Nama : Siti Nur Khomsah
Kelas : VI-PAI F
NIM/No. Absen :
09410261/38
Identitas buku:
Judul buku :
Paradigma Kebudayaan Islam (studi kritis dan Refleksi Historis)
Pengarang : Dr. Faisal Ismail, MA
Penerbit :
Titian Ilahi Press
Kota :
Yogyakarta
Tahun :
1996
Tebal buku :
202 halaman
Buku
yang berjudul Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi
Historis ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama secara umum
menyoroti sosok dan situasi pendidikan kebudayaan Islam di Indonesia. Bagian
ini memaparkan suatu analisis terhadap timbulnya krisis-krisis di bidang
pendidikan dan kebudayaan yang dihadapi umat Islam. W.S Rendra mengemukakan
dari hasil tesisnya bahwa salah satu krisis yang cukup memprihatinkan yang
terjadi di kalangan umat Islam adalah “ mereka kurang bersahabat” dengan ilmu
pengetahuan.
Seorang
Dramawan, penyair dan budayawan ini ketika memenuhi undangan Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad saw di Masjid IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1971 lalu, mengatakan
tiga poin penting. Tiga poin itulah yang penting untuk dicatat agar menjadi
bahan renungan dan introspeksi, menjadi bahan pemikiran yang serius, bagaimana
ummat Islam dapat meletakkan dirinya pada proporsi sebenarnya sehingga ummat
Islam bisa hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Dengan
demikian, maka ummat Islam” tidak menjadi kertas-kertas dan debu-debu jalanan,
yang banyak beterbangan tetapi kurang berfungsi”. Untuk itu, maka ummat Islam
harus mampu berusaha menjadi sahabat kemanusiaan lagi, yang bisa memberi
“rahmat” bagi dunia secara universal, tanpa meromantisir diri sebagai dewa-dewa
yang tidak boleh dijamah dan dikritk.
Akibat
logis dari keadaan semacam ini akan bermuara pada kenyataan, bahwa prosentasi
intelektual Muslim di Indonesia tak sebanding dengan jumlah ummat Islam.
Situasi demikian memerlukan pemecahan. Salah satu cara yang penting dilakukan
adalah dengan melakukan kajian ulang terhadap strategi kebudayaan; mengkaji
ulang system pendidikan ( tatanan dan proses beljar mengajar) secara menyeluruh
dan komprehensif sejak dari pendidikan dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
Bagian ini diakhiri dengan sebuah studi kritis terhadap tesis-tesis kebudayaan
yang diajukan Sidi Gazalba.
Bagian
kedua memabahas tentang subordinasi agama terhadap kesenian atau sebaliknya, dimana
kesimpulan yang didapat, menyatakan bahwa kesenian hendaknya harus dikaitkan
dengan agama agar tidak terlalu liberal. Namun yang menjadi masalah ialah
bagaimana mengatasi segi-segi negatifnya jika kesenian harus dihubungkan dengan
agama. Ini memerlukan manajemen yang antara lain bisa dilakukan dengan adanya
pemikiran kesenian dilingkungan keagamaan; ikut serta dalam perkembangan
kesenian dan pemikiran dunia. Pemahasan ini dilengkapi dengan sebuah diskusi
tentang bagaimana seharusnya seniman Muslim memandang, menghayati, mendekati
dan menafsirkan Tuhan. Dapatkah Tuhan, Malaikat atau Nabi diimajinasikan atau
dipersonifikasikan menurut daya khayal penggambaran sang seniman? Dapatkah
seorang seniman Muslim memiliki cara dan menafsirkan sendiri mengenai Tuhan
dengan cara semaunya sendiri?
Memang dalam islam, Allah, Nabi dan
Malaikat dilarang divisualisasikan. Dalam Islam Allah dilarang
dipersonifikasikan dan diimajinasikan, sebab Allah terlalu Agung dan Maha Suci
sifat dan Zat-Nya. Malaikat, menurut ajaran Islam dilarang untuk digambarkan
dan diimajinasikan. Islampun melarang menggambarkan dan mengimajinasikan Nabi
dalam bentuk patung, lukisan dan gambar, karena selain merupakan penyimpangan dari
akidah Islam, juga dikhawatirkan, orang akan melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan akidah Islam seperti pemujaan terhadap patung beliau,
pengkeramatan dan kultus yang memang tidak dibenarkan dan dilarang oleh Islam.
Tuhan tidak bisa ditafsirkan dengan dengan tafsiran semaunya sendiri. sebab
Tuhan tidak bisa dicapai dengan akal fikiran manusia bagaimanakah Zat-Nya,
Hakikat-Nya, Wujud-Nya ataupun rupa-Nya.
Untuk menjadi seorang seniman, tidak
perlu melepaskan dan mencampakkan agama. Karena dalam setiap agama ( apalagi
agama Islam) jelas mengandung nilai-nilai dan kualitas seni( kesenian). Dalam
agama Islam misalnya, orang tidak diharamkan mengembangkan seni-budaya, bahkan
islam dengan ajaran-ajarannya selalu mendorong dan memberikan motivasi kuat
untuk menumbuhkan dan mengembangan sesuatu yang berguna bagi pengembangan dan
pengukuhan spiritualitas semacam seni-budaya.
selalu mendorong dan memberikan motivasi kuat untuk menumbuhkan dan
mengembangan sesuatu yang berguna bagi pengembangan dan pengukuhan
spiritualitas semacam seni-budaya. Pengembangan dan pengukuhan spiritualitas
lewat seni budaya harus melewati suatu proses logis bahwa ia tidak bertentangan
dan tidak berlawanan dengan nilai-nilai islam.
Bagian ketiga memaparkan tentang
Islam dalam kaitannya dengan moralitas dan modernitas. Bagaimana posisi Islam
berhadapan dengan pergeseran nilai-nilai moral yang terjadi di dunia Barat,
yang pengaruhnya dirasakan juga disekitar kita. Badai “ Moralitas Baru” atau
moral tanpa agama yang datang dari dunia Barat ini kini sudah melanda dunia
Timur, termasuk Indonesia. Karena sifat dan coraknya yang menganggap bahwa apa
saja boleh, maka moralitas baru ini mendatangkan akibat dan gangguan-gangguan
moral. Seperti realita yang ada pada masa sekarang ini seperti kehidupan malam,
pornografi dalam segala bentuknya, homoseksualisme dan lesbianisme yang sudah
pula muncul sana sini dan mode pakaian wanita yang semakin mini dan semakin
seksi. Demikianlah gangguan-gangguan dibidang moralitas yang terjadi di Tanah
Air, hingga menyebabkan kerusakan moral dalam kehidupan masyarakat, terutama
dalam masyarakat kota-kota besar yang lebih cepat menerima pengaruh dari luar
karena dibawa oleh lajunya perkembangan system komunikasi modern.
Terdapat perbedaan esensial antara
Istilah modenisasi dengan westernisasi, tetapi seringkali disalah artikan.
Modernisasi bukan Westernisasi. Modernisasi adalah suatu usaha secara sadar
menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia, dengan mempergunakan kemajuan
ilmiah, material dan mental untuk kebahagiaan hidup kita sehari-hari sebagai perorangan
bangsa atau umat manusia. Sedangkan Westernisasi adalah mengadaptasi gaya hidup
Barat, meniru-niru dan mengambil alih tata cara hidup Barat.
Bagaimanapun moderennya kehidupan
dan kebudayaan sebagai hasil modernisasi, manusia Muslim Indonesia harus tetap
menjadi manusia Indonesia, harus tetap menjadi Muslim bagaimanapun modernnya
sebagai bangsa, ummat Islam harus tetap menjadi orang Islam yang melaksanakan
ajaran agama. Agama yang membimbing pemeluknya menjadi ornag Islam seutuhnya
dan menjadi manusia muslim paripurna.
Bagian keempat diawali dengan sketsa
sejarah kebangkitan kebudayaan Islam ( abad 8 hingga 13 M). Setelah menikmati
masa-masa keemasan kejayaannya selama
kurang lebih lima abad, ummat Islam Arab dan kebudayaannya beralih ke tangan barat.
Pada masa abad 8 hingga permulaan abad 13 Masehi, umat islam mencapai puncak
kejayaan, dimana Daulah islamiyah di Barat( Daulah Umayyah) yang berpusat di
Cordoba yang keduanya memperlihatkan berbagai kemajuan dalam ilmu pengetahuan
dan kebudayaan. Lebih jauh lagi
bab ini menjelaskan sejarah kebudayaan Islam di Andalusia, yang sangat maju
pada masa itu. Kemajuan yang sangat pesat terjadi dalam ilmu pengetahuan
(science). Khalifah-khalifah yang membawa kemajuan ialah Abdurrahman I
(Abdurrahman Addakhil), Abdurrahman III dan Al hakam.
Islam memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap
kebangkitan kebudayaan barat. Pada masa dinasti Abbasiyah dan dinasti Ummayah
inilah dunia barat mulai mempelajari
ilmu-ilmu pengetahuan dan banyak pula yang berguru pada Ummat Islam pada
waktu itu. Mereka dengan tekun belajar bahasa Arab untuk dapat menerjemahkan
buku-buku pengetahuan. Situasi-situasi ini membawa kemajuan pada dunia Barat
yang akhirnya melemahkan dunia Islam.
Kemajuan dunia Barat mengakibatkan semakin jauhnya dengan Tuhan.
Peradaban Barat pada hakikatnya merupakan peradaradaban sekuler dan lebih
menekankan kepada urusan dan kepentingan duniawi, meninggalkan nilai-nilai
moral dan agama. Peradaban ini akan hancur dan muncullah peradaban baru yang murni
dengan ajaran agama (Islam).
Sebenarnya kebangkitan ummat Islam dan kebangkitannya tergantung
kepada Ummat Islam sendiri, tergantung kepada amal-amal cultural yang
dilakukannya. Tanpa usaha dari Ummat Islam sendiri, kebangkitan kebudayaan
hanya merupakan harapan dan pengandaian. Dalam hubungannya dengan masa depan
Islam, maka ummat Islam semestinya berbuat, bekerja keras, memperkaya karya
budaya dalam segala aspek hidup dan kehidupan ummat dalam member arti bagi
manusia dan kemanusiaan.
0 komentar:
Posting Komentar