Senin, 26 Maret 2012

resume buku Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis Dan Refleksi Historis Karya Dr. Faisal Ismail MA.


OLEH             : MUHAMMAD ALFIAN
NIM                : 09410080
KELAS          : PAI F
Sumber: Buku Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis Dan Refleksi Historis Karya Dr. Faisal Ismail MA.

A.    ISLAM DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA
1.      Potret kebudayaan islam di indonesia
Buku paradigma kebudayaan islam, studi reflektif dan historis karya dr. faisal ismail menitik beratkan pembahasannya pada keadaan kebudayaan islam pada masa sekarang yang tinjauannya diangkat dari kondisi real dari kebudayaan islam ini sendiri. Pada pendahuluan pembahasannya, dr. faisal mengangkat potret umat islam yang dikutibnya dari ceramah W.S. rendra. Dalam ceramahnya tersebut, renra mengatakan bahwa umat islam zaman sekarang sudah kehilangan kebesarannya, umat islam memang besar tapi kebesarannya ini tidak kelihatan. Dikatakan pula bahwa umat islam sudah kehilangan eksistensinya dalam peradaban sekarang, sejarah masa lalu yang gemilang sudah kurang Nampak dan kontras berbeda dengan keadaan umat islam sekarang, dan catatan terakhir yang dikatakan oleh rendra bahwa umat islam sekarang menjadi umat yang tertutup, tidak mau menerima kritikan dan terkesan menjadi ”sunyi dalam keramaian” karena kehilangan komunikasi dengan dunia luar.
Selanjutnya, faisal ismail mengkritik tentang fanatisme mazhab yang menyebabkan banyaknya pertikaian didalam umat islam sendiri. Ini mengakibatkan umat islam menjadi lemah dari dalam dan dipergunakan oleh rezim yang melihat keadaan ini untuk menyerang umat islam sehingga menyebabkan umat islam tidak bisa berkembang, dan tidak mampu menjawab kebutuhan umat dan zamannya. Produk budaya dari umat islam belum terlihat karena habisnya energy mereka mengatasi pertikaian yang sebenarnya tidak perlu.
Dalam bahasan selanjutnya, faisal membahas tentang kebudayaan islam di Indonesia yang tidak ada sama sekali (nol besar). Katanya, walaupun saat sekarang pertikaian antar mahzab sudah jarang terjadi, namun keadaan umat islam dalam segi kebudayaannya sungguh tidak terlalu mengembirakan. Bisa dikatakan, umat islam kurang respect terhadap hal-hal yang berbau budaya. Sementara geliat budaya barat mulai mengobar dan mulai merangsek masuk hingga kedalam kebudayaan umat islam. Jadilah generasi muda islam, sebagai penerima budaya barat ini mulai hidup dengan ala baratnya dengan alasan “modern” dan mereka cenderung nyaman dengan hal ini. Budaya asli islam khususnya Indonesia yang ketimuran (menjunjung tinggi sopan santun) rusak dan ternodai dengan masuknya budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan dan hedonism. Seharusnya masalah ini bisa ditanggulangi jika para pendidik islam bisa menyadarkan pandangan generasi muda akan budaya yang baik dan benar, dan seharusnya lah umat islam sendiri dapat meng up-grade kebudayaanya yang sesuai dengan keadaan zaman tanpa harus merusak nilai-nilai ke-islaman yang suci.
Aspek lain yang menyebabkan kebudayaan islam menjadi kurang berkembang adalah adanya persepsi yang menyatakan bahwa islam hanya mengatur kegiatan peribadatan saja, sehingga aspek-aspek lain semisal budaya kurang diperhatikan umat islam. Islam, sebenarnya tidak sempit (bukan peribadatan saja) tapi mencakup semua lini kehidupan, bukan hanya membicarakan tentang masalah akhirat, tapi juga membicarakan kemashlahatan kehidupan di dunia. Islam tidak membenarkan kehidupan yang berat sebelah, semuanya harus seimbang. Perspektif pemikiran seperti inilah yang seharusnya ditumbuhkan, untuk menumbuhkan ide-ide kreatif pembaruan untukmengganti lini kehidupan islam yang kurang berkembang.
2.      Strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan islam
A.R. baswedan menyatakan bahwa pengembangan museumbudaya islam harus diiringi dan ditunjang dengan gerakan kebudayaan.baswedan mengingatkan pada politisi dan perkumpulan-perkumpulan islam tentang masalah penting ini, karena ihwal kebudayaan adalah masalah yang sangat vital dalam pengembangan islam. Selanjutnya baswedan mengatakan pula bahwa sudah saatnya ditampilkan generasi-generasi muda islam guna ikut berperan aktif dalam menggerakkan kebudayaan islam bagi pembangunan bangsa.
Senada dengan himbauan baswedan, abul a’la al-maududi juga menyerukan kepada seluruh dunia islam untuk menghidupkan kembali kebudayaan dan peradaban islam. Ini semua tergantung umat islam sendiri, mampu atau tidak. Jika tidak mampu, sudah dapat dipastikan kebudayaan islam akan terapung-apung diantara derasnya budaya sekuler, tersendat-sendat diantara tata nilai budaya sekuler, sehingga nasibnya memprihatinkan.
Akan tetapi, jika umat islam mampu menghidupkan kembali dinamika kebudayaan dan peradabannya, maka makna kebangkitan islam yang dicanangkan mulai abad 15 hijri merupakan awal pertanda baik. Bahwa makna kebangkitan islam dalam suatu segi harus diartikan dan ditopang dengan kebangkitan cultural umat islam. Dalam kerangka pemikiran seperti ini, maka seruan baswedan dan al-maududi selayaknya mendapatkan respon, dukungan dan partisipasi dalam mewujudkan amal-amal cultural yang berarti dan berbobot.
Strategi kebudayaan dalam suatu segi harus bermakna dan berintikan pembaharuan pendidikan islam, karena pendidikan merupakan sub-sistem dalam satuan budaya. Dari corak dan mutu pendidikan inilah dapat diamati kualitas intelektual dan cultural umat islam di masa depan. Bertolak dari pemikiran semacam ini, menurut faisal pembaharuan pendidikan islam merupakan suatu keharusan, guna membentuk pilar-pilar kebudayaan masa depan yang kukuh dan kuat memopong bangunan islam dan umatnya.
Kelemahan dari pendidikan ini mungkin bisa dirasakan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Yang menjadi sorotan antara lain sikap berpikir yang masih dangkal atau semacam krisis intelektual yang mencengkram umat islam di Indonesia. Maka dari itu perlu perubahan dan pembaharuan system pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan umat, mempertajam daya pikir, mengasah keterampilan intelektual, meningkatkan keluhuran moral, sehingga pemikir-pemikir islam yang bermutu dapat banyak dihasilkan. Mereka diharapkan mampu menggerakan dan mengamalkan amal-amal kebudayaan sebagai misi suci sejarah ummat masa depan.
3.      Kritik atas pemikiran kebudayaan gazalba
Dalam bulu paradigm kebudayaan islam inipun, faisal menyajikan kritiknya pada pemikiran gazalba, seorang yang dikatakan cerdas sebagai seorang budayawan, dan mampu menyajikan uraian tentang islam dan kebudayaan dengan bahasa yang lincah, bersih dan segar. Dan yang menjadi pokok kritikan faisal adalah ide pokok yang dianut secara fanatic oleh gazalba, yaitu “islam adalah agama dan kebudayaan”.
Dalam kritikannya faisal mengungkapkan argument bahwa ide pokok yang dianut oleh gazalba ini mengandung kesalahan yang fatal. Secara umum, Faisal mengkritik tentang pandangan Gazalba yang menyatakan bahwa agama (Islam) dan kebudayaan (Islam) berintegrasi dan membentuk dien. Menurut faisal, dien itu adalah agama itu sendiri, bukan hasil campuran dari beberapa macam unsur, yang sumber utamanya berasal dari wahyu. Kebudayan merupakan hasil dari dien itu sendiri, hasil dari berjalannya dien yang dianut dan dipahami oleh umat. Dan ditekankan oleh faisal bahwa syariat agama yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunah bukan merupakan sebuah hasil budaya (kebudayaan).
B.     Keberimanan dan kebersenimanan
1.      Agama dan kesenian
Sastrawan-sejarawan kontowijoyo, banyak menyoroti masalah-masalah di seputas dunia seni-budaya Islam di Indonesia, yakni mengenai: subordinasi kesenian kepada agama dan akibat-akibatnya, kemiskinan dan gejala-gejala macetnya kesenian islam, dan beberapa rekomendasi untuk memperkembangkan kesenian islam.
a.       Subornasi kesenian kepada agama
Subornasi kesenian kepada agama menimbulkan akibat-akibat yang menyangkut kedua symbol itu. Terhadap kesenian akibat negatifnya adalah:
1)      Terikatnya bentuk dan isi kesenian kepada agama yang berpretensi abadi;
2)      Timbul ketegangan antara nilai-nilai agama termasuk hukum-hukumnya yang keras dengan nilai-nilai kesenian yang longgar;
3)      Penggunaan kesenian untuk tujuan praktek agama akan membatasi ruang gerak kesenian;
4)      Kebebasan mencipta terganggu oleh ingatan tentang norma-norma.
Adapun segi positifnya adalah adanya dasar yang kuat (norma agama) untuk memperkembangkan kesenian karena betapa pun kesenian harus selalu mengandung nilai-nilai.
Terhadap agama, kesenian mempunyai pengaruh yang negative pula, diantaranya adalah:
1)      Pernyataan-pernyataan dalam kesenian sering mengacaukan ajaran-ajaran agama, misalnya kekacauan semantic;
2)      Hasil kesenian kadang-kadang disucikan sebagai bentuk ibadah,
3)      Akidah-akidah agama sering ditaklukan oleh perkembangan kesenian.
Sedangkan segi positifnya adalah nampaknya sosok kebesaran agama yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Dari diskusi ini diambil kesimpulan bahwa kesenian hendaknya harus dikaitkan dengan agama untuk meminimalisir keliberalan dari seni. Tapi diperlukan managemen yang mumpuni untuk dapat mengatasi segi-segi negative dari seni ini dengan menggunakan agama sebagai alat proteksinya. Hal-hal yang akhirnya dapat dipertimbangkan adalah: (1) adanya pemikiran kesenian di lingkungan keagamaan, (2) ikut serta dalam perkembangan kesenian dan perkembangan kesenian dan pemikiran dunia.
b.      Macetnya kesenian islam
Diantara yang mungkin bisa menyebabkan macetnya kesenian islam ini adalah umat islam belum banyak mempunyai kesematan yang begitu leluasa untuk mengembangkan keseniannya berhubung baru lepas dari cengkraman penjajah (pada saat itu masih tahun 80an) yang berabad-abad lamanya, yang telah mengeksploitasi pertikaian dan pertentangan mazhab.
Sebab lainnya adalah umat islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kesenian sebagai akibat dari produk pandangan para ulama masa penjajahan yang menyataan bahwa meniru-niru segala yang berbau adat istiadat kaum penjajah adalah haram. Namun, visi seperti ini seharusnya diubah dan diluruskan bahwa seni budaya tidak dapat dilepaskan dari ajaran agama, yang wajib dikembangkan sesuai dengan jiwa dan nilai agama dan tanpa perlu melucuti prinsip-prinsip agama itu sendiri.
Tapi, terlepas dari sebab diatas, tantangan terhadap kesenian islam ini dating dari gempuran seni-budaya berat yang sekuler, bukan dari ajarannya tentang ketuhanan. Alternative yang mungkin diambil adalah umat islam harus mampu bersikap “kreatif” untuk menumbuhkan dan menggerakan seni-budaya islam yang modern, yang dapat memenuhi “standar” kualitas objektif dan tetap berjiwa islam.
c.       Rekomendasi untuk mengembangkan kesenian islam
Kuntowijoyo mengungkapkan beberapa rekomendasi, antara lain:
1)      Subornasi kesenian kepada agama harus diartikan sebagai tanggungjawab pribadi seniman kepada Allah
2)      Kualitas primer kesenian sebagai pernyataan pribadi harus mendapat tempat diatas kualitas-kualitas sekunder lain
3)      Otonomi yang luas sehingga kehidupan kesenian mempunyai cara berkembang sendiri
4)      Kesenian diartikan sebagai kesenian individual bukan kesenian kolektif
5)      Aspek kreatif dari agama lebih dipentingkan dari pada aspek normatifnya
6)      Kesenian islam harus bernilai universal bukan semata-mata kesenian suatu kelompok tertentu. Islam adalah rahmatan lil-‘alamiin;
7)      Dalam masyarakat, terbuka kemungkinan terjadinya hubungan dan saling mempengaruhi, dan itu harus diterima sebagai hal yang wajar. Islam menuju masyarakat terbuka, bukan tertutup
8)      Pendalaman ajaran-ajaran islam oleh seniman-seniman melalui pertemuan dan tukar pikiran dengan para ulama.
2.      Posisi kesenian islam kontemporer
Gejala-gejala “kemacetan” seperti yang dikatakn diatas sepertinya mulai tampak dalam kehidupan cultural umat islam sejak lama. Umat islam sangat bangga dengan mayoritas jumlah pengikutnya adalah terlalu miskin dalam bidang seni budayanya, suatu ketimpangan dan kepincangan yang sangat serius, karena umat islam tidak hadir secara kreatif dalam kehidupan cultural.
Keadaan ini diperparah dengan serangan sini-budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan dan terlihat sangat menggiurkan, tanpa norma dan hanya mementingkan yang mereka sebut keindahan, dengan semboyan art for art (seni untuk seni). Payahnya, serangan ini langsung mengena pada jantung umat islam, yaitu kaum muda islam. Sudah sangat terihat sekarang, mereka Cuma numpang label islam di KTP (kartu tanda penduduk)nya, dengan kelakuan dan sikap yang kebarat-beratan. Mereka nyaman dengan seni yang disuguhkan oleh barat, semisal free seks, free live, blue film, lagu-lagu erotis, mode yang aduhai, goyangan yang sensual, baju yang dikatakan menutup juga tidak (tank top), k-pop, harazuku style, gila korea (ketiga terakhir walaupun bukan produk barat, tapi kehadirannya demikian memilukan umat islam), yang kesemuanya sangat jauh dari norma, nilai lebih-lebih prinsip dasar ajaarn islam.
Faisal, mendiagnosis gejala seperti diatas dan mendapatkan dua kemungkinan. Pertama, kesenian umat islam berjalan dan hidup secara tradisional, itu-itu saja, mandeg sehingga kurang menarik perhatian dan minat kaum muda. Kedua, seni-budaya umat islam kurang kreatif dan inovatif serta kurang variatif. Ketinggalan dalam bobot dan kualitas. Dan kemungkinan itulah yang menjadi penyebab utama mengapa sebagian generasi muda islam lebih menyenangi seni-budaya baraat dan kurang menyenagi seni budaya islam.
Maka sebagai terapi terhadap gejala inisudah waktunya bagi umat islam terutama budayawan dan senimannya untuk menciptakan kreasi, inovasi dan varian baru seni budaya islam modern yang memenuhi standar kualitas estetika.
Jika diperhatikan dewasa sekarang, geliat kesenian islam mulai terasa. Ini dibuktikan dengan banyak bermunculan penyanyi-penyanyi baik solo mapun grup yang membawakan lagu dan menciptakan lagu yang bernapaskan islam, walaupun kebanyakan hanya memanfaatkan keadaan untuk meraih keuntungan. Busana “islami” pun sudah mulai memperlihatkan “gigi”nya dengan menampilkan jenis dan mode yang bagus dan indah, tapi tetap menjunjung tertutupnya aurat. Jilbab yang dulunya pernah dikatakan sebagai suatu yang kuno, sekarang sudah mulai banyak yang “memakai”nya kembali, tentunya dengan varian yang beraneka jenis, dengan paduan warna yang menarik serta tidak menampakkan sifat “kuno”nya. Masih banyak lagi kesenian islam yang pada zaman sekarang sudah mulai dikembangkan dengan berbagai macam inovasi dari penciptanya serta mulai menarik perhatian dari kaum muda, yang mungkin bisa mengimbangi budaya barat yang “mengotori” kesucian seni-budaya asli bangsa yang luhur.
Banyak dari para pelaku seni (seniman), sering merasa agama menjadi penghalang mereka untuk berekspresi, dan cenderung merasa terkekang dengan ajaran agama yang dianutnya sehingga sering terjadi dimana seniman memberontak dari ajaran agamanya untuk mengekspresikan kebebasannya.
