Nama : Yu’timaalahuyatazakka
No : 09410007
RINGKASAN BUKU
Nama
buku : Sejarah Kesenian Islam
Pengarang : C. Israr
Penerbit : Bulan Bintang
Tahun
terbit : 1978
A.
Ringkasan
1.
Tulisan Arab, Ilmu dan Seni
Pada pembahasan pertama buku ini
dibahas mengenai “Tulisan Arab, Ilmu dan Seni” yang memaparkan tentang sejarah
tulisan arab. Untuk pertama kalinya tulisan Arab dikenal dengan nama Tulisan
Himyar pada masa pemerintahan at-Thobabi’ah. Pada waktu itu tulisan himyar
telah sampai kepada bentuknya yang indah dan untuk surat berharga atau masalah
penting, digubahlah huruf-huruf itu dalam bentuknya yang artistik. Tulisan arab
yang terkenal pada waktu itu dengan nama tulisan himyar itu, kemudian meluas
dan dipakai orang di Hirah, yaitu ketika Hirah ada di bawah pemerintahan Raja
Al-Mu’iz. Fungsi tulisan tersebut juga berdampak pada kemajuan peradaban Islam
yang dimulai pada masa bani ‘Abbasiyah. Namun terlebih dahulu, fungsi tulisan
tersebut juga berguna pada zaman Rasulullah hingga masa Khulafaur Rasyidin.
Pada masa pemerintahan Khalifah ‘Usman bin ‘Affan selesailah
al-Qur’an disusun sebagai sebuah Mushaf Suci dengan tulisan Arab. Fungsi yang
besar pula dari tulisan Arab, ialah ketika sudah dimulai pelaksanaan “Tadwinul
Hadist” yaitu usaha untuk menuliskan dan membukukan Hadist Nabi. Buah pena dari
hukama, filosof, sarjana, dan genius-genius besar Islam yang ditulisan dengan
tulisan dan bahasa arab dan dalam segala lapangan ilmu pengetahuan, adalah
sumbangan yang besar bukan saja bagi dunia Islam, akan tetapi juga bagi
perkembangan kebudayaan dan peradaban dunia.
2.
Seni Lukis di Turki
Bab berikutnya membahas tentang
sejarah “Seni Lukis di Turki”. Kesenian Islam pada zaman Saljuk yang
dicerminkan oleh kota Konia yang indah dan menarik itu, memiliki sifat
universal, karena ia tetap membuka pintu dan menjambakan kedua tangannya untuk
menerima sari keindahan dari kesenian yang berasal dari timur dan barat. Banyak
masjid dan gedung-gedung perguruan yang didirikan dalam masa satu setengah abad
lebih itu. Akan tetapi walaupun bagaimana dalam ragam masjid-masjid yang baru
didirikan itu, seniman-seniman Turki tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh
corak bangunan lama yang tradisionil di daerah itu, yaitu corak seni Byzantium
yang sudah lama termahsyur sebelum masuknya agama Islam ke Negeri itu. Pengaruh
ini semakin mendalam lagi karena sebagian arsitek yang turut menerencanakan dan
melaksanakan pembangunan masjid-masjid itu adalah orang-orang Yunani, Romawi,
dsb. Abad keemasan kedua ialah sebagai akibat direbutnya Mesir dan Iskandariah
oleh orang Islam. Seniman-seniman dari Mesir dan Iskandariah itu melarikan diri
ke Konstantinopel dan di daerah-daerah kekuasaan Romawi timur. Seniman-seniman
itu telah turut menyumbangkan keahliannya dalam memperkaya kesenian Byzantium.
Pengaruh dari corak Iskandariah dan ditambah lagi dengan corak Yunani yang
lebih mengutamakan figure manusia di tengah alam semesta, dan mempunyai sifat
monumental akhir menjadi suatu pensifatan dari kesenian Byzantium yang banyak
terlihat dalam lukisan Mozaik yang amat menakjubkan pada zaman tersebut.
3.
Seni Bangun dan Seni Kerajinan di Persia
Pengaruh
material jelas sekali kelihatan dalam seni bangun Persia. Daerah pegunungan
Persia yang terdiri dari bukit-bukit batu yang gersang, menghasilkan marmer,
basalt dan granite. Di sana juga dijumpai padang-padang luas yang mengandung
tanah lempung, sebagai bahan untuk bahan batu-bata dan keramik. Orang Persia
terkenal dengan keahliannya dalam menggunakan batu mentah dan batu bakar untuk
bangunan-bangunan. Batu bata disusun dengan cara yang tertentu, sehingga
menimbulkan kesan sebagai anyaman dan bentuk-bentuk geomtris lainnya.
Seni
bangun Islam di Persia menghasilkan suatu style lengkung yang tersendiri,
berbeda dari bentuk-bentuk yang sudah lazim dijumpai sebelumnya, yaitu lengkung
yang merupakan bentuk lunas kapal yang terbalik. Bentuk yang seperti ini dalam
istilah seni bangun biasa disebut lengkung lunas, atau dengan nama lain
“Persian Arch” lengkung Persia.
Barang
–barang antic di Persia dari zaman Islam seperti barang-barang porselen,
keramik, logam, gading dan tenunan yang masih disimpan di berbagai museum baik
di timur dan barat, seperti di museum Gulistan Teheran, museum Top Kaku
Istanbul, British Museum dan Victoria dan Albert museum London dan
museum-museum lainnya, cukup sebagai bahan untuk memberikan pengertian dan
gambaran tentang keahlian orang-orang Persia dalam mengolah bahan-bahan
porselen, logam, gading, tenunan dan sebagainya hasil kesenian.
Tidak
kurang indahnya dari hasil seni kerajinan porselen Persia, ialah suatu teknik
lain yang dinamai “minai” atau enamel. Sebuah jambangan enamel yang dihiasi
tulisan Arab, parjurit berkuda dan griffin, dengan warna-warna yang cemerlang,
yang berasal dari abad ketiga belas masehi, sekarang masih tersimpan di
Metropolitan Museum of Art, New York. Keistimewaan dan keahlian dari
pengukir-pengukir logam Persia dari zaman itu dapat dilihat dari
koleksi-koleksi barang antic di berbagai museum, diantaranya ialah di Victoria
dan Albert museum di London. Disana terdapat sebuah talam perunggu yang diukir
dengan tulisan kufi dan tengahnya dihiasi dengan gambar griffin. Griffin adalah
sejenis binatang fantasi yang sering dijumpai dalam kesenian Islam, adakalanya
sebagai hiasan dalam tenunan atau relief dan arca. Ia merupakan binatang yang
badannya seperti badan singa dan kepalanya seperti kepala burung.
4.
Kesenian Islam India
Seni
bangun Islam India, menunjukkan beberapa tingkat proses perkembangan yang telah
dilaluinya. Dalam abad pertama masuknya agama Islam di India, kelihatan usaha
untuk menonjolkan corak ke-Araban dalam seni bangun dengan tidak mengambil
perhatian terhadap kesenian Hindu. Dalam masa berikutnya, seni bangun Islam
India, mulailah dialiri dengan pengaruh kesenian Persia dan Hindu. Gaya
campuran Hindu dan Persia itu dapat tumbuh, ialah disebabkan raja-raja yang
memerintah pada waktu itu, kebanyakan dari Persia atau Moghul. Sudah tentu
sebagai yang dipertuan, raja-raja ingin mengembangkan kesenian negeri asalnya
dengan melalui saluran pemerintahan dan agama di seluruh daerah yang telah
dikuasainya. Amat banyak peninggalan penting dan bersejarah yang merupakan
hasil seni bangun dari masa kebesaran Islam di India. Seperti; Kutub Minar, Bab
Alaudin, Turbah Sultan Akbar, Taj-Mahal, Masjid Akbar Delhi, dan Istana Syah Yehan.
Untuk
mempelajari seni lukis di India dalam masa kebesaran Islam, terlebih dahulu
harus diketahui bahwa penilaian hasil seni lukis dari zaman sebelum abad
pertengahan, sudah tentu tidak dapat disamakan dengan hasil penilaian pada
zaman modern. Dipandang dari segi teknik dan teori melukispun juga, artinya
tidak dapat disamakan dengan zaman modern ini. Pada waktu itu orang belum lagi
mengenal perspektif, proporsi, anatomi plastis dan teori-teori lainnya.
5.
Kesenian Islam di Tiongkok
Demikianlah
dengan masuknya Islam ke Tiongkok, tidak melahirkan corak kesenian Islam yang
khusus yang dapat dinamakan kesenian Islam Tiongkok. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk-bentuk masjid Islam di negeri Tiongkok. Ummat Islam Tiongkok yang
berjumlah sekitar kira-kira sepuluh juta jiwa itu mempunyai kira-kira empat
puluh ribu masjid. Sebagian dari masjid-masjid itu didirikan dalam bentuk yang
hampir menyerupai klenteng Tionghoa.
6.
Kesenian Islam di Indonesia
Di
Indonesia ada perbedaan pendapat dalam seni lukis dan seni pahat. Adapaun
timbulnya perbedaan pendapat ialah dalam bentuk obyek dan motif yang dilukis
yang dalam garis besarnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
Pendapat
pertama :
Ada
hadist yang melarang seorang membuat gambar atau pahatan yang obyek dan
motifnya ialah sesuatu makhluk yang bernyawa, seperti gambar manusia atau
gambar binatang.
“siapa
yang membuat gambar makhluk bernyawa di dunia ini, maka di akhirat nanti ia
harus memberinya nyawa, dan akhirnya dia akan menerima siksaan dari Tuhan,
karena pemberian nyawa itu tidak bisa dilakukannya”
Menurut
faham ini sangsi yang disebutkan dalam hadist tersebut berarti larangan. Oleh
sebab itu semua gambar-gambar dari makhluk bernyawa tidak dibolehkan, termasuk
juga foto. Dalam kalangan ulama-ulama Islam Indonesia dahulu, memang ada yang
menganut paham ini, sehingga mereka tidak mau diambil fotonya.
Pendapat
kedua :
Boleh
saja membuat gambar-gambar makhluk bernyawa seperti gambar manusia atau
binatang, tetapi dengan syarat bentuknya tidak dapat diraba. Yang dilarang
ialah kalau gambar itu merupakan wujud yang dapat diraba. Foto tidak dilarang,
lukisan orang atau binatang tidak dilarang, yang dilarang ialah kalau sudah
merupakan relief atau area.
Pendapat
ketiga :
Boleh
membuat gambar dari makhluk bernyawa dalam bentuknya yang plastis, asal saja
dalam rupa yang tidak memungkinkan makhluk itu hidup, misalnya membuat arca
orang hingga dada ke atas, membuat relief dan sebagainya. Pendapat ini
menganggap juga bahwa bentuk plastis yang sempurna dari makhluk yang bernyawa
tetap terlarang, akan tetapi dengan membuat bagian-bagiannya saja orang akan
telepas dari tuntutan Tuhan di akhirat, karena bagian-bagian anggota itu memang
tidak bisa hidup.
Pendapat
keempat :
Melihat
keadaan suasana tempat dan waktu, yakni dengan memperhatikan hikmah dan jiwa
dari larangan itu. Larangan membuat lukisan atau pahatan yang mengambil bentuk
makhluk bernyawa dan sebagainya, pada permulaan lahirnya agama Islam dipandang
dari sudut tauhid memang amat penting dan sangat beralasan, karena pada waktu
itu nabi masih hidup, di kota Mekah masih bertaburan puing-puing bekas runtuhan
dari arca yang dahulunya disembah dan dipuja oleh nenek moyang bangsa Arab yang
telah berabad-abad lamanya.
Masih
juga terbayang dalam ruangan mata penduduk Mekkah bagaimana tokoh-tokoh dari
Lata, Uzza, Manah dan arca-arca lainnya yang tidak kurang dari 360 buah
banyaknya. Selain dari itu dalam tubuh munafiqin masih mengalir darah
kepercayaan nenek moyang mereka yang turun menurun. Apabila kepercayaan
politheisme itu tidak dibongkar sampai ke akar-akarnya; apabila semua berhala
tidak dihancurkan, apabila pada waktu itu seni patung diberi kesempatan
berkembang, maka akan tumbuhlah tunas baru dari kepercayaan lama yang telah
tumbang dan akan menggoyangkan sendi-sendi ketauhidan mereka yang masih baru
memeluk agama Islam.
Tetapi manakala
hakikat tauhid telah mendarah daging dalam tubuh umat Islam dan mereka telah
tahu bahwa patung-patung itu tidak sanggup berbuat apapun, maka tidaklah alas
an bahwa kepercayaan yang telah berabad-abad dikubur itu, akan hidup kembali di
tengah-tengah keyakinan umat Islam yang telah maju.
0 komentar:
Posting Komentar