusia merupakan makhluk yang bersifat multidimensional. meneliti manusia yang multidimensional tidak telepas dari melihat mengenai tujuan pendidikan yang dapat membentuk manusia tersebut. Prof HAR Tilaar mulai dengan menelusuri beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan dari beberpa ahli dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Mulaidari John Dewey, Whitehead, Ki hajar Dewantara, hingga rumusan tujuan pendidikan yang termaktub dalam Undang-undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setelah menelusuri beberapa pakar maupun undang-undang RI untuk menemukan konsep manusia Indonesia yang berpendidikan sekaligus berbudaya, kemudian beliau merumuskan criteria seperti apa praksis pendidikan nasional sehingga dapat membentuk manusia yang berpendidikan sekaligus berbudaya. Criteria tersebut seperti berikut bahwa Praksis Pendidikan nasional haruslah dan perlu mengembangkan potensi intelektual manusia Indonesia secara umum, Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan potensi yang spesifi dari individu sesuai dngan potensi kepribadiannya, Pendidikan nasional harus dan erlu mengembangkan sikap sopan santun dalam pergaulan masyarakat, Praksis Pendidikan di semua lembaga adalah mengembangkan manusia Indonesia yang  bermoral dalam bertingkah laku yang bersumber dari kebudaayaan nasional, Praksis Pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan harus perlu mengembangkan rasa kebangsaan Indonesia, rasa bangga menajdi orang Indoensia yang berbudaya kebangsaan Indonesia tanpa terperangkap dalam chauvinism yang sempit.
            Selanjutnya pada bab 8 adalah pembahasan Mengenai Masyarakat Madani Indonesia sedangkan pada bab terakhir yaitu pada Bab 9 adalah tentang Pendidikan untuk Masyarakat Madani Indonesia. Setelah pada bab-bab sebelumnya banyak membahas arti pentingnya pengembangan manusia yang berpendidikan sekaligus berbudaya, pad bab selanjutnya akan dibahas mengenai pentingnya manusia yang berkarakter seperti itu sehingga akan membentuk masyarakat Indonesia yang mampu bersaing, manusia yang modern, manusia yang berpikiran maju, dan menjadi manusia baru yang tidak meninggalkan kebudayaannya. Terlebih lagi ketika memasuki zaman globalisasi seperti sekarang ini yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Termasuk masyarakat Indonesia yang akan terpengaruh oleh arus globalisasi. Jika tidak, masyarakat Indonesia yang tidak berbudaya dan berpendidikan dipastikan akan hilang terseret oleh arus globalisasi tersebut. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beragam, dan berbhineka. Dengan derasnya arus globalisasi dan tuntutan perkembangan zaman, maka pembentukan masyarakat madani dengan system nilai yang ingin diwujudkan tidak terlepas dari konfigurasi nilai-nilai yang terdapat dalam kebudyaan manusia. Masyarakat madani global yang ingin diwujudkan merupakan perwujudan dari masyarakat-masyarakat madani local yang berdasarkan kebudayaannya masing-masing. Selanjutnya dijelaskan tentang apa masyarakat madani itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut HAR Tilaar banyak melihat definisi dari pandangan beberapa tokoh dunia maupun dari berbagai macam pendekatan, hingga konsepe para ilmuan muslim seperti al farabi, al ghazali, ibn taimiyah, ibnu khaldun dan sebagainya. Masayarakat madani disepadankan denan istilah “civil society” yaitu mengacu pada masyarakat yang demokratis. Setelah menelusuri berbagai pandangan para tokoh terkemuka, kemudian HAR Tilaar menulsikan beberapa prinsip yang khas yang harus diperhatikan dalam membangun masyarakat madani Indonesia, cirri khas tersebut antara lain : kenyataan akan adanyan keragaman budaya Indonesia,  pentingnya adanya saling pengertia di antara sesame anggota masyarakat, toleransi yang tinggi antar sesame masyarakat, dan yang terakhir perlunya wadah kehidupan bersama yang diwarnai dengan adanya kepastian hukum.
Setelah mengetahui arti pentingnya masyarakat madani Indonesia dan karakteristik untuk membangun masyarakat madani, pada bab terkhir yaitu bab 9 dipaparkan lebih jauh mengenai Pendidikan untuk Masyarakat Madani Indonesia. seperti yang dijelaskan pada pendahuluan bab 9 bahwa sebenarnya secara definisi tidak ada pendidikan untuk masyarakat madani Indonesia. Pendidikan dalam masyarakt madani Indonesia tidak lain ialah proses pendidikan yang mengakui akan hak-hak serta kewajiban perorangan di dalam masyarakat. Selanjutnya oleh HAT Tilaar dijelaskan tentang beberapa strategi pembangunan pendidikan nasional Indonesia dalam rangka membangun masyarakat madani Indonesia, seperti : Pendidikan dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat, Pendidikan didasarkan pada kebudyaan nasional yang bertumpu pada kebudayaan local, Proses pendidikan yang mencakup proses hominisasi dan proses humanisasi, Pendidikan Demokrasi yang menjadi tuntutan masyarakat madani Indonesia, kelembagaan Pendidikan, Desentralisasi manajemen Pendidikan nasional. Setelah pemaparan mengenai strategi Pembangunan Pendidikan Nasional, kemudian di jelaskan tentang Strategi Reformasi Pendidikan Nasional sebagai salah satu hal yang harus dilakukan karena reformasi penidikan merupakan seuatu hal yang harus dilakukan dalam pembentukan masyrakat madani Indonesia. setelah berbagai strategi tersebut diterapkan dan dapat menciptakan masyarakat madani Indonesia, maka hasil yang diharapkan dari terbentuknya masyarakat madani adalah tercermin dalam sikapnya seperti Sikap demokratis, Sikap toleran, Sikap pengertian, berakhlak tinggi, beriman, dan bertaqwa, serta menjadi manusia dan masyarakat yang berwawasan global.
Seperti itulah kurang lebih isi dari buku yang berjudul “Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia” yang ditulis oleh Prof. HAR Tilaar. Buku ini layak dan cocok untuk menjadi pegangan para pendidik maupun para calon pendidik maupun praktisi pendidikan yang sangat sering bersentuhan dengan dunia pendidikan. Buku ini akan membuka pandangan kita bahwa dalam pendidikan tidak akan pernah terlepas dari proses pembudayaan. Dengan begitu maka karakteristik masyarakat Indonesia, yang memang memiliki keragaman budaya, tidak akan pernah hilang atau musnah seandainya kita menyadari betapa pentingnya kebudayaan dalam proses pendidikan. Pun sebaliknya. Seorang pendidik hendaknya tidak hanya berorientasi pada intelektualitas atau verbalitas semata, tetapi juga harus berorientasi pada pengembangan kebudayaan masyarkat yang semakin lama semakin hilang bahkan banyak yang diklaim oleh Negara lain. Sudah saatnya paradigma pendidikan Indonesia yang hanya berorietasi pada peningkatan intelektual, bergeser ke pengembangan potensi-potensi manusia yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Buku ini memberi banyak pandangan dan paradigma seperti apa seharusnya pendidikan dielola maupun di lestarikan. Selain itu sebagai calon pendidik, buku ini akan memberi gambaran mengenai seperti apa seharusnya membangun masyarakat yang demokratis, masyarakat yang berwawasan global tetapi tetap memiliki kearifan local, serta berakhlak mulia tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya. Sebagai penutup, semoga sedikit tulisan ini memberikan pencerahan dan inspirasi serta manfaat bagi siapapun yang berkenan membacanya. Terima kasih.

Rabu, 18 April 2012

Resensi putra


Resume Pengembangan Seni dan Budaya dalam Islam

Disusun oleh
Nama    : Puput rahmat Saputra
NIM       : 09410281
Kelas     : VI PAI F

Deskripsi Buku
Judul buku          : Islam dan Kebudayan Jawa
Tebal Buku          : 312 halaman
Penerbit              : Gama Media
Tahun terbit       : 2000
Kota Terbit          : Yogyakarta
Pengarang          : Pusat kajian Islam dan Budaya Jawa IAIN Walisongo Semarang

Islam dan Kebudayaan Jawa

Masyarakat Jawa dikenal sebagai suku Jawa. Mereka yang berbahasa Jawa dan tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Surakarta dan Jogjakarta merupakan dua bekas kerajaan Mataram dan pusat dari kebudayaan Jawa. Masyarakat yang kental unsure kekerabatan dan kesopanannya ini mempunyai Jiwa tolong menolong yang tinggi.
Islam datang ke Indonesia datang relative lambat dari kawasan lain, akan tetapi Islam lebih mudah diterima dengan baik oleh penduduknya. Terbukti 87,2 % penduduknya beragama Islam (sensus penduduk 1990).
                Islam masuk ke Jawa kurang lebih abad ke-7 Masehi. Dengan bukti diketemukan makam Fatimah binti Maemun di Gresik. Serta bukti peninggalan yang arkeolog temukan seperti masjid kuno, ragam hiasan tata kota dan sebagainya.              
Hal hal tentang Islamisasi di Pulau Jawa
Pertama, penduduk pulau Jawa waktu itu mayoritas memeluk agama Hindu dan bUdha, serta kepercayaan animism dan Dinamisme..
Kedua, Islamisasi besar besaran terjadi sekitar abad 15 dan 16 ditandai dengan jatuhnya majapahit, dan berdirinya kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Islamisasi besar besaran terjadi saat dunia Islam mengalami kemunduran dalam segala hal.
                Islam di Jawa disebarkan oleh beliau Walisongo dengan menggunakan pendekatan budaya. Sikap walisanga yang toleran terhadap kebudayaan asli penduduk Jawa semakin memudahkan penyebaran saat itu.
                Kata walisongo diambil dari penyebutan masyarakat yang memanggil 9 mubaligh. Sebelum islam masuk ke bumi Jawa mayoritas penduduk jawa menganut agama Hindu Budha dan animisme dan Dinamisme.
                Dengan pendekatan kebudayaan/ sikap toleran yang dilakukan walisanga dalam mengemban dakwahnya yang mana masyarakat Jawa begitu dengan mudahnya memeluk Islam tanpa ada kontra yang berarti. Hal ini dilakukan dengan cerdas oleh para wali, dakwah yang dilakukan tidaklah menimbulkan gejolak atau kontradiksi terhadap tatanan masyarakat saat itu. Traadisi dan kepercayaan lama tidak dihapuskan secara radikal dan frontal, tetapi yang dihilangkan adalah hal hal yang jelas bertentangan dengan unsure unsure ajaran Islam. Disinilah terjadi akulturasi dan sinkretisasi antara tradisi dan kepercayaan local di suatu pihak, dengan ajaran dan kebudayaan Islam di pihak lain. Jika diumpamakan sebuah botol minuman keras, minuman alkoholnya dibuang dan diganti dengan air yang menyegarkan. Jejak jejak tersebut dapat kita temui dimasyarakat Jawa saat ini, seperti
1.       Dari segi arsitektur: masjid masjid di pulau Jawa memiliki desain yang berbeda dengan masjid di kawasan Islam lainnya.
2.       Dari segi ritual kegamaan: munculah ritual ritual asli Jawa yang diislamkan seperti upacara surtanah, nelung dino, mitung dino, matang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo,nyewu dan sebagainya.
3.       Dari segi seni: muncul wayang yang asli budaya Hindu diganti menjadi wayang khas Islam. Seperti kata Jamus kalimushada atau azimat Sahadat. Dan lain sebainya…
4.       Dari segi pendidikan munculah pendidikan ala pondok pesantren. Suatu lembaga pendidikan yang menurut Ki Hajar Dewantoro merupakan pendidikan khas corak Indonesia.
5.       Dari segi ekonomi. Para wali mengajarkan praktik perdagangan, pertanian dan pertukangan bukan suatu status rendahan yang ditetapkan oleh ajaran Hindu. Yang mereka membagi bagi manusia ke dalam beberapa kasta seperti
Brahmana, untuk pemimpin agama
Ksatria, untuk para raja dan keturunannya
Waisya, untuk para pedagang, serta
Sudra, untuk para kuli dan petani yang tak bertanah.
Para wali disini selain berstatus menjadi tokoh agama juga berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian secara tidaklangsung walisongo telah mencontohkan bahwa tidak ada sekat diantara masyarakat.
                Dalam perkembangannya masayarakat Jawa yang hidup di masa modern seperti saat ini masih bepegang teguh pada kebudayaan turun temurun. Mereka tidak bisa meninggalkan tradisispiritualnya seperti slametan, wetonan dengan membuat bubur abang putih agar mendapat keselamatan.
                Tetapi disisi lain ada juga adat istiadat jawa yang telah mengalami pergeseran sehingga dipandang tidak memiliki magis lagi. Tetapi hanya sekedar bernuansa seni. Seperti tarub, siraman, midodareni, kacar- kucur, dan lain lain.

Selasa, 17 April 2012

LIR ILIR


Kelompok 3
09410006        Farida Nur Hikmah
09410007        Yu’timaalahuyatazaka
09410075        Yuyus Juliana
09410080        Muhammad Alfian
09410102        Muh. Alfi Fajerin
09410105        Yuni Irawati
09410156        Anastasia Dansy Novitasari
09410166        Arip Febrianto
09410193        Aulia Fajri Purnamasari
09410199        Mustika Listivani
09410208        Shanti Sundari
09410216        Sulaekah
09410224        Iman Alimansyah
09410255        Wido Yufri Ashar
09410273        Samsul M. Habibi
09410274        Irma Yanti Zulaikah
09410283        Mu’arif Salam


LAGU LIR-ILIR
Tembang para Wali tanah Jawi
A.    Lirik Dan Makna Lagu Lir-Ilir
Lir-ilir
Lir-ilir  Lir Ilir,  Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo,   Tak sengguh temanten anyar

Cah Angon Cah Angon,  Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-lunyu penekno,  Kanggo Mbasuh Dodotiro

Dodotiro Dodotiro,  Kumitir Bedah ing pinggir
Dondomono Jlumatono,  Kanggo Sebo Mengko sore

Mumpung Padhang Rembulane, Mumpung Jembar Kalangane
Yo surako,,, surak,,,  Hiyo!!!


Lir-ilir, Lir-ilir (Bangunlah, bangunlah)
Tandure wus sumilir (Tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo-royo (Demikian menghijau)
Tak sengguh temanten anyar (Bagaikan pengantin baru)
Makna: Sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Alloh dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan Tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.
Cah angon, cah angon (Anak gembala, anak gembala)
Penekno Blimbing kuwi (Panjatlah (pohon) belimbing itu)
Lunyu-lunyu penekno (Biar licin dan susah tetaplah kau panjat)
Kanggo mbasuh dodotiro (untuk membasuh pakaianmu)
Makna: Disini disebut anak gembala karena oleh Alloh, kita telah diberikan sesuatu untuk digembalakan yaitu HATI. Bisakah kita menggembalakan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya?
Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah. Buah belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam. Jadi meskipun licin, meskipun susah kita harus tetap memanjat pohon belimbing tersebut dalam arti sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.
Lalu apa gunanya? Gunanya adalah untuk mencuci pakaian kita yaitu pakaian taqwa.
Dodotiro, dodotiro (Pakaianmu, pakaianmu)
Kumitir bedah ing pinggir (terkoyak-koyak dibagian samping)
Dondomono, Jlumatono (Jahitlah, Benahilah!!)
Kanggo sebo mengko sore (untuk menghadap nanti sore)
Makna: Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang di sana sini, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika dipanggil menghadap kehadirat Alloh SWT.
Mumpung padhang rembulane (Mumpung bulan bersinar terang)
Mumpung jembar kalangane (mumpung banyak waktu luang)
Yo surako surak iyo!!! (Bersoraklah dengan sorakan Iya!!!)

Makna: Kita diharapkan melakukan hal-hal diatas ketika kita masih sehat (di lambangkan dengan terangnya bulan) dan masih mempunyai banyak waktu luang dan jika ada yang mengingatkan maka jawablah dengan Iya!!!
B.     Fungsi Lagu Lir-Ilir
1.    Fungsi historis
Lagu lir-ilir berfungsi sebagai media untuk memahami atau mengetahui umat Islam pada saat Islam berkembang di tanah Jawa yang disebarkan oleh para Wali Songo.
2.    Fungsi dakwah
Sunan Kalijaga menciptakan lagu lir-ilir untuk menampaikan (berdakwah) kepada orang-orang Jawa dan menanamkan Aqidah yang kuat kepada mereka.
3.    Fungsi perubahan (moderniasasi)
Dalam lagu lir-ilir terdapat makna perubahan dari Islam yang kejawen menjadi kembali pada ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist.

C.    Nilai-Nilai Islam Yang Terkandung Dalam Lagu Lir-Ilir
Sunan Kalijaga menciptakan lagu lir-ilir untuk menyampaikan (berdakwah) kepada orang-orang Jawa dan menanamkan Aqidah Islamiyah yang kuat kepada mereka,  ketika itu taraf penyerapan dan implementasi agama Islam masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya. Melalui tembang ini, Sunan Kalijaga memberi motivasi kepada orang-orang Islam ataupun yang baru masuk Islam untuk berusaha mempelajari dan mengaplikasikan ajaran Islam meskipun sulit dan banyak rintangan, karena masih diberi kesehatan dan banyak waktu luang untuk mempelajari mengamalkan ajaran Islam tersebut.


D.    Karakteristik Lagu Lir-Ilir Dalam Kategori Lagu Islami
Tembang Lir ilir bukan sekedar tembang dolanan biasa, tetapi tembang tersebut memiliki corak islami apabila dilihat dari makna tiap-tiap dimana mengandung makna yang sangat mendalam.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons