Selasa, 27 Maret 2012

RESENSI BUKU Sejarah Kesenian Islam (Yu’timaalahuyatazakka)


Nama   : Yu’timaalahuyatazakka
No       : 09410007


RINGKASAN BUKU

Nama buku      : Sejarah Kesenian Islam
Pengarang       : C. Israr
Penerbit           : Bulan Bintang
Tahun terbit     : 1978

A.    Ringkasan
1.      Tulisan Arab, Ilmu dan Seni
Pada pembahasan pertama buku ini dibahas mengenai “Tulisan Arab, Ilmu dan Seni” yang memaparkan tentang sejarah tulisan arab. Untuk pertama kalinya tulisan Arab dikenal dengan nama Tulisan Himyar pada masa pemerintahan at-Thobabi’ah. Pada waktu itu tulisan himyar telah sampai kepada bentuknya yang indah dan untuk surat berharga atau masalah penting, digubahlah huruf-huruf itu dalam bentuknya yang artistik. Tulisan arab yang terkenal pada waktu itu dengan nama tulisan himyar itu, kemudian meluas dan dipakai orang di Hirah, yaitu ketika Hirah ada di bawah pemerintahan Raja Al-Mu’iz. Fungsi tulisan tersebut juga berdampak pada kemajuan peradaban Islam yang dimulai pada masa bani ‘Abbasiyah. Namun terlebih dahulu, fungsi tulisan tersebut juga berguna pada zaman Rasulullah hingga masa Khulafaur Rasyidin.
Pada masa pemerintahan Khalifah ‘Usman bin ‘Affan selesailah al-Qur’an disusun sebagai sebuah Mushaf Suci dengan tulisan Arab. Fungsi yang besar pula dari tulisan Arab, ialah ketika sudah dimulai pelaksanaan “Tadwinul Hadist” yaitu usaha untuk menuliskan dan membukukan Hadist Nabi. Buah pena dari hukama, filosof, sarjana, dan genius-genius besar Islam yang ditulisan dengan tulisan dan bahasa arab dan dalam segala lapangan ilmu pengetahuan, adalah sumbangan yang besar bukan saja bagi dunia Islam, akan tetapi juga bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban dunia.

2.       Seni Lukis di Turki
Bab berikutnya membahas tentang sejarah “Seni Lukis di Turki”. Kesenian Islam pada zaman Saljuk yang dicerminkan oleh kota Konia yang indah dan menarik itu, memiliki sifat universal, karena ia tetap membuka pintu dan menjambakan kedua tangannya untuk menerima sari keindahan dari kesenian yang berasal dari timur dan barat. Banyak masjid dan gedung-gedung perguruan yang didirikan dalam masa satu setengah abad lebih itu. Akan tetapi walaupun bagaimana dalam ragam masjid-masjid yang baru didirikan itu, seniman-seniman Turki tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh corak bangunan lama yang tradisionil di daerah itu, yaitu corak seni Byzantium yang sudah lama termahsyur sebelum masuknya agama Islam ke Negeri itu. Pengaruh ini semakin mendalam lagi karena sebagian arsitek yang turut menerencanakan dan melaksanakan pembangunan masjid-masjid itu adalah orang-orang Yunani, Romawi, dsb. Abad keemasan kedua ialah sebagai akibat direbutnya Mesir dan Iskandariah oleh orang Islam. Seniman-seniman dari Mesir dan Iskandariah itu melarikan diri ke Konstantinopel dan di daerah-daerah kekuasaan Romawi timur. Seniman-seniman itu telah turut menyumbangkan keahliannya dalam memperkaya kesenian Byzantium. Pengaruh dari corak Iskandariah dan ditambah lagi dengan corak Yunani yang lebih mengutamakan figure manusia di tengah alam semesta, dan mempunyai sifat monumental akhir menjadi suatu pensifatan dari kesenian Byzantium yang banyak terlihat dalam lukisan Mozaik yang amat menakjubkan pada zaman tersebut.
3.      Seni Bangun dan Seni Kerajinan di Persia
Pengaruh material jelas sekali kelihatan dalam seni bangun Persia. Daerah pegunungan Persia yang terdiri dari bukit-bukit batu yang gersang, menghasilkan marmer, basalt dan granite. Di sana juga dijumpai padang-padang luas yang mengandung tanah lempung, sebagai bahan untuk bahan batu-bata dan keramik. Orang Persia terkenal dengan keahliannya dalam menggunakan batu mentah dan batu bakar untuk bangunan-bangunan. Batu bata disusun dengan cara yang tertentu, sehingga menimbulkan kesan sebagai anyaman dan bentuk-bentuk geomtris lainnya.
Seni bangun Islam di Persia menghasilkan suatu style lengkung yang tersendiri, berbeda dari bentuk-bentuk yang sudah lazim dijumpai sebelumnya, yaitu lengkung yang merupakan bentuk lunas kapal yang terbalik. Bentuk yang seperti ini dalam istilah seni bangun biasa disebut lengkung lunas, atau dengan nama lain “Persian Arch” lengkung Persia.
Barang –barang antic di Persia dari zaman Islam seperti barang-barang porselen, keramik, logam, gading dan tenunan yang masih disimpan di berbagai museum baik di timur dan barat, seperti di museum Gulistan Teheran, museum Top Kaku Istanbul, British Museum dan Victoria dan Albert museum London dan museum-museum lainnya, cukup sebagai bahan untuk memberikan pengertian dan gambaran tentang keahlian orang-orang Persia dalam mengolah bahan-bahan porselen, logam, gading, tenunan dan sebagainya hasil kesenian.
Tidak kurang indahnya dari hasil seni kerajinan porselen Persia, ialah suatu teknik lain yang dinamai “minai” atau enamel. Sebuah jambangan enamel yang dihiasi tulisan Arab, parjurit berkuda dan griffin, dengan warna-warna yang cemerlang, yang berasal dari abad ketiga belas masehi, sekarang masih tersimpan di Metropolitan Museum of Art, New York. Keistimewaan dan keahlian dari pengukir-pengukir logam Persia dari zaman itu dapat dilihat dari koleksi-koleksi barang antic di berbagai museum, diantaranya ialah di Victoria dan Albert museum di London. Disana terdapat sebuah talam perunggu yang diukir dengan tulisan kufi dan tengahnya dihiasi dengan gambar griffin. Griffin adalah sejenis binatang fantasi yang sering dijumpai dalam kesenian Islam, adakalanya sebagai hiasan dalam tenunan atau relief dan arca. Ia merupakan binatang yang badannya seperti badan singa dan kepalanya seperti kepala burung.
4.      Kesenian Islam India
Seni bangun Islam India, menunjukkan beberapa tingkat proses perkembangan yang telah dilaluinya. Dalam abad pertama masuknya agama Islam di India, kelihatan usaha untuk menonjolkan corak ke-Araban dalam seni bangun dengan tidak mengambil perhatian terhadap kesenian Hindu. Dalam masa berikutnya, seni bangun Islam India, mulailah dialiri dengan pengaruh kesenian Persia dan Hindu. Gaya campuran Hindu dan Persia itu dapat tumbuh, ialah disebabkan raja-raja yang memerintah pada waktu itu, kebanyakan dari Persia atau Moghul. Sudah tentu sebagai yang dipertuan, raja-raja ingin mengembangkan kesenian negeri asalnya dengan melalui saluran pemerintahan dan agama di seluruh daerah yang telah dikuasainya. Amat banyak peninggalan penting dan bersejarah yang merupakan hasil seni bangun dari masa kebesaran Islam di India. Seperti; Kutub Minar, Bab Alaudin, Turbah Sultan Akbar, Taj-Mahal, Masjid Akbar Delhi, dan  Istana Syah Yehan.
Untuk mempelajari seni lukis di India dalam masa kebesaran Islam, terlebih dahulu harus diketahui bahwa penilaian hasil seni lukis dari zaman sebelum abad pertengahan, sudah tentu tidak dapat disamakan dengan hasil penilaian pada zaman modern. Dipandang dari segi teknik dan teori melukispun juga, artinya tidak dapat disamakan dengan zaman modern ini. Pada waktu itu orang belum lagi mengenal perspektif, proporsi, anatomi plastis dan teori-teori lainnya.
5.      Kesenian Islam di Tiongkok
Demikianlah dengan masuknya Islam ke Tiongkok, tidak melahirkan corak kesenian Islam yang khusus yang dapat dinamakan kesenian Islam Tiongkok. Hal ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk masjid Islam di negeri Tiongkok. Ummat Islam Tiongkok yang berjumlah sekitar kira-kira sepuluh juta jiwa itu mempunyai kira-kira empat puluh ribu masjid. Sebagian dari masjid-masjid itu didirikan dalam bentuk yang hampir menyerupai klenteng Tionghoa.
6.      Kesenian Islam di Indonesia
Di Indonesia ada perbedaan pendapat dalam seni lukis dan seni pahat. Adapaun timbulnya perbedaan pendapat ialah dalam bentuk obyek dan motif yang dilukis yang dalam garis besarnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
Pendapat pertama :
Ada hadist yang melarang seorang membuat gambar atau pahatan yang obyek dan motifnya ialah sesuatu makhluk yang bernyawa, seperti gambar manusia atau gambar binatang.
siapa yang membuat gambar makhluk bernyawa di dunia ini, maka di akhirat nanti ia harus memberinya nyawa, dan akhirnya dia akan menerima siksaan dari Tuhan, karena pemberian nyawa itu tidak bisa dilakukannya
Menurut faham ini sangsi yang disebutkan dalam hadist tersebut berarti larangan. Oleh sebab itu semua gambar-gambar dari makhluk bernyawa tidak dibolehkan, termasuk juga foto. Dalam kalangan ulama-ulama Islam Indonesia dahulu, memang ada yang menganut paham ini, sehingga mereka tidak mau diambil fotonya.
Pendapat kedua :
Boleh saja membuat gambar-gambar makhluk bernyawa seperti gambar manusia atau binatang, tetapi dengan syarat bentuknya tidak dapat diraba. Yang dilarang ialah kalau gambar itu merupakan wujud yang dapat diraba. Foto tidak dilarang, lukisan orang atau binatang tidak dilarang, yang dilarang ialah kalau sudah merupakan relief atau area.
Pendapat ketiga :
Boleh membuat gambar dari makhluk bernyawa dalam bentuknya yang plastis, asal saja dalam rupa yang tidak memungkinkan makhluk itu hidup, misalnya membuat arca orang hingga dada ke atas, membuat relief dan sebagainya. Pendapat ini menganggap juga bahwa bentuk plastis yang sempurna dari makhluk yang bernyawa tetap terlarang, akan tetapi dengan membuat bagian-bagiannya saja orang akan telepas dari tuntutan Tuhan di akhirat, karena bagian-bagian anggota itu memang tidak bisa hidup.
Pendapat keempat :
Melihat keadaan suasana tempat dan waktu, yakni dengan memperhatikan hikmah dan jiwa dari larangan itu. Larangan membuat lukisan atau pahatan yang mengambil bentuk makhluk bernyawa dan sebagainya, pada permulaan lahirnya agama Islam dipandang dari sudut tauhid memang amat penting dan sangat beralasan, karena pada waktu itu nabi masih hidup, di kota Mekah masih bertaburan puing-puing bekas runtuhan dari arca yang dahulunya disembah dan dipuja oleh nenek moyang bangsa Arab yang telah berabad-abad lamanya.
Masih juga terbayang dalam ruangan mata penduduk Mekkah bagaimana tokoh-tokoh dari Lata, Uzza, Manah dan arca-arca lainnya yang tidak kurang dari 360 buah banyaknya. Selain dari itu dalam tubuh munafiqin masih mengalir darah kepercayaan nenek moyang mereka yang turun menurun. Apabila kepercayaan politheisme itu tidak dibongkar sampai ke akar-akarnya; apabila semua berhala tidak dihancurkan, apabila pada waktu itu seni patung diberi kesempatan berkembang, maka akan tumbuhlah tunas baru dari kepercayaan lama yang telah tumbang dan akan menggoyangkan sendi-sendi ketauhidan mereka yang masih baru memeluk agama Islam.
Tetapi manakala hakikat tauhid telah mendarah daging dalam tubuh umat Islam dan mereka telah tahu bahwa patung-patung itu tidak sanggup berbuat apapun, maka tidaklah alas an bahwa kepercayaan yang telah berabad-abad dikubur itu, akan hidup kembali di tengah-tengah keyakinan umat Islam yang telah maju.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons