Rabu, 11 April 2012

EKO BUDI RAHARJO (RESENSI BUKU)

(RESENSI BUKU)

Oleh:
Nama  : Eko Budi Raharjo
NIM    : 09410072
Kelas   : 6 PAI F

      A.  IDENTITAS BUKU:

PARADIGMA KEBUDAYAAN ISLAM; Studi Kritis dan Refleksi Historis
Karya              : Dr. Faisal Ismail, M.A.
Penerbit           : Titian Ilahi Press
Tahun              : 1996 (Nopember)
Cetakan           : Pertama
Kota                : Yogyakarta
Tebal Buku      : 202 Hlm/289 Hlm(total); 21,5 cm
ISBN               : 979-9019-00-1

      B. ISI BUKU:

Bagian Pertama
ISLAM DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA
1.                  Potret kebudayaan islam di Indonesia

a.       Potret Ummat Islam di Mata Rendra
Dramawan, penyair dan budayawan terkenal W.S. Rendra, pada tahun 1971 memberikan orasi (“khutbah”) kebudayaan dimasjid IAIN Sunan Kalijaga Yohyakarata, memenuhi undangan panitia peringatan Isara’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Kampus setempat. Rendara dalam ceramahnya, mencoba mengungkapkan tiga poin penting, yakni:
Pertama, ummat islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Kedua, ummat Islam seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan lagi. Ketiga, ummat Islam cenderung menjadi masyarakat tertutup.
Tiga poin itulah yang penting untuk dicatat agar menjadi bahan renungan dan introspeksi, menjadi bahan pemikiran yang serius, bagaimana ummat Islam dapat meletakkan dirinya pada proporsi dan posisi sebenarnya sehingga ummat Islam bisa hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat.

b.      Fanatisme Mazhab: Biang Krisis
Adanya perbedaan faham/pendapat tentang masalah-masalah furu’ merupakan tanda adanya keleluasaan dan kemerdekaan berfikir dalam islam, sejauh tidak menyimpang dari masalah prinsip yang essensial dari ajaran islam.
Adalah tidak tepat dan tidak bijaksana apabila menyesalkan kenapa mazhab itu harus ada. Karena hal itu merupakan realitas yang hidup, yang berlangsung sampai hari ini, yang merupakan bukti dan indikasi nyata dari adanya keleluasaan dan kebebasan berfikir dalam Islam, inipun sekali lagi terbatas pada masalah-masalah furu’ (kecil). Adalah wajar apabila banyak orang mengikuti mazhab tertentu, sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan berfikir, kemampuan berijtihad, karenanya ia mengikuti saja salah satu mazhab yang dianggapnya cocok dan sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan dan dasar pokok Islam.

c.       Kebudayaan Islam di Indonesia: Nol Besar
Barangkali yang menjadi penyebab pokok adalah umat islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kebuadayaan pada umumnya. Antusiasme ummat Islam terhadap persoalan-persoalan kultural hampir dapat dikatakan “Nol Besar”.
Rangsangan dan pengaruh tidak baik dari kenudayaan Barat itu semakin memperlihatkan arus desakan bertubi-tubi dan dahsyat, sehingga dapat merebut sebagian besar penggemarnya di kalangan anak-anak muda Islam.
Begitulah pengaruh negatif kultur Barat itu, sehingga banyak kalangan, terutama anak-anak Islam, terjangkit penyakit mental “keblinger tafsir”: bahwa apa yang datang dan berasal dari Barat adalah “modern”, segala yang datang dan berasal dari Barat adalah “baik”. Maka untuk mengatasi ekses-ekses negatif diatas, menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik Islam, naik melalui pendidikan formal maupun informal, untuk mengubah dan meluruskan sikapdan cara berfikir anak-anak Islam seperti itu sehingga diharapkan mereka akan menjadi muslim seutuhnya.

d.      Ibadat, Imaji dan Kebudayaan
Aspek lain yang menjadi penyebab krisis kebudayaan Islam di Indonesia adalah adanya anggapan yang keliru di sementara kalangan ummat Islam yang mengasosiasikan Islam hanya sebagai “ibadat” saja dalam pengertiannya yang sempit dan dangkal. Karena selama ini imajinasi dan wawasan tentang Islam hanya diasosiasikan secara sempit (ibadat saja) oleh Ummat Islam sendiri, maka aktivitads kebudayaan kurang mendapat perhatian secara sungguh-sungguh.


2.                  Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Islam
Senada dengan himbauan Baswedan, Abul A’la al-Maududi juga menyerukan agar dilancarkan gerakan kebudayaan Islam. Maududi menyerukan kepada seluruh dunia Islam untuk menghidupkan kembali kebudayaan dan peradaban Islam.

a.       Pembaharuan Pendidikan Islam
Ada baiknya kelemahan dan kekurangan dunia pendidikan Islam di Indonesia disadari, di samping menaruh harapan-harapan atas hasil-hasil yang telah dicapai selama ini. Menyadari keadaan ini, maka pembaharuan sistem pendidikan Islam harus juga ditujukan untuk mengatasi kelemahan. Pembaharuan pendidikan Islam harus berlaku dari pendidikan Islam tingkat dasar, menengah, dan tingkat tinggi dalam suatu bangunan sistem pendidikan yang terpadu, sehingga terlihat adanya kontinuitas pelaksanaan jenjang-jenjang pendidikan yang dicita-citakan.

b.      Perguruaan Tinggi Islam dan Perubahan Masyarakat
Corak dari Universitas dan perguruan Tinggi Islam yang ada sekarang ini akan ikut menentukan bobot kwalitas pemikiran generasi muda Islam yang akan datang. Oleh karena itu lebih daripada mengajarkan hal-hal yang baru maka universitas dan perguruan tinggi harus juga mengajarkan hal-hal berikut:
-            Prinsip-prinsip perubahan masyarakat.
-            Menumbuhkan berpikir secara kritis di kalangan mahasiswa.
-         Menimbulkan optimisme di kalangan mahasiswa dengan menyadarkan bahwa ia adalah orang yang cakap dan mempunyai hari depan yang baik.
-             Mengajarkan method of approach, cara-cara untuk memecahkan suatu masalah.
-     Menanamkan disiplin intelektual, berpikir secara konsisten, dan memiliki integritas pribadi, hingga dengan demikian ia sanggup menghadapi masyarakat-masyarakat yang lebih banyak apabila mereka nanti meningglkan bangku kuliah.
-            Mengajarkan dan mengantarkan mahasiswa mencintai buku.

Dengan demikian, pada gilirannya perguruan tinggi Islam dan pendidikan Islam dapat menangkap makna gejala pembaharuan. Inilah harapan yang barangkali dikehendaki Alamsyah Ratuperwiranegara saat masih menjabat Menteri Agama RI.

c.       Cendekiawan Islam dan Pembaharuan Pendidikan
Perguruan tinggi Islam dalam melaksanakan pendidikan harus berorientasi pada pengembangan kreativitas, intelektualitas dan ketrampilan yang dilandasi keluhuran moral, watak dan kepribadian. Ia berusaha melatih para mahasiswa untuk leih bersifat direktif, mendorong mereka agar selalu berupaya maju, kreatif dan berjiwa membangun. Jika usaha dan upaya pembaharuan pendidikan Islam bermula dari gagasan dan pemikiran, maka gagasan dan pemikiran pembaharuan pendidikan Islam harus dicetuskan oleh kaum cendekiawan dan sarjana Islam.

d.      Muhammadiyah, Pendidikan dan Kebudayaan
Adalah benar pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan. Semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan suatu masyarakat/bangsa, maka semakin baik pula kualitas masyarakat/bangsa tersebut.

e.       Pendidikan Muhammadiyah
Dilihat dari satu sisi, Muhammadiyah telah ikut menyumbangkan darma baktinya yang berharga kepada perkembangan pendidikan nasional. Peranan ini sangat penting dan strategis, mengingat terbatasnya daya tampung sekolah dan perguruan tinggi negeri.
f.       Peningkatan Kualitas
Tuntutan-tuntutan terhadap pengembangan dan peningkatan intelektualitas sebagai ciri penting kehidupan akademis selalu menantang perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah. Benar bahwa selami ini Muhammadiyah telah cukup banyak memiliki kaum intelektual, tetapi tuntutan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas ini diharapkan tidak berhenti.

g.      Muhammadiyah, Wahabisme dan Kebudayaan
Faham Wahabi menyiratkan corak puritanisme Islam. Muhammad Abdul Wahab sendiri oleh sebagian penulis dipandang sebagai salah seorang pembaharu dalam Islam. Ia dipandang sebagai reformer bukan karena mengajukan pemikiran-pemikiran dan interprestasi baru tentang Islam, akan tetapi karena ia tampil sebagai penyeru yang konsisten (agar masyarakat Islam kembali kepada al-Qur’an dan Hadits). Gerakan Wahabi menolak segala sesuatu yang dilihatnya sebagai religious innovation (bid’ah), tahyul dan khurafat.

h.      Dahlan dan Wahabisme
Dialog intens Dahlan dengan ide dan pemikiran-pemikiran Wahabi dan kaum pembaharu Islam Timur Tengah lainnya seperti Jamaluddin al-Afghani daan Muhammad Abduh mendorongnya untuk melakukan pembaharuan Islam lewat Muhammadiyah di Indonesia.

i.        Defensif
Muhammadiyah dalam banyak hal sering bersikap defensif terhadap praktek-praktek tradisi dan adat budaya setempat. Sikap seperti ini merupakan refleksi dan konsekunsi logis dari watak dasar faham keagamaan Muhammadiyah yang puritan. Puritanisme telah menjadi watak dasar Muhammadiyah.

3.                  Kritik atas Pemikiran Kebudayaan Gazalba
Bagi para pengamat masalah kebudayaan di Indonesia, kususnya di kalangan ummat Islam, hampir dapat dipastikan mereka mengenal nama Sidi Gazalba. Menurut penilaian Takdir, Gazalba dengan segala kemungkinan perkembangan potensi kecerdasannya telah ikut memberikan sumbangan sangat berharga dan bernilai bagi dunia pemikiran kebudayaan.

a.       Tersebar Selama Puluhan Tahun
Ide Gazalba tentang “Islam adalah agama dan kebudayaan” sudah tersebar selama puluhan tahun (sudah 30 tahun), bahkan buku-bukunya yang memuat ide tersebut sempat menjadi literatur di Universiti Kebangsaan Malaysia, dan banyak orang, terutama kalangan pelajar / mahasiswa dan orang awam nampaknya “menerima” ide Gazalba itu.

b.      Kebudayaan Islam Bagian dari Din Islam?
Dalam bukunya, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu (buku I), Gazalba berpendapat, bahwa agama Islam dan kebudayaannya itu setingkat dan masing-masing merupakan bagian dari Islam. Ada hal yang perlu didiskusikan dari pemikiran-pemikiran Gazalba mengenai Din. Yaitu, Gazalba membedakan dan memahami bahwa din lebih luas dari agama, karena ia mengatakan bahwa agama Islam merupakan bagian dari din al-islam. Untuk menyanggah pendapat Gazalba tersebut, penulis mengutip pendirian Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan bahwa agama dan din walaupun masing-masing mempunyai arti etimologis sendiri-sendiri, namun dalam arti teknis-terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai inti makna yang sama. Tegasnya, menurut Anshari, agama (Indonesia) = din (Arab) = religie (Belanda) = religion (Inggris).

c.       Agama dan Kebudayaan Membentuk Din?
Sepanjang pemahaman saya, ibadat khas tidak dapat disebut agama, ibadat khusus bukan agama. Ibadat khusus adalah ibadah khusus, dan ia merupakan aspek dasar dari agama (din). Para sarjana Islam tidak pernah berpendapat bahwa ibadat khusus adalah agama. Pendapat seperti itu baru muncul setelah Gazalba mengumumkan idenya bahwa “Islam adalah agama dan kebudayaan”, atau “agama dan kebudayaan membentuk din”.

d.      Syari’at dan Kebudayaan
Aplikasi ajaran Islam, baik mengenai hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan manusia dengan manusia, dapat menimbulkan dan membentuk kebudayaan dalam masyarakat pendukungnya. Tetapi ajaran islam itu sendiri, termasuk yang mendengan manusia, seperti nikah, talak, rujuk dan faraid, bukan, merupaakam unsur-unsur kebudayaan.

e.       Hablum-minan-nas
Hubungan manusia dengan manusia sebagai salah satu pokok ajaran islam, senantiasa tidak ada perubahan dan pembaharuan. Sebagai buktinya kita ambil contoh tentang syari’at islam yang mengatur tentang perkawinan, talak, pembagian warisan atau jinayat, yaitu hukum-hukum tentang pidana seperti mencuri, berzina, mabuk, mendakwa berzina, pembunuhan, dan lain sebagainya. Hubungan manusia dengan manusia sebagai salah satu pokok ajaran islam tidak ada perubahan dan pembaharuan, walaupun masyarakat dan kebudayaan berubah dan berkembang.


Bagian Kedua
KEBERIMANAN DAN KEBERSENIMANAN
1.                  Agama dan Kesenian
Ummat Islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kesenian sebagai akibat dari produk pandangan sebagian ulama di masa penjajahan yang mengintroduksi suatu fatwa bahwa meniru-niru segala yang berbau adat istiadat kaum penjajah itu hukumnya haram. Pandangan dan fatwa semacam itu cukup efektif dan bisa diterima pada masa penjajahan dalam rangka konfrontasi total para ulama dan ummat islam terhadap penjajah dalam usaha ikut mengusir kaum penjajah dari bumi Indonesia. Namun, visi seperti itu perlu diubah dan diluruskan pada masa kini, bahwa seni budaya tidak dapat dilepaskan dari ajaran agama, yang wajib dikembangkan sesuai dengan jiwa dan nilai agama dan tanpa perlu melucuti prinsip-prinsip agama itu sendiri.

2.                  Posisi Kesenian Islam Kontemporer
Kesenian ummat Islam berjalan dan hidup secara tradisional, itu-itu juga, mandeg sehingga kurang menarik minat dan selera dikalangan angkatan muda. Kemudian seni budaya ummat islam juga kurang kreatif-inovatif dan variatif, ketinggalan dalam bobot dan kualitas. Kedua kemungkinan itulah yang menjadi penyebab utama mengapa sebagian generasi muda islam lebih menyenangi kebudayaan barat dan kurang menyenangi seni budaya islam.
Sebagai teraphi dari gejala ini, sudah waktunya bagi ummat Islam terutama seniman dan budayawannya menciptakan kreasi, inivasi dan varian baru seni budaya Islam medern yang memenuhi standar kualitas estetika.

3.                  Seniman, Imajinasi dan Tuhan
Untuk menjadi seorang seniman, tidak perlu melepaskan dan mencampakkan agama. Karena dalam setiap agama (apalagi Islam) jelas mengandung nilai-nilai dan kualitas seni (kesenian). Dalam agama Islam misalnya, orang tidak diharamkan mengembangkan seni budaya, bahkan Islam dengan ajaran-ajarannya selalu mendorong dan memberikan motivasi kuat untuk menumbuhkan dan mengembangkan sesuatu yang berguna bagi pengembangan dan pengukuhan spiritualitas semacam seni budaya ini.
Seniman menuntut kebebasan imajinasi dalam mencipta. Namun tidak semua hsil imajinasi dalam karya seni itu dapat kita terima, karena imajinasi itu adalah hasil daya khayal manusia beaka, kadang-kadang bermain dan menteruak dari bawah sadar. Dan hasil imajinasi itu tentu tidak mutlak kebenarannya.


Bagian Ketiga
ISLAM, MORALITAS DAN MODERNITAS
1.                  Islam dan Gemerlap Dunia Mode
Para perancang mode pakaian selalu cenderung untuk "memodernisir" potongan pakaian sesuai dengan keinginan para desainernya maka diciptakanlah pola-pola menarik sesuai dengan selera dan kreativitasnya, sebagai refleksi dari keadaan masa yang dialami dan yang didahuluinya. Hal ini dapat kita lihat betapa pesatnya perkembangan metode itu, setiap saat ada saja kreasi-kreasi baru yang dengan sekejap mata telah merata.

2.                   Moralitas Islam vs "Moralitas Baru"
Sekiranya ummat manusia menerima sistem moral Islam dan mempergunakannya dalam segala aspek kehidupan manusia, maka orang tidak akan selalu hingar bingar diributkan oleh persoalan-persoalan kriminal, serta segala bentuk permissiveness dari apa yang disebut moralitas baru itu. Karena Islam menghendaki bahkan menindas segala kemungkaran dan terus menerus menegak-laksanakan ma'rufat menuju citra ktinggian, kelestarian dan keluhuran moral.
3.                   Islam, Modernisasi dan Manusia Modern
Kata modernisasi seringkali dipakai dan mengambil tempat yang tetap dan luas di kalangan masyarakat, barangkali setelah Orde Baru muncul menggantikan Orde Lama.
Sesungguhnya untuk menjadi modern orang tidak perlu mengadaptasi gaya hidup Barat. Untuk menjadi modern juga tidak perlu mengambil alih cara hidup Barat. Namun dapat melakukan pembaruan yang bersifat inovatif dan ia membedakan dirinya dari manusia tradisional dan lebih maju hidupnya kearah yang tentunya lebih baik, serta berfikir kearah masa depan.


Bagian Keempat
ISLAM DAN KEBUDAYAAN GLOBAL
Antara abad 8-13 masehi pengaruh dan perubahan yang dibawa Islam telah merombak wajah kultural dunia menjadi suatu identitas keislaman dalam segala aspek kehidupan sosial dan kebudayaan manusia. Bahkan kebudayaan dan peradaban Islam menjadi barometer dan ukuran kemoderenan bagi bangsa-bangsa terutama di Eropa pada waktu itu.
Situasi yang melatarbelakangi dunia dewasa ini memang memungkinkan Islam untuk hadir dan tampil kembali. Barat dan kebudayaannya dnilai akan tamat, sementara itu akan muncul peradaban yang baru yang bercorak keagamaan ideal. Dalam kurun semacam itu, yang dilatar belakangi dengan semakin merosotnya dominasi Barat, suatu harapan terbentang di hadapan Islam untuk mewarnainya, membangun tatanan budaya dan kejayaan yang baru. 

C. KELEBIHAN BUKU
Buku ini menurut saya memiliki kelebihan dalam halnya memberikan paradigma terhadap budaya Islam; seperti apa kebudayaan Islam kebudayaan, bagaimana memaknai kebudayaan-kebudayaan Islam. Juga memberikan dorongan untuk ummat Islam agar inovatif dalam melestarikan serta mengembangkan budaya Islam. Buku ini juga kritis dan lugas dalam membandingkan (dengan budaya lain) serta berpendirian dalam hal mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Islam. 

D. KELEMAHAN BUKU
Buku ini memiliki sedikit kelemahan jika dijadikan rujukan terhadap masalah-masalah baru seperti masa-masa sekarang (2012) karena masalah yang diangkat merupakan sudah menjadi masalah-masalah lama. Mungkin buku ini akan lebih baik jika dilakukan revisi terhadap masalah-masalah baru seperti saat ini, dan lebih dispesifikan permasalahan-permasalahannya. Serta mungkin akan lebih sempurna juga, jika mau mengangkat masalah dari masa lalu, itu dengan menyinggung kebudayaan Islam di Indonesia pada masa-masa kerajaan Islam di Indonesia.
SEKIAN

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Muhammad Abdul Rozak

buku itu emang bagus, tapi tidak semua orang menjadi berubah pikiran secara total apabila membaca buku tersebut...
karena pemahaman dan keinginan dan usaha untuk mencari ilmu islam dan perubahan dari islam itu yang terpenting....

muhammad alfian mengatakan...

bagaimana cara kita untuk memaksimalkan potensi rasio kita untuk mengembangkan kebudayaan asli Islam yang sesuai dengan keadaan masyarakat yang notabene modern...

mari kita renungkan,,,

muhammad alfian (09410080) :)

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons