NAMA : SUGENG FITRI AJI
NIM : 09410177
KELAS: PAI-F
RESENSI BUKU
A. Identitas Buku
Judul Buku :
PARADIGMA KEBUDAYAAN ISLAM; (Studi Kritis dan Refleksi
Historis).
Penulis :
Dr. Faisal Ismail, M.A.
Penerbit :
Titian Ilahi Press
Tahun :
1996
Cetakan :
I (pertama)
Kota :
Yogyakarta
Tebal Hal. :
202 Halaman
ISBN :
979-9019-00-1
B. Abstraksi dan Isi Buku
Abstraksi Buku
Buku yang berjudul “Paradigma Kebudayaan Islam; (Studi Kritis dan
Refleksi Historis)” ini secara garis besar dibagi menjadi empat bagian.
Bagian Pertama, mencoba menyoroti secara umum sosok dan situasi pendidikan dan
kebudayaan Islam di Indonesia. Pada bagian ini juga menyajikan dan memaparkan
suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang pendidikan dan
kebudayaan yang dihadapi oleh umat Islam. Kemudian pada bagian akhir ini
disampaikan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan yang diajukan
Sidi Gazalba.
Bagian Kedua, membahas perihal subordinasi agama terhadap kesenian atau
sebaliknya, apa pula akibat yang akan terjadi jika hal itu dilakukan.
Pembahasan ini juga dilengkapi dengan sebuah diskusi tentang bagaimana
seharusnya seniman muslim memandang, menghayati, mendekati dan menafsirkan
Tuhan. Dapatkah Tuhan, Malaikat dan Nabi diimajinasikan atau dipersonifikasikan
menurut daya khayal pengambaran sang seniman? Dapatkah seorang seniman Muslim
memiliki cara menafsirkan sendiri mengenai Tuhan dengan cara semau gue?
Pada bagian inilah penulis sedang berusaha merefleksikan kembali “pengalaman”
bergaul dengan seorang seniman.
Bagian Ketiga, mendiskusikan tentang Islam dalam kaitannya dengan moralitas
dan modernitas. Bagaimana posisi Islam berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai
moral yang terjadi di dunia Barat, yang memang pengaruhnya dapat dirasakan
disekitar kita. Topik lain yang dikaji dalam pembahasan bagian ini adalah
bagaimana pendirian kaum Muslimin dan wawasan Islam berhadapan dengan isu-isu
sentral yang bertalian dengan modernisasi.
Kemudian pada bagian Keempat yang terakhir, bagian ini diawali dengan
sketsa sejarah kebangkitan kebudayaan Islam (abad 8 hingga 13 M). Setelah
menikmati masa-masa keemasan dan kejayaan selama kurang lebih lima abad, umat
Islam-Arab dan kebudayaan runtuh, sehingga estafeta kepeloporan di bidang
keilmuan dan kebudayaan beralih ke tangan Barat.
Isi Buku
Bagian Pertama
ISLAM DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA
Agama merupakn bagian dari kebudayaan. Sebagaimana pendapat Koentjaraningrat yang
mengatakan bahwa komponen sistem kepercayaan, sistem upacara dan
kelompok-kelompok religius yang menganut sistem kepercayaan dan menjalankan
upacara-upacara religious, jelas merupakan ciptaan dan hasil akal manusia.
Potret Kebudayaan di Indonesia
Seorang dramawan, penyair dan budayawan terkenal W.S. Rendra, saat
berkhutbah (orasi) kebudayaan di Masjid IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta beliau
menyampaikan tiga poin penting yang dikemukakan, antara lain:
Pertama, ummat Islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat.
Maksudnya eksistensi ummat Islam memang besar, akan tetapi mereka tidak mampu
memfungsikan kebesarannya. Dengan kata lain peran ummat Islam dalam masyarakat
sangat kecil, tidak sesuai dengan kuantitas dan mayoritas jumlah pemeluknya.
Kedua, ummat Islam
seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan lagi. Maksudnya, umat Islam telah mundur
dalam bidang seni budaya dan science. Padahal dulu umat Islam pernah
membangunkan orang-orang Eropa yang ketika itu mendapatkan pancaran cahaya
Islam dalam membuka fikiran-fikirandi bidang seni, budaya, “science” dan
filsafat.
Ketiga, ummat Islam
cenderung menjadi masyarakat tertutup. Penilaian Rendra ini didasarkan pada
anggapan kebanyakan umat Islam bahwa ummat Islam adalah ummat yang terbesar.
Anggapan ini menurut Rendra akan “meromantisir” diri bahwa ummat Islam
adalah semacam dewa-dewa yang tidak boleh dijamah, tidak boleh dikritik, dan
tidak boleh disinggung. Hal ini menurut Rendra akan menimbulkan nuansa “onani
jiwa” yang mendatangkan kepalsuan dan kesemuan, sehingga jika ada kritik
dan gagasan yang datang dari luar Islam, maka ummat Islam gampang tersinggung.
Tiga poin
penting di atas menjadi bahan renungan dan introspeksi, menjadi bahan pemikiran
yang serius, bagaimana ummat Islam dapat meletakkan dirinya pada proporsi
dan posisi sebenarnya sehingga umat Islam bisa hadir secara fungsional dalam
tata kehidupan masyarakat.
Fanatisme
Mazhab, Politik “Devide et Impera”: Biang Krisis
Pada mulanya
adalah tetek bengek masalah khilafiyah furu’iyah. Adanya perbedaan faham
atau pendapat tentang masalah-masalah furu’ merupakan tanda adanya keleluasan
dan kemerdekaan berfikir dalam Islam, sejauh tidak menyimpang dari masalah
prinsip esensial dari ajaran Islam. Namun dalam bentuk dan penampilan yang eksesif
secara sadar atau tidak mereka telah terkungkung dalam sikap tertutup dengan
memagangi klaim-klaim kebenaran atas nuansa mazhabnya sendiri secara ekslusif.
Kecenderungan ini telah menimbulkan pertikaian dan pertentangan.
Pertentangan
dan pertikaian mazhab ini nampaknya harus diterima secara turun temurun,
kadang-kadang “meledak” di beberapa belahan dunia Negara-negara Islam. Termasuk
Indonesia sehingga dapat berdampak pada krisis solidaritas dan integritas umat
Islam di Indonesia. Sehingga masalah rawan ini dipergunakan dengan empuk oleh
rejim atau penjajah untuk kepentingan kekuasaannya. Untuk beberapa decade
kenyataan pahit ini berlangsung sehingga melemahkan posisi umat Islam.
Kebudayaan Islam di
Indonesia: Nol Besar
Kendatipun
benturan pertikaian-pertikaian mazhab pada beberapa kurun waktu terakhir ini
tidak lagi meruncing, namun keadaan
ummat Islam dalam aspek kebudayaan nampaknya tidak terlalu mengembirakan.
Barangkali yang menjadi penyebab pokok adalah ummat Islam kurang menaruh respek
terhadap masalah-masalah kebudayaan pada umumnya. Antuasiasme ummat Islam
terhadap persoalan-persoalan kultural hampir dikatakan “nol besar”.
Mereka seakan-akan tidak tahu
menahu, acuh-tak acuh, apatis, dan masa bodoh dengan situasi jamannya.
Sementara gelombang kultural Barat dalam pelbagai bentuknya yang merangsang
semakin menyusup dan melanda kota-kota dan daerah-daerah yang mayoritas
berpenduduk Islam.
Aspek lain
yang menjadi penyebab krisis kebudayaan Islam di Indonesia adalah adanya
anggapan yang keliru di sementara kalangan umat Islam yang mengasosiasikan
Islam hanya sebagai ibadat, padahal bidang garapan Islam tidak hanya terbatas
pada masalah-masalah peribadatan dalam arti sempit dan formal seperti
shalat, puasa, haji dan lainnya. Jadi secara ringkas, bidang garapan Islam
adalah meliputi seluruh segi kehidupan, baik kehidupan dunia maupun akhirat.
Bagian Kedua
KEBERIMANAN DAN
KEBERSENIMANAN
Subordinasi Kesenian kepada Agama
Subordinasi kesenian
kepada agama menimbulkan akibat-akibat yang menyangkut kedua symbol itu.
Terhadap kesenian, akibatnya negatifnya ialah:
a.
Terikatnya
bentuk dan isi kesenian kepada agama yang berpretensi abadi
b.
Timbul
ketegangan antara nilai-nilai agama termasuk hukum-hukumnya yang keras dengan
nilai-nilai kesenian yang longgar
c.
Penggunaan
kesenian untuk tujuan praktek agama akan membatasi ruang gerak kesenian
d.
Kebebasan
mencipta terganggu oleh ingatan tentang norma-norma.
Sedangkan
pada sisi positifnya adalah nampaknya sosok kebesaran agama yang dapat
mempengaruhi kehidupan manusia.
Bagian Ketiga
ISLAM MORALITAS DAN
MODERNITAS
Bagian ini,
dibahas tentang islam dan gemerlap dunia mode dimana dunia mode adalah
dunia yang penuh pesona. Dunia mode adalah dunia yang gemerlap. Apabila kita
amati secara seksama mengikuti perkembangan dunua mode, maka sesuatu yang
tampak jelas adalah mode itu tidak statis, tetapi terus menerus mengalami
perubahan. Islam sendiri tidak menolak mode, memang didalam al-qur’an dan
hadits tidak menyinggung mode pakaian, akan tetapi prinsip menutup aurat yang
terdapat dalam Al-qur’an maupun hadits sudah terpenuhi maka pakaian macam
apapun bentuk dan potongannya tidak menjadi persoalan.
Bagian Keempat
ISLAM DAN KEBUDAYAAN YANG GLOBAL
Situasi yang melatarbelakangi dunia dewasa ini
memang memungkinkan Islam untuk hadir dan tampil kembali. Dinamika Islam dalam
kebudayaan sebagaimana telah dicapainya pada masa-masa keemasannya diharpkan
bisa tampil kembali dan sekaligus menjadi penggerak bagi munculnya kejayaan
budaya baru di masa depan. Kejayaan ini hanya akan muncul jika dinamika Islam
benar-benar dapat menyentuh dan membangkitkan seluruh rangsangan budaya. Untuk
itu sikap cultural yang kreatif harus tumbuh dan menggelora dalam dunia global
Islam.
C. Kelebihan Buku
Buku yang sengaja disajikan sarat
dengan kritis dan refleksi mengenai kebudayaan Islam dari era kejayaan Islam
ratusan abad lalu. Hal ini menjadikan kelebihan tersendiri, karena para pembaca
dan khusunya umat Muslim maka akan bangun dari kenyamanan hidupnya selama ini.
Dikarenakan substansi isinya dapat memberikan manfaat buat kita untuk mempunyai
cita-cita bangkit kembali. Kemudian kelebihan lainnya ialah terletak pada
bahasanya yang enak di baca, karena disajikan secara narasi (cerita). Bagi para
akademisi dan orang awan ketika akan membaca buku ini tidak mendapati kesulitan
dalam memahami. Satu lagi, yaitu pada ketebalan buku ini tidak terlalu tebal,
sehingga membuat para pembaca tidak merasakan kebosanan yang begitu besar.
D. Kelemahan Buku
“Innal insanna mahalul khotoi wa
nisyani” (sesungguhnya manusia itu tidak bisa
lepas dari salah dan lupa). Dan tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini,
karena kesempurnaan hanya miliki Allah, begitulah ungkapan yang mungkin sudah
sering kita dengar bersama. Betapapun menariknya buku ini, pasti ada saja
kekurangan di dalamnya, yaitu minimnya sekali dalil aqli maupun naqli yang
dipaparkan dalam buku ini sebagai bentuk landasan atau untuk dasar penguat
argumen dan gagasannya. Karena akan lebih baiknya lagi, jika dalam buku ini ada
dalil sebagai penguat dan dasar landasannya. Kemudian dari segi desingnya pun
masih sedikit kurang baik menarik serta tertata dengan baik, sehingga para
pembaca harus dituntut untuk lebih teliti dan cermat dalam memahami keseluruhan
buku ini.
Yogyakarta, 25 Maret 2012: di Dermaga Sunyi.
1 komentar:
Sebenarnya kebangkitan Islam dan kebudayaannya tergantung kepada umat Islam sendiri, tergantung pada amal-amal kultural yang dilakukannya, Islam harus tampil untuk menolong paradaban dunia dan menolong seluruh dunia kemanusiaan.
Apresiatif tuk resensinya…
Yuni Irawati(09410101)
Posting Komentar