Review Buku
Estetika Islam; Menafsirkan Seni dan Keindahan
Karya :
Oliver Leaman
Oleh : Mu’arif Salam (09410283)*
K
|
arya seni dalam khazanah pengetahuan Islam tergolong cukup langka.
Berbeda dengan manuskrip bidang keislaman lainnya seperti tafsir, teologi,
fikih, dan tasawuf, perkembangan estetika Islam, agaknya jauh tertinggal
daripada bidang kajian di atas. Perhatian kaum muslim terhadap nilai estetika Islam tampaknya juga
tidak begitu antusias. Buktinya masyarakat Indonesia, sebagai pemeluk mayoritas
Islam masih minim pengetahuan aspek-aspek estetika Islam monumental yang pernah
tercipta saat peradaban Islam berkembang spektakuler, baik di kawasan Arab
maupun Timur Tengah, khususnya Persia dan Baghdad.
Sekalipun
terdapat buku yang mungkin agak berharga bagi Islam, yakni Atlas Budaya Islam
karya Ismail Raji al-Faruqi dan Seni Islam dan Spiritualitas karya Seyyed
Hossein Nasr, belumlah mewakili untuk memaparkan nilai-nilai estetika Islam
yang pernah terukir di zaman keemasan Islam.
Stagnasi
peradaban seni Islam hampir tak kunjung bangkit. Krisis karya seni Islam tentu
ada sebuah something lack untuk tidak
menyebutnya sebagai something wrong dalam memahami makna dan hakikat
seni dalam konteks Islam. Akibatnya, kini generasi muslim terasa kehilangan
jejak dan akar-akar tradisi estetika Islam yang sangat berharga.
Pada 1999 di
Mesir, ada sebuah buku--sebelumnya ditulis dari hasil penelitian disertasi yang
sangat kontroversial. Buku tersebut berjudul al-Fannu fi alquran al-Karim
karya Muhammad Khalafullah, yang intinya adalah bahwa kisah-kisah sastra atau
seni dalam Al qur’an bukanlah sepenuhnya benar terjadi, melainkan hanya sebagai
`metafor` yang dapat diambil makna atau pesan (sosial, moral, spiritual) di
balik kisah tersebut, dan itu hanya sebagai salah satu nilai estetik yang
diungkap Al-Qur’an.
Karena dianggap
kontroversial, beberapa saat ditangguhkan, karya tersebut harus dikonsultasikan
lewat badan fatwa agama (mufti negara). Dan akhirnya, karya ini dicap sebagai
karya yang provokatif dan berlawanan dengan kalangan mufasir (ahli tafsir)
tradisional dan revivalis. Para mufasir menyatakan kisah sastra atau seni dalam
Alquran merupakan kebenaran multak yang tidak bisa diutak-atik lagi.
Dari fenomena
tersebut, dapat kita pahami bahwa kesadaran estetika kaum muslim masih rendah.
Secara akedemis temuan yang jelas berlandaskan metodologi yang sah ternyata
dikalahkan jalur agama, yang notabene tidak menggunakan kerangka berpikir
rasional dan tidak berkompetensi pada wilayah ‘seni atau sastra’.
Buku yang
ditulis Oliver Leaman ini mengajak kaum muslim agar mau melihat kembali akar
sejarah estetika Islam. Estetika Islam yang hanya diwujudkan dalam bentuk Kaligrafi
Arabes, lukisan atau gambar, musik, dan seterusnya bukanlah satu-satunya
ekspresi seni Islam, melainkan bisa ditampilkan secara modern sesuai dengan
konteks zamannya.
Kritik Leaman
terhadap ekpresi seni yang selama ini ditampilkan adalah tidak adanya corak dan
kekhasan yang dimiliki seni Islam. Citra seni Islam, kata Leaman, tak jauh beda
dengan seni-seni umumnya. Lalu apa yang menjadi titik beda dari seni yang lain?
Di sinilah
pentingnya melacak kembali akar-akar estetika Islam. Relasi estetika Islam dan
sejarah sosial harus dipahami secara utuh dan komprehensif. Dulu, seni Islam
dicipta dari multiaspek, yakni menyiratkan aspek sosial, moral, dan spiritual
(teologis) yang memiliki pesan-pesan tersirat sangat tinggi. Namun, belakangan
ini, seni cenderung manampilkan diri sebagai `nilai seni`, tidak lagi mengemban
nilai positif.
Dari buku
inilah Leaman berani mengemukakan alasan bahwa ada sebelas kesalahan umum
tentang seni Islam. Setidaknya, terlihat bahwa seni Islam masih
dibayang-bayangi dua sumbu utama, yaitu antara nilai esoteris dan nilai
eksoteris. Kaum sufisme, misalnya, lebih mengekspresikan nilai seninya lewat
jalur esoteris. Sedangkan di luar itu, ada yang menginginkan seni Islam harus
tampil dengan wilayah eksoteris saja.
* Mahasiswa PAI F, Fak. Tarbiyah & Keguruan - UIN Suka
3 komentar:
Istilah estetik adalah menunjuk kepada kegiatan mengamati seni, dimana pelakunya disebut penonton, penghayat, kritikus, sedangkan artistik adalah suatu kegiatan mengolah seni.Kegiatan artistik maupun kegiatan estetik memerlukan pemusatan perhatian, daya khayal, rasa, fikir, imaginasi, krativitas, daya menilai dan pengalaman tetapi kita sadari bahwa yang menjadi inti dari kegiatan artistik maupun estetika adalah perasaan. Karya seni yang baik tetap berakar pada kehidupan itu sendiri, serta mengacu pada nilai-nilai kehidupan dan bukan tiruan langsung kehidupan, melainkan merupakan interpretasi evaluatif terhadap kehidupan, yang kemudian diaktualisasikan melalui medium seni yang terbingkai dalamnorma Islam sehingga keindahan itu dapat dinikmati. Jadi sumber penciptaan karya -karya seni tidak lain adalah kehidupan dalam keseluruhannya. Maka dalam karya seni dijumpai sekumpulan nilai, baik yang terkait dengan berbagai hal yang terwujud dalam satu bentuk nyata maupun yang terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat masyarakat.
RIZKA FATMAWATI (09410266)
Apa benar kisah-kisah sastra atau seni dari Al-Qur'an itu ada yang tidak terjadi......apa yang menjadi alasan sampai mengatkan begitu...? apakah alasan tersebut itu seluruhnya benar?
saya masih bingng tentang pendapat tersebut jadi saya komentar kaya ini...
MUHAMMAD ABDUL ROZAK
GJ
Posting Komentar