Resume Pengembangan Seni dan Budaya
dalam Islam
Disusun oleh
Nama : Puput rahmat Saputra
NIM :
09410281
Kelas : VI PAI F
Deskripsi Buku
Judul buku : Islam dan Kebudayan Jawa
Tebal Buku : 312 halaman
Penerbit : Gama Media
Tahun terbit : 2000
Kota Terbit : Yogyakarta
Pengarang : Pusat kajian Islam dan Budaya Jawa
IAIN Walisongo Semarang
Islam dan
Kebudayaan Jawa
Masyarakat
Jawa dikenal sebagai suku Jawa. Mereka yang berbahasa Jawa dan tinggal di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta,
Madiun, Malang dan Kediri. Surakarta dan Jogjakarta merupakan dua bekas
kerajaan Mataram dan pusat dari kebudayaan Jawa. Masyarakat yang kental unsure
kekerabatan dan kesopanannya ini mempunyai Jiwa tolong menolong yang tinggi.
Islam
datang ke Indonesia datang relative lambat dari kawasan lain, akan tetapi Islam
lebih mudah diterima dengan baik oleh penduduknya. Terbukti 87,2 % penduduknya
beragama Islam (sensus penduduk 1990).
Islam masuk ke Jawa kurang lebih
abad ke-7 Masehi. Dengan bukti diketemukan makam Fatimah binti Maemun di Gresik.
Serta bukti peninggalan yang arkeolog temukan seperti masjid kuno, ragam hiasan
tata kota dan sebagainya.
Hal hal tentang
Islamisasi di Pulau Jawa
Pertama, penduduk pulau Jawa waktu itu
mayoritas memeluk agama Hindu dan bUdha, serta kepercayaan animism dan
Dinamisme..
Kedua, Islamisasi besar besaran terjadi
sekitar abad 15 dan 16 ditandai dengan jatuhnya majapahit, dan berdirinya
kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Islamisasi besar besaran
terjadi saat dunia Islam mengalami kemunduran dalam segala hal.
Islam
di Jawa disebarkan oleh beliau Walisongo dengan menggunakan pendekatan budaya.
Sikap walisanga yang toleran terhadap kebudayaan asli penduduk Jawa semakin
memudahkan penyebaran saat itu.
Kata walisongo diambil dari
penyebutan masyarakat yang memanggil 9 mubaligh. Sebelum islam masuk ke bumi
Jawa mayoritas penduduk jawa menganut agama Hindu Budha dan animisme dan
Dinamisme.
Dengan pendekatan kebudayaan/ sikap
toleran yang dilakukan walisanga dalam mengemban dakwahnya yang mana masyarakat
Jawa begitu dengan mudahnya memeluk Islam tanpa ada kontra yang berarti. Hal
ini dilakukan dengan cerdas oleh para wali, dakwah yang dilakukan tidaklah
menimbulkan gejolak atau kontradiksi terhadap tatanan masyarakat saat itu.
Traadisi dan kepercayaan lama tidak dihapuskan secara radikal dan frontal,
tetapi yang dihilangkan adalah hal hal yang jelas bertentangan dengan unsure
unsure ajaran Islam. Disinilah terjadi akulturasi dan sinkretisasi antara
tradisi dan kepercayaan local di suatu pihak, dengan ajaran dan kebudayaan
Islam di pihak lain. Jika diumpamakan sebuah botol minuman keras, minuman
alkoholnya dibuang dan diganti dengan air yang menyegarkan. Jejak jejak
tersebut dapat kita temui dimasyarakat Jawa saat ini, seperti
1.
Dari segi arsitektur: masjid masjid di pulau
Jawa memiliki desain yang berbeda dengan masjid di kawasan Islam lainnya.
2.
Dari segi ritual kegamaan: munculah ritual
ritual asli Jawa yang diislamkan seperti upacara surtanah, nelung dino, mitung dino, matang puluh dino, nyatus, mendak
pisan, mendak pindo,nyewu dan sebagainya.
3.
Dari segi seni: muncul wayang yang asli budaya
Hindu diganti menjadi wayang khas Islam. Seperti kata Jamus kalimushada atau azimat Sahadat. Dan lain sebainya…
4.
Dari segi pendidikan munculah pendidikan ala
pondok pesantren. Suatu lembaga pendidikan yang menurut Ki Hajar Dewantoro
merupakan pendidikan khas corak Indonesia.
5.
Dari segi ekonomi. Para wali mengajarkan praktik
perdagangan, pertanian dan pertukangan bukan suatu status rendahan yang
ditetapkan oleh ajaran Hindu. Yang mereka membagi bagi manusia ke dalam
beberapa kasta seperti
Brahmana, untuk
pemimpin agama
Ksatria, untuk para
raja dan keturunannya
Waisya, untuk para
pedagang, serta
Sudra, untuk para kuli
dan petani yang tak bertanah.
Para wali disini selain berstatus menjadi tokoh agama juga
berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian secara tidaklangsung walisongo
telah mencontohkan bahwa tidak ada sekat diantara masyarakat.
Dalam
perkembangannya masayarakat Jawa yang hidup di masa modern seperti saat ini
masih bepegang teguh pada kebudayaan turun temurun. Mereka tidak bisa
meninggalkan tradisispiritualnya seperti slametan, wetonan dengan membuat bubur
abang putih agar mendapat keselamatan.
Tetapi disisi lain ada juga adat
istiadat jawa yang telah mengalami pergeseran sehingga dipandang tidak memiliki
magis lagi. Tetapi hanya sekedar bernuansa seni. Seperti tarub, siraman, midodareni, kacar- kucur, dan lain lain.
1 komentar:
dengan adanya keseimbangan, keselarasan, keserasian pasti islam bisa masuk dipulau jawa bahkan di indonesia pada jaman dahulu..tapi sekarang islam identik dengan teror..maka dengan keseimbangan, keselarasan dan keserasian islam akan bisa memeluk hati umat manusia..
cerita menarik berhubungan dengan walisongo Ada beberapa analisis mengapa Sunan Giri yang seorang wali berkenan menjadi raja pada waktu itu, padahal dia bukan keturunan raja. Pertama, mengkhiaskan dengan nabi Yusuf AS yang juga bukan keturunan raja, tetapi naik tahta, mereka memproklamasikan diri sebagai raja dalam keadaan sudah ada raja karena mengibaratkan diri mereka pada nabi Musa AS yang menamakan diri sebagai raja menandingi kerajaan Fir’aun. Seorang muslim tidak boleh mengambil seorang kafir menjadi pimpinan.
^_^
arip febrianto 09410166
Posting Komentar