Keadaan seperti ini merupakan keadaan dimana seorang seniman berlaku “sok” dan gagah-gagahan, karena pada kenyataan perjalanannya agama (khususnya islam) bukanlah merupakan kekangan dan penjara bagi ekspresi seni. Agama bahkan menjunjung tinggi nilai kesenian dan keindahan. Hasil seni yang menganggap agama sebagai kengkangan kebebasan pasti akan menimbulkan suatu hasil yang indah tapi tidak bermakna dan “kotor”, bahkan bisa dikatakan tidak memiliki faedah apa-apa.
Kabebasan dalam berekspresi dalam hal seni sebenarnya sangat dianjurkan, tapi kita pun harus mengerti bahwa kebebasan punya batas. Kebebasan yang mentramkan, bukan kebebasan yang sbebas-bebasnya yang akhirnya akan menimbbulkan sebuah ketidakmanfaatan. Bukan kebebasan yang tak terbatas, tapi kebebasan dalam aturan-aturan, dalam norma-norma dan dalam ajaran agama (kebebasan yang tidak melanggar hal tersebut). Karena semuanya harus berada dalam koridor yang teratur, bukan seenaknya sendiri, karena kita hidup bermasyarakat, bukan hidup sendiri.
Senjata paling ampuh yang sangat dibangga-banggakan oleh para seniman adalah apa yang disebut “imajinasi”, kebebasan berimajinasi dalam mencipta, itulah yang mereka inginkan. Tapi, perlu diingat dalam berimajinasi, kadang kita bias salah kadang pula bias benar. Apalagi jika menyangkut dan menyinggung agama dan akidah. Kebebasan berimajinasi semisal dengan menggambar wajah nabi Muhammad jelas akan menyinggung ummat islam, baik yang awam maupun yang khawas, karena hal ini merupakan hal yang “menghina” bagi mereka.  Kebebasan berimajinasi memang dibolehkan bahkan diharuskan, tapi kita pun harus menghargai keyakinan, kepercayaan dan akidah orang sebab ia hidup didalam masyarakat yang mempunyai taraf-latar belakang kepribadian, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan dan akidah yang menjadi anutannya.
Islam secara jelas melarang pengvisualan Allah, malaikat,nabi dan rasulnya. Allah terlalu agung untuk divisualisasikan, terlalu “maha” untuk diimajinasikan sebab akal manusia tidak akan mampu menjangkaunya. Nabi dan rasulpun dilarang untuk dividualisasikan baik dalam bentuk gambar maupun patung karena merupakan penyimpangan dari akidah. Inipun karena akan dikhawatirkan gambar, ataupun patung dari para nabi dan rasul akan menjadikan orang berkelakuan yang bertentangan dengan akidah seperti pemujaan terhadap gambarnya, pengkramatan ataupun kultus yang memang tidak dibenarkan dan dilarang oleh islam. Dikhawatirkan apa yang terjadi pada zaman jahiliah terulang (pengimajinasian tuhan oleh orang jahiliah menjadikan mereka memvisualisasikannya ke bentuk berhala dan mereka sembah sendiri). Walaupun tujuannya untuk dijadikan perantara pada yang maha esa, ini tidak dibenarkan karena setiap orang bias langsung dapat mengabdi dan menyembah dimanapun dan kapanpun.
Tuhan sebenarnya bukan penafsiran kita dalam pikiran kita, bukan apa yang ada dalam imajinasi kita, dimana kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadanya. Sebenarnya tuhan yang seperti dalam pikiran kita itu adalah tuhan yang tidak objektif. Tuhan yang sebenarnya adalah tuhan yang kita yakini dengan sepenuh hati mempunyai kuasa atas diri kita, mempunyai kuasa atas apa yang Dia ciptakan, mengatur, menata dan memberikan kasih kepada mereka semua. Tuhan yang kita yakini itu akan memberikan pengaruh dalam hidup kita untuk berubah dan bergerak untuk menjadi lebih baik, bukan hanya sekedar imajinasi kita.
C.       Islam, moralitas dan modernitas
1.      Islam dan gemerlap dunia mode
Dunia mode adalah dunia yang penuh pesona, dunia mode adalah dunia yang penuh dengan kegemerlapan. Uangkapan yang memang sangat pas untuk mode. Faisal menyebutkan banyak hal yang berkaitan dengan dunia mode ini mulai dari bentuk pakaian pria dan wanita yang berkembang dari zaman-kezaman, tentang mode yang menjadi penyakit mental epidemic (dimana orang hanya mengikuti mode tanpa mempertimbangkan baik buruknya), merangseknya mode hingga kepelosok desa, fashion show, kontes kecantikan, yang munkin terlewatkan adalah bentuk rambut dan make-up.
Islam sendiri sebenarnya tidak membatasi pengembangan mode ini, asal sesuai dengan ajaran yang ada dalam islam. Semisal tentang pakaian wanita, tidak ada masalah mau mendesain pakaian yang seperti apa modelnya, bentuknya asalkan menutup aurat dan tidak menonjolkan aurat wanita. Disini hanya perlu kreativitas kita. Tidak pula kita harus ikut-ikutan dengan memakai pakaian model arab atau turki, jika kita bias menciptakan model pakaian khas Indonesia yang islami (tidak menampakkan aurat) jelas ini lebih bagus dan kreatif. Begitupan dalam lini mode lainnya.
Di dunia barat, ada yang disebut sebagai flower children, anak muda yang hidup seenaknya dengan “gaya” mereka sendiri. Anak muda ini merindukan dunia yang damai dimana setiap manusia adalah pelindung sekaligus saudara. Mereka cenderung merasa “tidak aman” dengan kaum tua mereka yang menurut mereka telah berbuat banyak dosa dan kerugian bagi mereka.
Mereka bukanlah anak yang bodoh, tapi malah adalah orang yang jenius. Siapa yang bias menyanggah kalau otak kaum muda barat itu cerdas. Mereka betul-betul disiapkan untuk menjadi orang yang berilmu dan diciptakan untuk tujuan kemakmuran bangsanya. Tapi, disampin itu semua, ternyata jiwa mereka kosong, yang terisi hanya intelegensianya saja tapi jiwanya nol besar. Itulah yang menyebabkan mereka banyak berbuat sesukanya, melanggar moral dan lain sebagainya. Lalu, siapa yang harus disalahkan? Mereka sendiri atau orang tuanya yang tidak mengerti akan perkembangan jiwa mereka, yang hanya mementingkan kecerdasan otak mereka.
Dan banyak dari flower children ini bergerak untuk mengisi jiwa mereka yang kosong. Salah satu caranya adalah mencari ketenangan jiwa dari ritus agama, mereka sebenarnya bukan orang yang tak paham akan artinya keindahan agama, tapi mereka memang tidak diarahkan kesitu. Mereka terlihat tenang ketika melakukan meditasi dengan memejamkan mata dalam ramang senja. Suatu saat nanti, mereka pasti akan lebih sadar tentang pengisian jiwa mereka ini dengan mencari dan kembali dalam damainya agama, karena kapitaisme dan liberalism sudah tidak mampu menjawab mereka. Maka salah satu tugas islam, sebagai agama yang ajarannya paling lengkap dan menentramkan, untuk dating pada mereka, untuk mencerahkan mereka, manusia sesame ciptaan Allah.
Didunia barat, seperti yang sudah kita tahu, sudah ada sebuah system moral baru yang disebut sebagai “moralitas baru”, yang dimana system moral ini tidak mempunyai larangan dan aturan apapun. Semuanya “semaunya sendiri” terlepas dari aturan agama, norma-norma yang umum berlaku. Seks bebas, kehidupan malam, penyelewengan seksual, pornografi, kekerasan, drugs, itulah wacana mereka sehari-hari. Payahnya wabah moral baru ini sudah melintas dengan semaunya di Negara kita, yang kita terima begitu saja, semisal kehidupan malam, drugs, seks bebas, kekerasan seksual, itulah wacana yang masih hangat menyebar sekarang.
Berbeda dengan itu, moralitas islam yang sudah kita tahu merupakan sesuatu yang sangat indah dengan adanya aturan-aturan tentang hubungan antara lawan jenis, baik-buruk, halal-haram, merupaka sesuatu yang ideal dan merupakan sebuah moral dan perilaku yang sangat ideal dengan aturan yang memang baik dan diperuntukan untuk itu, bukan untuk mengekang atau memaksa, tapi untuk terciptanya keteraturan. Sekiranya semua ummat manusia menerima system moral islam dan mempergunakannya dalam segala aspek kehidupan manusia, sudah bias dipastikan keteraturan akan tercipta, dan aksus-kasus seperti seks bebas, pembunuhan dan yang lainnya pasti akan terminimalisir dari muka bumi ini.
Dalam kaitannya dengan modernisasi, islam mengambil tiga kesimpulan yatiu: (1) modernisasi bebeda dengan westernisasi, islam tidak menolak modernisasi karena itu memang sebuah keharusan dalam perubahan zaman. Tapi, islam menolak westernisasi karena pandangan dan cara hidupnya hanya berorientasi pada duniawi. (2) ummat islam tetap bias menjadi masyarakat modern dengan tetap memegang dan ajaran islam karena manusia modern bukan yang bercorak hidup kebarat-baratan tapi manusia yang sadar akan perubahan zaman. (3)islam dapat menggunakan unsur-unsur kebudayaan barat, tapi, tentunya yang bernilai positif dan barmanfaat bagi umat semisal ilmu pengetahuan dan tekhnologinnya.
D.      Islam dan kebudayaan global
Kebudayaan islam memulai kejayaannya semenjak masa madinah yang dipimpin oleh rasulullah SAW. Sendiri dan ujungnya sampai pada masa dinasti-dinasti kecil kerajaan islam. Banyak sekali kebudayaan islam yang diciptakan mulai dari arsitektur (masjid, gedung kerajaan, dan yang lainnya), pola pemerintahan, pola pengaturan rakyat dan daerah kekuasaan, pola tata kota yang indah, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, ilmu politik, kesusastraan dan syair (sajak-sajak islam), pola belajar, dan lain sebagainya yang menjadikan kebudayaan islam pada masa itu sebagai kiblatnya kebudayaan dunia. Dan kesemuanya yang telah disebutkan itu telah memberi pengaruh yang besar terhadap berkembangnya kebudayaan dunia, dan dari kebudayaan yang dibagun Islam inilah, barat yang pada saat itu masih dalam keadaan terpuruk bias bangkit, dan memulai cikal-bakal reinesancenya (yaitu masa awal kebangkitan barat).
Mempelajari dan merenungi kembali masa-masa ke-emasan islam ini bukanlah hanya untuk dijadikan romantisme sejarah atau bahkan untuk menghibur diri dalam keadaan kebudayaan islam sekarang, tapi harus bias dijasikan pelajaran dan pembangunan kembali kepercaayaan diri bahwa kebudayaan islam bias kembali lagi seperti dulu, dengan mempelajari dan merekonstruksi apa yang pernah dilakukan para pengatur kebudayaan islam pada zaman keemasannya, dan bias kita terapkan hasil rekonstruksi nilai tersebut, agar  kebudayaan islam zaman sekarang tidak “terpuruk” terus.
Dalam situasi kebudayaan barat  sekarang yang sedang mengalami proses “penghancuran diri sendiri”, sebenarnya terbuka kesempatan yang sangat baik bagi islam dalam mewarnai caorak dan sosok kebudayaan baru yang akan mengganti kebudayaan barat nanti. Umat islam tidak boleh berdiri pasif diluar arena proses perubahan dan pergantian ini. Sebalinya umat islam harus mampu bersikap aktif-kreatif dalam pergulatan dan pergumulan kultural ini.
Kebangkitan kembali kebudayaan islam sebenarnya sudah harus dimulai dan dilakukan umat islam zaman sekarang, dan kegiatan-kegiatan yang sudah menandakan hal itu sudah mulai kelihatan. Proses kebangkitan kebudayaan islam pada saat sekarang memang sudah terasa. Mode “islami” sudah mulai berkembang dan sudah tidak jadul, lembaga pendidikan islam sudah banyak yang berdiri dengan keadaan yang luar biasa, dunia bisnis islam yang mulai berkembang, mulai hilangnya paham zumud dan berkembangnya rasionalitas untuk menghadapi tantangan zaman dan lain sebagainya.
Sebenarnya, kebangkitan islam dan kebudayaannya tergantung kepada umat islam sendiri, tergantung pada amal-amal kultural yang dilakukannya. Tanpa amal-amal kultural, kebangkitan kebudayaan islam akan hanya merupakan harapan dan pengandaian, walaupun ada kesempatan yang bagus untuk itu.
Toynbee (ananda, 1977:51) mengatakan: sekarang ini pengharapan kita untuk menolong peradaban dunia hanya tinggal pada islam yang masih sehat, kuat, belum telumuri kebenarannya dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dibawanya sebagai modal untuk menolong seluruh dunia kemanusiaan.
Pertanyaan penyusun tulisan ini, “MAMPUKAH KITA SEBAGAI UMAT MUDA ISLAM MEWUJUDKAN HAL INI UNTUK KEBANGKITAN MASA KITA NANTI”?

Wallahu’alam..




10 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

hasil resensi sahabat alfian dari buku yang berjudul paradigma kebudayaan islam karya faisal ismail ini memang sangat mengkritisi kebudayaan umat islam pada umumnya dan bangsa indonesia pada khususnya. disini saya lihat bahwa kebudayaan yang ada di indonesia saat ini sangat memperihatinkan karena tidak punya jati diri dan kebanyakan berkiblat kepada barat karena pengaruh globalisasi. umat islam hanya KTP nya saja tetapi tidak mencerminkan budaya islam yang santun, menghormati oranglain, tepo seliro serta ssemakin pudarnya kearifan lokal, mereka semua lebih memetingkan diri sendiri dan kepentingan golongan. maka setelah membaca resensi ini kita tergugah dari kenyaman yang ada saat ini dan cobalah menilik sejarah dimana nabi pernah memimpin dunia islam yang beradab serta berbudaya tinggi menjunjung nilai-nilai kemanusian

by khanifudin

M.A mengatakan...

Memang benar ungkapan faisal ismail, bahwa saat ini produk budaya dari umat islam belum terlihat, karena disibukan dengan pertikaian antara sesama muslim yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
sebagai generasi muda muslim, mari kita perlihatkan bahwa islam memiliki produk budaya sendiri.

Yuyus Juliana 09410075

muhammad alfian mengatakan...

kreativitas dari kita kaum muda diperlukan dalam pengembangan seni islam ini. yang muda yang bisa,,,,

muhammad alfian (09410080) :)

Unknown mengatakan...

muncul sebuah renungan...
terkadang kita malu akan menampakkan jati diri kita bhwa diri kita adalah Islam...(semisal contoh, ditanya kul dimana?jawab UIN, agak ragu. dan bahkan kita lebih bangga dengan budaya bangsa lain yang katanya lebih maju, sperti mengungkapkan teori2 barat dengan bangganya. padahal klo dikaji secara historis, teori tersebut pernah diungkap oleh ilmuan Muslim dahulu.
misalkan ada pertanyaan, mana yang lebih anda sukai, music barat atau nasyid dkk, atau mungkin dangdutan)? hahahahaha
jati diri lah yang terpenting.
"mengetahui diri sendiri lebih sulit daripada mengetahui orang lain".
g sah dipikir mumet2 yo..haha

almas j akbar [09410190]

Ida Ardila mengatakan...

Negara Indonesia adalah negara kultural, yang artinya ditempati atau diduduki oleh masyarakat(rakyat) yang memiliki bermacam-macam kebudayaan. Patut disyukuri, karena walaupun Indonesia di huni oleh beranekaragam budaya, Indonesia masih tetap bisa bertahan sebagai negara yang utuh. Itu semua di karenakan adanya falsafah Indonesia yang disebut Pancasila.
kita sebagai generasi penerus, mari kita kembangkan kesenian yang kita miliki, khususnya seni yang bernuansa islam.

Ida Ardila (09410137)

muhammad alfian mengatakan...

setuju,,, hahahah,,, semangant untuk meningkatkan seni budaya islam,,,

muhammad alfian (09410080) :)

Unknown mengatakan...

seharusnya umat islam zaman sekarang jangan sampai kehilangan kebesarannya, umat islam islam sudah dipandang besar dan itu harus selalu dipelihara.umat islam jangan kehilangan eksistensinya dalam peradaban sekarang, sejarah masa lalu yang gemilang harus dibangkitkan kembali dan jangan tertutup oleh dunia luar.

Muh. Alfi Fajerin (09410102)

muhammad alfian mengatakan...

amien,,,,, semuanya tergantung kita,,,

muhammad Alfian (09410080) :)

isna wati mengatakan...

setuju... bukunya emang bagus...

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons