RESENSI BUKU
PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Maesaroh
Mardani (09410149)
1. Identitas Buku
Judul Buku :
Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
Penulis : Prof. Dr. H. A . R . Tilaar, M.Sc.
Ed.
Penerbit : PT Remaja Rosdakarya
Cetakan : Pertama, Agustus 1999
Kedua, Mei 2000
Ketiga, Oktober 2002
Kota Terbit :
Bandung
ISBN :
979-514-861-3
Halaman : 251 Lembar
Tebal Buku :
1,5 cm
PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT MADANI
DI INDONESIA
A. Hakekat Pendidikan
Dari sudut pandang pendekatan epistemologis
pendidikan dilihat sebagai sesuatu yang
inheren dalam konsep manusia. Artinya, manusia hanya dapat dimanusiakan melalui
proses pendidikan. Pandangan yang lain lagi ialah proses pendidikan berkenaan
dengan objek dari proses tersebut adalah
peserta didik. Tingkah laku proses pendewasaan peserta didik merupakan objek
dari ilmu pendidikan. Sedangkan dari sudut pandang pendekatan ontologis atau
metafisik menekankan kepada hakikat keberadaan, dalam hal ini keberadaan
pendidikan itu sendiri. Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari keberadaan
manusia. Oleh karena itu, hakikat pendidikan ialah berkenaan dengan hakikat
manusia. Dalam pendekatan ini keberadaan peserta didik dan pendidik tidak
terlepas dari makna keberadaan manusia itu sendiri. Berbagai pendekatan
mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar yaitu:
a) Pendekatan Reduksionisme
Ø Pendekatan pedagogisme ( Menganggap bahwasanya
anak itu lahir sudah mempunyai kemampuan-kemampuan, dan kita tinggal
mengembangkannya / Nativisme )
Ø Pendekatan Filosofis ( Ilmu Pendidikan melihat
hakikat anak sebagai titik tolak proses pendidikan )
Ø Pendekatan Religius ( Hakekat Pendidikan
menekankan kepada pendidikan untuk mempersiapkan peserta didiknya ke kehidupan
akherat )
Ø Pendekatan Psikologis ( Mereduksi Ilmu
Pendidikan menjadi ilmu belajar dan mengajar )
Ø Pendekatan Negativis ( segala sesuatu
seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang akan tumbuh dengan baik
apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan pertumbuhan anak tersebut
)
Ø Pendekatan Sosiologis ( Hakikat Pendidikan itu
kepada keperluan hidup bersama dalam masyarakat )
b) Pendekatan Holistik Integratif
Hakekat Pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan
eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan
yang berdimensi lokal, nasioanla, dan global. Hakekat Pendidikn tersebut
mempunyai komponen-komponen sebagai berikut:
Ø Pendidikan merupakan suatu proses kesinambungan
( Pendidikan tidak behenti berkembang ketika peseta didik menjadi dewasa tetapi
akan terus menerus berkembang selama terdapat interaksi antara manusia dengan
lingkungan)
Ø Proses Pendidikan berarti menumbuhkembangkan
eksistensi manusia ( Keberadaan Interaktif )
Ø Eksistensi Manusia yang Memasyarakat ( Adanya
unsur Ibu, orang tua, pendidik formal, dan pendidik nonformal )
Ø Proses Pendidikan dalam Masyarakat yang
Membudaya ( Nilai – nilai yang perlu dihayati, dilestarikan, dikembangkan, dan
dilaksanakan oleh masyarakat, kemudian memunculkan nilai-nilai baru)
Ø Proses Bermasyarakat dan Membudaya mempunyai
Dimensi-dimensi Waktu dan Ruang ( Mempunyai aspek-aspek Historis, Kekinian, dan
Visi Masa Depan )
B. Hakikat Kebudayaan
Inti dari setiap kebudayaan adalah manusia, dan kebudayaan adalah khas
insani. Sedangkan objek dari pendidikan yaitu manusia. Berarti dapat
disimpulkan bahwasanya afinitas pendidikan dan kebudayaan merupakan khas insani
yang keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Afinitas mengenai
pendidikan dan kebudayaan dapat kita lihat dalam rumusan Ernest Cassirer
mengenai manusia sebagai animal simbolikum. Hanya manusialah yang mengenal dan
memanfaatkan simbol-simbol didalam kelanjutan kehidupannya. Simbol-simbol itu
dapat kita lihat dalam kebudayaan manusia. Antropolog, Leslie White juga
menyatakan bahwa kebudayaan dilestarikan dan dikembangkan melalui
simbol-simbol. Semua tingkah laku manusia terdiri dari, dan tergantung pada
simbol-simbol tersebut. Memang simbol-simbol adalah bentuk universal dari
kemanusiaan.
Setiap kebudayaan itu unik dan terus berkembang. Tidak ada suatu kebudayaan
yang statis. Selain itu dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-unsur universal
yang berlaku untuk setiap anggotanya, dan ada pula unsur-unsur kekhususan yang
dianut oleh segelintir anggota. Sebagai titik tolak analisis mengenai hakikat
kebudayaan yang dapat digunakan sebagai titik tolak untuk mengerti hakikat
pendidikan, Erward B. Taylor mendefinisikan “Budaya atau Peradaban” adalah
suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Ada tiga hal yang patut dicatat
mengenai hakikat kebudayaan yaitu antara lain:
a)
Adanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat.
b)
Adanya proses pemanusiaan.
c)
Di dalam proses pemanusiaan itu terdapat suatu visi
tentang kehidupan.
Kebudayaan merupakan suatu proses pemanusiaan artinya didlam kehidupan
berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Di dalam proses pemanusiaan
tersebut yang penting bukan hanya prosedur dan teknologi tetapi juga jangan
dilupakan isi atau materi dari perubahan dan perkembangan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan itu memberikan petunjuk atau menjadi pengarah dari
proses humanisasi. Kebudayaan memberi arah bagi perkembangan pribadi dalam
bentuk struktur, dinamik yang ada dan arah dari kebudayaan tersebut di dalam
lingkungan sesama.
C.
Kebudayaan dalam Pendidikan dan sebaliknya.
Gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan
dapat kita lihat dlam hal sebagai berikut:
a)
Kebudayaan telah dibatasi pada hal-hal yang berkenaan
dengan kesenian, tarian tradisional, kepurbakalaan termasuk urusan candi-candi
dan bngunan-bngunan kuno, makaam-makam, dn sastra tradisional.
b)
Nilai – nilai kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi
pada nilai-nilai intelektual belaka.
c)
Nilai-nilai agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih
merupkan urusan lembaga-lembaga pendidikan.
Dalam urusan kenegaraan memang ada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun, unsur kebudayaan di dalam lembaga pemerintahan tersebut menjadi sangat
kabut oleh karena hanya terbatas pada urusan kesenian, kepurbakalaan, dan
bahasa. Seperti kita ketahui bahwasanya kebudayaan mengandung tujuh unsur
universal yang telah dirumuskan oleh Koentjaraningrat yaitu : sistem religi dan
upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan
peralatan. Dengan demikian memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu
kebijakan yang merusak perkembangan kebudayaan sendiri, malahan mengkhianati
keberadaan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Selain itu rumusan
yang dinyatakan Ki Hadja Dewantara juga menyatakan bahwa “ Kebudayaan tidak
dapat dipisahkan dari Pendidikan bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar
pendidikan”. Rumusan ini sungguh menjangkau jauh ke depan. Disini dikatakan
bukan hanya pendidikan itu dialaskan kepada suatu aspek kebudayaan yaitu aspek
intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan. Kebudayaan yang menjadi
alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. Dengan demikian
kebudayaan yang dimaksud yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat
kebangsaan Indonesia.dan Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan. Perikehidupan disini bukannya hanya suatu aspek daripada
kehidupan manusia tetapi seluruh kehidupan manusia. Arah tujuan pendidikan
ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat. Pendidikan diarahkan untuk
menanggulangi kebodohan dan kemiskinan. Dengan demikian Pendidikan Nasional
merupakan pengabdian kepada perubahan kehidupan rakyat. Oleh sebab kebudayaan
merupakan dasar dari praktis pendidikan
maka bukan saja seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional,
tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses
pendidikan. Hal ini berarti program pendidikan yang harusnya diterapkan itu
adalah pendidikan yang komprehensif yang menuntut suasana pendidikan berbudaya yang
dapat diwujudkan secara efektif di dalam sistem pondok. Sistem pondok adalah
sarana untuk mempersatukan pendidikan ilmu pengetahuan dengan pendidikan budi
pekerti serta nilai-nilai budaya lainnya. Dengan sistem tersebut para calon
pendidik akan dapat menghayati dan kelak dapat melaksanakan prinsip-prinsip
kebudayaan di dalam praktis pendidikan. Para guru profesional masa depan
menuntut kesatuan di dalam kepribadiannya bukan hanya menguasai ilmu
pengetahuan dan bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik,
tetapi juga para tersebut merupakan resi modern yaitu seorang intelektual,
profesional, dan pemimpin yang perlu dan dapat digugu.
D. Masyarakat
Madani di Indonesia
Pendidikan dalam masyarakat
madani Indonesia tidak lain ialah proses pendidikan yang mengakui akan hak-hak
serta kewajiban perorangan di dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat yang
demokratis, hak-hak dan kewajiban tersebut merupakan batu landasan dari masyarakat.
Masyarakat demokratis hanya ada apabila hak-hak dan kewajiban waga negaranya
diakui, dikembangkan, dan dihormati. Seperti dalam kaitannya dengan pembentukan
negara sebagai wujud kerjasama antar pribadi, maka lembaga-lembaga kehidupan
bersama (pranata-pranata sosial) berfungsi untuk menghormati dan mengembangkan
hak-hak demokratis tersebut.
Sudah tentu proses pendidikan
di dalam masyarakat demokratis tersebut mengakui adanya identitas masyarakat
atau bangsa Indonesia yang berbudaya. Di dalam interaksi antara perkembangan kepribadian
dengan kebudayaannya, bahwa proses pengembangan pribadi tersebut melihat
manusia itu bukan sekedar menyerap unsur-unsur kebudayaannya secara pasir,
tetapi manusia itu merupakan makhluk dinamis. Dinamisme kepribadian di dalam
cipta, karsa, dan rasa secara keseluruhan merupakan sumber perkembangan
kebudayaan.
Proses pendidikan yang berakar
dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang
cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan
paradigma dari pendidikan nasional untuk menghadapi proses globalisasi dan
menata kembali kehidupan Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah
membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Oleh sebab itu paradigma baru
pendidikan nasional diarahkan terbentuknya masyarakat madani Indonesia
tersebut.
2. Kelebihan dan Kekurangan Buku
1) Kelebihan
Buku karangan M. Tilaar ini isinya cukup menarik dan
cakupan materinya cukup luas dan mendalam. Selain itu urut-urutan dalam
penjabaran per bab itu juga berurutan secara baik, tidak acak-acakan. Bahsa
yang dipergunakan juga baik dan benar sesuai EYD, kata-katanya mudah dipahami,
tidak begitu banyak kata-kata asing yang dipakai, sehingga pembaca itu tidak
kesusahan dalam memaknai uraian materi tersebut. Pengarang cukup kreatif dan
inovatif juga dalam memaparkan per bab dalam pokok pembahasan.
2) Kekurangan
Kekurangan dari buku ini adalah, dalam penyampaian materi
yang akan dipaparkan itu alur periwayatannya belibet, terkesan ruwet, dan tidak
teratur. Misalnya saja tema yang sudah dibahas didepan tadi dibahas di akhir
lagi dengan masuk tema yang berbeda, sehingga kesannya itu membuat pembaca
bingung dalam mengartikannya dan menghayati dari maksud yang terkandung dalam
tulisan.
0 komentar:
Posting Komentar