Rabu, 18 April 2012

Resensi putra


Resume Pengembangan Seni dan Budaya dalam Islam

Disusun oleh
Nama    : Puput rahmat Saputra
NIM       : 09410281
Kelas     : VI PAI F

Deskripsi Buku
Judul buku          : Islam dan Kebudayan Jawa
Tebal Buku          : 312 halaman
Penerbit              : Gama Media
Tahun terbit       : 2000
Kota Terbit          : Yogyakarta
Pengarang          : Pusat kajian Islam dan Budaya Jawa IAIN Walisongo Semarang

Islam dan Kebudayaan Jawa

Masyarakat Jawa dikenal sebagai suku Jawa. Mereka yang berbahasa Jawa dan tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Surakarta dan Jogjakarta merupakan dua bekas kerajaan Mataram dan pusat dari kebudayaan Jawa. Masyarakat yang kental unsure kekerabatan dan kesopanannya ini mempunyai Jiwa tolong menolong yang tinggi.
Islam datang ke Indonesia datang relative lambat dari kawasan lain, akan tetapi Islam lebih mudah diterima dengan baik oleh penduduknya. Terbukti 87,2 % penduduknya beragama Islam (sensus penduduk 1990).
                Islam masuk ke Jawa kurang lebih abad ke-7 Masehi. Dengan bukti diketemukan makam Fatimah binti Maemun di Gresik. Serta bukti peninggalan yang arkeolog temukan seperti masjid kuno, ragam hiasan tata kota dan sebagainya.              
Hal hal tentang Islamisasi di Pulau Jawa
Pertama, penduduk pulau Jawa waktu itu mayoritas memeluk agama Hindu dan bUdha, serta kepercayaan animism dan Dinamisme..
Kedua, Islamisasi besar besaran terjadi sekitar abad 15 dan 16 ditandai dengan jatuhnya majapahit, dan berdirinya kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Islamisasi besar besaran terjadi saat dunia Islam mengalami kemunduran dalam segala hal.
                Islam di Jawa disebarkan oleh beliau Walisongo dengan menggunakan pendekatan budaya. Sikap walisanga yang toleran terhadap kebudayaan asli penduduk Jawa semakin memudahkan penyebaran saat itu.
                Kata walisongo diambil dari penyebutan masyarakat yang memanggil 9 mubaligh. Sebelum islam masuk ke bumi Jawa mayoritas penduduk jawa menganut agama Hindu Budha dan animisme dan Dinamisme.
                Dengan pendekatan kebudayaan/ sikap toleran yang dilakukan walisanga dalam mengemban dakwahnya yang mana masyarakat Jawa begitu dengan mudahnya memeluk Islam tanpa ada kontra yang berarti. Hal ini dilakukan dengan cerdas oleh para wali, dakwah yang dilakukan tidaklah menimbulkan gejolak atau kontradiksi terhadap tatanan masyarakat saat itu. Traadisi dan kepercayaan lama tidak dihapuskan secara radikal dan frontal, tetapi yang dihilangkan adalah hal hal yang jelas bertentangan dengan unsure unsure ajaran Islam. Disinilah terjadi akulturasi dan sinkretisasi antara tradisi dan kepercayaan local di suatu pihak, dengan ajaran dan kebudayaan Islam di pihak lain. Jika diumpamakan sebuah botol minuman keras, minuman alkoholnya dibuang dan diganti dengan air yang menyegarkan. Jejak jejak tersebut dapat kita temui dimasyarakat Jawa saat ini, seperti
1.       Dari segi arsitektur: masjid masjid di pulau Jawa memiliki desain yang berbeda dengan masjid di kawasan Islam lainnya.
2.       Dari segi ritual kegamaan: munculah ritual ritual asli Jawa yang diislamkan seperti upacara surtanah, nelung dino, mitung dino, matang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo,nyewu dan sebagainya.
3.       Dari segi seni: muncul wayang yang asli budaya Hindu diganti menjadi wayang khas Islam. Seperti kata Jamus kalimushada atau azimat Sahadat. Dan lain sebainya…
4.       Dari segi pendidikan munculah pendidikan ala pondok pesantren. Suatu lembaga pendidikan yang menurut Ki Hajar Dewantoro merupakan pendidikan khas corak Indonesia.
5.       Dari segi ekonomi. Para wali mengajarkan praktik perdagangan, pertanian dan pertukangan bukan suatu status rendahan yang ditetapkan oleh ajaran Hindu. Yang mereka membagi bagi manusia ke dalam beberapa kasta seperti
Brahmana, untuk pemimpin agama
Ksatria, untuk para raja dan keturunannya
Waisya, untuk para pedagang, serta
Sudra, untuk para kuli dan petani yang tak bertanah.
Para wali disini selain berstatus menjadi tokoh agama juga berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian secara tidaklangsung walisongo telah mencontohkan bahwa tidak ada sekat diantara masyarakat.
                Dalam perkembangannya masayarakat Jawa yang hidup di masa modern seperti saat ini masih bepegang teguh pada kebudayaan turun temurun. Mereka tidak bisa meninggalkan tradisispiritualnya seperti slametan, wetonan dengan membuat bubur abang putih agar mendapat keselamatan.
                Tetapi disisi lain ada juga adat istiadat jawa yang telah mengalami pergeseran sehingga dipandang tidak memiliki magis lagi. Tetapi hanya sekedar bernuansa seni. Seperti tarub, siraman, midodareni, kacar- kucur, dan lain lain.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

dengan adanya keseimbangan, keselarasan, keserasian pasti islam bisa masuk dipulau jawa bahkan di indonesia pada jaman dahulu..tapi sekarang islam identik dengan teror..maka dengan keseimbangan, keselarasan dan keserasian islam akan bisa memeluk hati umat manusia..
cerita menarik berhubungan dengan walisongo Ada beberapa analisis mengapa Sunan Giri yang seorang wali berkenan menjadi raja pada waktu itu, padahal dia bukan keturunan raja. Pertama, mengkhiaskan dengan nabi Yusuf AS yang juga bukan keturunan raja, tetapi naik tahta, mereka memproklamasikan diri sebagai raja dalam keadaan sudah ada raja karena mengibaratkan diri mereka pada nabi Musa AS yang menamakan diri sebagai raja menandingi kerajaan Fir’aun. Seorang muslim tidak boleh mengambil seorang kafir menjadi pimpinan.
^_^

arip febrianto 09410166

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons