Rabu, 11 April 2012

Review Buku: Nurul Sholikhah Rahmawati

Review Buku
Nama : Nurul Sholikhah Rahmawati
NIM / NPK : 09410047/ 09

Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis
Karya: Dr. Faisal Ismail, MA

Buku yang berjudul Kebudayaan Islam Studi kritis dan refleksi historis ini merupakan kumpulan karangan makalah lepas. Antara bagian yang satu dengan yang lainya barangkali tidak bisa menjadi satu bagian yang utuh secara sempurna. Meskipun demikian setiap bagian serta bab dalam buku ini masing-masing mengandung benang merah yakni: secara keseluruhan ia membicarakan persoalan moralitas, agama, dan kebudayaan.
Dalam kesempatan ini saya akan mencoba untuk mengangkat sebuah isu yang ada di dalam bagian kedua di buku ini yaitu tentang Agama dan kesenian dan posisi kesenian Islam kontemporer.
Sebelum menuju kepada bagaimana posisi kesenian islam kontemporer ini, sebaiknya kita melihat dulu bagaimana akibat dari subordinasi kesenian kepada agama, akibat negatifnya diantaranya adalah terikatnya bentuk dan isi kesenian kepada agama yang berpretensi abadi, timbul ketegangan antara nilai-nilai agama termasuk hukum-hukumnya yang keras dengan nilai-nilai kesenian yang longgar, penggunaan kesenian untuk tujuan praktek agama akan membatasi ruang gerak kesenian, dan kebebasan mencipta terganggu oleh ingatan tentang norma-norma. Akan tetapi diantara begitu banyaknya dampak negAative itu subordinasi itu juga mengakibatkan dampak positif. Yaitu, akan ada dasar yang kuat untuk memperkembangkan kesenian karena betapapun kesenian harus selalu menggandung nilai-nilai.
Yang selanjutnya kesenian terhadap agama juga mempunyai pengaruh, diantaranya ; pernyataan-pernyataan dalam kesenian sering mengacaukan ajaran-ajaran agama, hasil kesenian kadang-kadang disucikan sebagai bentuk ibadah, dan akidah-akidah agama sering ditaklukan oleh perkembangan kesenian. Sedangkan segi positifnya adalah nampaknya sosok kebesaran agama yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Dengan mengetahui beberapa pengaruh dari subordinasi antar seni terhadap agama begitu juga sebaliknya maka kita dalam memadukan antara keduanya harus benar-benar memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk agar menjadikan keduanya bermanfaat bagi yang lain dan pengaruh-pengaruh negatifya dapat diminimalisir. Management itu bisa dilakukan dengan mempertimbangkan adanya pemikiran kesenian dilingkungan keagamaan dan ikut serta dalam perkembangan kesenian dan pemikiran dunia. Umat Islam harus mampu mengkreatifkan ajaran-ajaran agama secara maksimal dalam seluruh gerak kesenian dan kebudayaan Islam modern yang dapat memenuhi standar kualitas objektif, dan tetap berjiwa Islam.
Dalam bagian berikutnya tentang posisi kesenian Islam kontemporer, Kuntowijoyo sudah memprediksi tentang situasi kesenian Islam dan prospeknya sebagai berikut: “kemacetan kesenian Islam di Indonesia tidak diragukan lagi. Ada gejala bahwa kesenian Islam di Indonesia akan macet bahkan akan lenyap sama sekali”. Pendapat itu mungkin terlalu berlebihan, akan tetapi sebab dari gejala-gejala itu memang ada. Sebab itu diantaranya: umat Islam belum banyak mempunyai kesempatan yang begitu leluasa untuk menggembangkan potensi keseniannya berhubung baru lepas dari cengkraman penjajah yang berabad-abad lamanya, yang telah mengeksploitasi pertikaian dan pertentangan mahzab. Sebab yang lain yaitu umat Islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kesenian sebagai akibat dari produk pandangan sebagian ulama dimasa penjajah.
Dan dalam kenyataannya gejala-gejala kemacetan itu nampaknya sudah mulai terlihat dalam kehidupan cultural umat Islam sejak lama. Umat Islam yang sangat berbangga-bangga dengan mayoritas jumlah pengikutnya akan tetapi terlalu miskin dalam bidang seni budayanya, karena umat islam tidak hadir secara kreatif dalam kehidupan cultural masa kini.
Kemajuan science dan teknologi semakin menyingkap, memeperjelas dan mempertegas kebenaran Islam, karena Islam sangatlah mengehargai akal fikiran. Akan tetapi remaja atau kaum muda Islam kita sudah banyak yang terbius oleh penetrasi kultur barat yang mendengungkan slogan I‘art pour I’art (seni untuk seni). Angkatan muda kita mereka sok modern, kebarat-baratan, sementara mereka begitu antipati dan menjauhi sebi budayanya sendiri yang bernafaskan Islam. Mereka mungkin lebih terpesona dan menyenangi film-film porno, lagu-lagu erotis, nyanian dan tari yang tidak memperlihatkan etik Islam, sebaliknya mereka kurang menggandrungi kesenian Islam.
Melihat adanya gejala-gejala itu Faisal mencoba mendiagnosis beberapa kemungkinan yang akan terjadi terhadap posisi kesenian Islam kontemporer. Yang pertama, kesenian umat Islam berjalan dan hidup secara tradisional, itu-itu juga, mandeg, sehingga kurang menarik minat dan selera dikalangan angkatan muda. Kedua, seni budaya umat islam kurang kreatif-inovatif- dan variatif, ketinggatan dalam bobot dan kualitas.
Untuk menaggapi gejala-gejala tersebut terutama seniman dan budayawan harus menciptakan kreasi, inovasi, dan varian baru seni budaya Islam modern yang memenuhi standar kualitas estetika agar prediksi dari kuntowijoyo bahwa kesenian islam akan macet itu tidak terjadi. Dan kesenian Islam bisa terus berkembang dan bertahan di masa depan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Ada beberapa pandangan yang mengenai subordinasi kesenian terhadap agama. Jika Alasan akibat mengenai subordinasi kesenian terhadap agama seperti yang telah disebutkan di atas, maka nampaknya justru perlu adanya Subordinasi kesenian erhadap agama. kesenian memang bersifat longgar, tetapi justru itulah potensi negatif dari kesenian sehingga diperlukan subordinasi untuk mengarahkan nilai-nilai kesenian kepada hal positif.

Ridwan Nur Kholis (09410056)

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons