PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, DAN MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
Penerbit: Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Offset
Tahun terbit : 2002
Tebal Buku: XI + 252 halaman
Terdapat
dua pendekatan untuk memahami hakikat pendidikan, yaitu secara epistemologi dan
ontologi.
Yang
pertama, adalah pendekatan epistemologis. Pendekatan ini berusaha mencari makna
pendidikan sebagai ilmu, yaitu mempunyai
objek yang akan merupakan dasar analisis membangun ilmu pengetahuan yang
disebut ilmu pendidikan.
Yang
kedua, adalah pendekatan ontologi atau metafisik. Pendekatan ini menekankan
kepada hakikat keberadaan, dlam hal ini keberadaan pendidikan itu sendiri.
Kedua
jenis pendekatan tersebut memiliki kebenaran masing-masing. Ilmu pendidikan
sebagai ilmu tentunya memiliki objek, metodologi, serta analisis mengenai
proses pendidikan itu. Namun objek pendidikan itu juga tidak lepas dari peran
hakikat manusia.
Berbagai
pendekatan hakikat pendidikan dapat digolongkna atas dua kelompok besar, yaitu:
a. Pendekatan
Reduksionisme
Reduksionisme memandang
hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta
didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
nasional, dan global.
Dalam lingkup
pendekatan reduksionisme, terdapat beberapa pendekatan antara lain:
1) Pendekatan
pedagogisme
Titik tolak dari pendekatan ini adalah
mendewasakan anak. Dengan menghormati hakikat anak, teori ini memunculkan
banyak teroi untuk tumbuh kembang anak. Sehingga melahirkan child centered
education.
2) Pendekatan
Filosofis
Pendekatan ini bertolak dari
pertentangan mengenai hakikat manusia dan hakikat anak. Seorang anak memiliki
hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orang dewasa. Pandangan filosofis
ini menekankan bahwa seorang manusia bertanggung jawab pada kehidupan dan
pendidikannya sendiri.
3) Pendekatan
Religius
Pendekatan ini dianut oleh
pemikir-pemikir yang melihat manusia sebagai makhluk religius. Dengan demikian
hakikat pendidikan ialah membawa peserta didik menjadi manusia yang religius
karena sebagai makhluk Tuhan maka harus dipersiapkan sesuai dengan harkatnya.
4) Pendekatan
Psikologis
Pendekatan psikologis ini telah
mereduksi ilmu pendidikan menjadi ilmu proses belajar mengajar. Namun dalam
masyarakat modern, tidak hanya terbatas pada proses belajara mengajar
saja, tetapi sejalan dengan perkembangan
pranata pendidikan sebagai pranata sosial.
5) Pendekatan
Negativis
Pendekatan ini diambil dari pandangan
Filsof Bertrand Russel, yang membagi tugas pendidikan menjadi 3, yaitu:
a) Tugas
pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak
b) Melihat
pendidikan sebagai usaha mengembangkan kepribadian peserta didik atau dengan
kata lain membudayan individu.
c) Proses
pendidikan adalah melatih peserta didik menjadi warga negara yang berguna
6) Pendekatan
Sosiologis
Hakikatnya, pendekatan ini memandang
pendidikan sebagai keperluan hidup bersama dalam masyarakat, sehingga memandang
bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat.
Versi lain dari pandangan ini ialah
Developmentalisme, yaitu segala sesuatu diarahkan kepada mencapai tujuan
pembangunan.
b. Pendekatan
Holistik Integratif
Pendekatan ini melihat proses
pendidikan, peserta didik, dan keseluruhan perbuatan pendidikan termasuk
lembaga-lembaga pendidikan, telah menampilkan pandangan-pandangan ontologi
maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pedidikan.
Rumusan operasional yang mengenai
hakikat pendidikan dalam pandangan Reduksionisme mempunyai komponen-komponen
sebagai berikut:
1) Pendidikan
merupakan suatu proses berkesinambungan
2) Proses
pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
3) Eksistensi
manusia yang memasyarakat
4) Proses
pendidikan dalam masyarakat yang membudaya
5) Proses
bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.
HAKIKAT
KEBUDAYAAN
Inti
dari setiap kebudayaan adalah manusia. Akan tetapi hakikat kebudayaan itu
sendiri masih menjadi perdebatan di kalangan antropolog. Tidak ada kebudayaan yang statis. Di dalam
kebudayaan terdapat unsur universal yang berlaku untuk setiap anggota dan ada
pula unsur-unsur kekhususan yang dianatu oleh segelintir anggota. Rumusan ini
dikemukakan oleh Ralph Linton di dalam bukunya The Cultural Background of
Personality.
Definisi
Tylor mengenai budaya adalah: “budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan
yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat,
serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat”.
Implikasi
dari rumusan tersebut yang dapat dipetik dalam usaha kita untuk mempunyai
pengertian yang lebih jelas mengenai hakikat pendidikan adalah:
a. Adanya
keteraturan dalam hidup bermasyarakat
b. Adanya
proses pemanusiaan
c. Di
dalam proses pemanusiaan itu terdapat suatu visi tentang kehidupan
Konsep
kebudayaan nasional menurut Ki Hajar Dewantara dikenal dengan Trikon.
Menurut beliau kebudayaan berarti buah budi mansuia yang merupakan hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam dan zaman.
Rumusan Ki Hajar Dewantar mencakup:
a. Kebudayaan
selalu bersifat kebangsaan dan mewujudkan sifat atau watak kepribadian bangsa.
b. Tiap-tiap
kebudayaan menunjukkan keindahan dan tingginya adat kemanusiaan pada hidup
masing-masing bangsa yang memilikinya.
c. Tiap-tiap kebudayaan sebagai buah kemenangan manusia
terhadap kekuatan alam dan zaman.
PENDIDIKAN DALAM
KEBUDAYAAN
Tanpa
proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang
bahkan memperoleh dinamikamya.
Pendidikan
bukan semata-mata transmisi kebudayaan secaa pasif, tetapi perlu mengembangkan
kepribadian yang kreatif. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan,
meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian.
Proses
transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi.
Kebudayaan ditransmisikan generasi ke generasi dan bisa dilihat dalam proses
pendidikan. Sehingga Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa tugas lembaga
pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan orang pintar dan pandai
berpengetahuan dan cerdas, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi
pekerti dalam kehidupan agar kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan
bersusila
Di
dalam proses pembudayaan terdapat pengertian-pengertian seperti inovasi dan
penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis dan
prediksi masa depan.
KEBUDAYAAN DALAM
PENDIDIKAN
Pendidikan
di Indonesia mulai terkenal karena konsep Taman Siswa. Konsep Taman Siswa
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan beralaskan
garis-garis hidup bangsanya yang ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang
dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bersama-sama dengan
lain-lain bangsa untuk kemulyaan segenap manusia di seluruh dunia.
Kebudayaan
merupakan dasar dari praksis pendidikan, maka bukan saja seluruh proses
pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan
harus diperkenalkan dalam proses pendidikan.
Pandangan
Taman Siswa tersebut ternyata sejalan dengan pandangan kontemporer. Seperti
halnya Taman Siswa, Barameld menjelaskan bahwa proses pendidikan adalah aspek
integratif dari proses kebudayaan. Proses kebudayaan mempunyai tiga aspek yang
berkaitan, yaitu:
a. Kebudayaan
mempunyai tata susunan yang komplek namun
merupakan suatu anyaman berpola.
b. Nilai-nilai
kebudayaan ditransmisikan dengan proses-proses “acquiring” melalui “inquiring”
c. Proses
kebudayaan mempunyai tujuan
Pendidikan
dunia sekarang sedang mengkaji kembali tentang perlunya pendidikan moral atau
pendidikan budi pekerti. Hal ini muncul didasari karena melemahnya ikatan
keluarga, kecenderungan negatif di dalam pemuda, dan kebangkitan kembali
perlunya nilai-nilai etik.
PENDIDIKAN
KEBUDAYAAN
Pendidikan
di Indonesia terlihat telah tercabut dari akar kebudayaan Indonesia. Sehingga
perlu adanya program pengenalan dan pengembangan kebudayaan. Proses pengenalan,
pemeliharan dan pengembangan ini dapat dilakukan dalam proses pendidikan
Formal, Informal, dan Non-formal.
Setiap
bangsa pasti memiliki kebudayaan nasional, sehingga perlu adanya pengenalan,
pemeliharaan, dan pengembangan kebudayaan dalam proses pendidikan. Seperti yang
dikatakan Koentjoroningrat bahwa dengan adanya kebudayaan ini akan memberikan
identitas suatu bangsa sekaligus meningkatkan jalinan komunikasi dan
solidaritas suatu bangsa.
Relevansi
dari polemik kebudayaan tahun 1935 masih terasa hingga sekarang, yang
menyatakan bahwa pendidikan nasional perlu didasarkan pada pokok yang bersifat
nasional Indonesia yaitu unsur-unsur yang lahir dari kebudayaan yang hidup
dalam masyrakat Indonesia. Ada banyak wujud-wujud kebudayaan yang dimiliki
Indonesia, mulai dari adat istiadat, bangunan, teknologi mata pencahariaan, dan lain-lain. Pendidikan yang
mengusung tujuan kebudayaan nasional diharapkan mampu memberikan identitas
bangsa dan meningkatkan solidaritas seluruh masyarakat.
Bahasa
indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, bahasa ilmu
pengetahuan dan bahasa pergaulan di dalam masyarakat. Akan tetapi tidak berarti
bahasa daerah yang ratusan jumlahny menjadi tak berarti. Justru bahasa daerah
harus tetap dihidupkan melalui proses pendidikan karena merupakan harta
kebudayaan negara.
Daya
cipta lahir dari seseorang yang kreatif dan muncul karena rangsangan dari
keseluruhan kebudayaan masyarakat di mana ia hidup. Sehingga aspek afektif yang
selama ini cenderung di anak tirikan daripada aspek kognitif perlu diperhatikan
lagi. Karena dari aspek afektif inilah akan merangsang kemunculan daya cipta
yang kreatif.
KEBUDAYAAN
PENDIDIKAN
Burner
telah mengingatkan kebudayaan baru, yaitu Komputerisme. Dimana laju informasi
akan semakin cepat. Akan tetapi dalam lingkup pendidikan, bukan berarti hanya
sekedar memiliki informasi yang lengkap, akan tetapi mampu menyusun
pengertian-pengertian. Sehingga budaya mengajar semakin berkembang tanpa meninggalkan
kreatifitas pemakai kebudayaan tersebut.
Budaya
kolonial yang masih terasa hingga sekarang adalah intelektualisme dan
verbalisme. Sehingga praktik pendidikan lebih ke arah formalitas dengan
mendewakan ijazah, dan juga kesan pendidikan di Indonesia yang monoton hingga
kesempatan analisis terbuka dan pengembangan intelektual sulit berkembang.
Administrasi
dan menajemen adalah berbagai usaha untuk mewujudkan visi, misi, dan program
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Terdapat dua jenis administrasi yang
diterapkan di Indonesia, yaitu administrasi dan manajemen pendidikan makro dan
mikro. Pada waktu Orde Baru, administrasi dan manajemen pendidikan makro sudah
berjalan dengan baik. Akan tetapi karena berlebihahan, menyebabkan administrasi
dan manajemen pendidikan mikro cenderung terbengkalai.
Kecenderungan
lebih menonjolknya administrasi dan manajemen pendidikan makro di Indonesia
menyebabkan kurang terfokusnya tujuan pendidikan di daerah-daerah sehingga
kesulitan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Maka sudah seharusnya
memfokuskan diri pada lingkungan kelembagaan sekolah, bukan pada taraf
nasional.
Pendekatan
Institusional Administrasi dan Manajemen (PIAM) pendidikan kini sudah diuji
cobakan di banyak negara seperi Amerika Serikat dan Australia.
PIAM
menyajikan model administrasi dan manajemen pendidikan yang lebih kelembagaan
dengan sumber-sumber pendidikan yang disesuaikan dengan proses pembelajaran
siswa, pemanfaatan secara maksimal peserta didik, menjunjung tinggi demokrasi
seperti dilihat dalam mengambil keputusan bersama antara kepala sekolah dan
guru, peningkatan komitmen dan loyalitas staff.
Namun
ada beberapa masalah mengenai PIAM ini, yaitu bertambahnya jumlah beban kerja,
biaya yang lebih besar, performance sekolah yang tidak sama, dan kesulitan
koordinasi mengingat sifat PIAM ini cenderung otonomi sekolah.
MANUSIA BERPENDIDIKAN
DAN MANUSIA BERBUDAYA
Seorang
disebut bebudaya adalah orang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etis dan moral yang hidup di dalam
kebudayaan tempat di hidup. Meskipun seseorang bependidikan tinggi dan
berwawasan luas, namun tidak bermoral, maka ia tetap dianggap tak berbudaya.
Manusia
adalah makhluk yang terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk mencarai konsep
manusia di Indonesia sendiri karena memerlukan penelitian berbagai dimensi.
Pendidikan
yang baik bukan pendidikan yang menyamaratakan manusia. Akan tetapi pendidikan
yang mampu mengembangkan seluruh potensi manusia secara utuh. Hal ini dapat
dilakukan dengan konsep wajib belajar bagi semua warga negara.
Rumusan
pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat dilihat dalam asas-asas Taman Siswa yang
dikenal dengan Panchadharma, yang terdiri atas: kodrat alam, kemerdekaan,
kebangsaan, kebudayaan, dan kemanusiaan.
M.
Sjafei’i merumuskan pendidikan berupa seperangkat kelengkapan hidup yang
terdiri dari: sifat kemanusian setinggi mungkin, aktivitas yang besar,
kecakapan dalam meniru asli dan meniru bebas, kecakapan untuk mencipta sesuatu
yang baru, rasa tanggung jawab terhadap keselamatan negara dan bangsa serta
kemanusiaan, keyakinan demokrasi dalam hak dan kewajiban, jasmani yang sehat
dan kuat, keuletan yang besar, ketajaman berfikir logis, perasaan peka dan
halus.
Dua
poin penting dalam tujuan pendidikan nasional pendidikan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya.
Praksis
pendidikan hendaknya memenuhi kriteria yaitu harus mampu mengembangkan seluruh
potensi manusia secara umum berasas lingkungan, mampu mengembangkan potensi
kepribadian manusia, mampu mengembangkan sikap sopan santun, setiap kelembagaan
yang dimiliki pemerintah mampu mengembangkan manusia yang bermoral, mampu
mengembangkan kebanggaan nasional.
MASYARAKAT
MADANI INDONESIA
Kekuatan-kekuatan
global yang mampu mengubah dunia besar-besaran adalah kekuatan demokrativisasi
dan kemajuan teknologi komunikasi serta konsep dunia yang terbuka.
Dan
dengan adanya kesamaan unsur kemanusiaan yang dimiliki manusia, lahirlah
kebudayaan. Dengan kesamaan unsur itu pula manusia terus mepertahankan dan
bahkan mengembangkan kehidupannya dengan membangun kerjasama dengan manusia
lain. Masyarakat seperti inilah yang dimaksud masyarakat madani, mereka
mengembangkan berbagai kemajuan dalam hidup sehingga menarik para filsof untuk
mengetahui lebih jauh konsep hubungan individu dengan negara.
Hak
asasi muncul menggebrak dunia dengan dicetuskannya perjanjian Bill of Right.
Sampai sekarang konsep HAM ini masih terus disempurnakan oleh PBB.
Hak
asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri masing-masing individu dan
bersifat kodrati bersumber dari Allah swt. Sehingga antar manusia harus saling
menghargai hak orang lain. Indonesia mendukung HAM dengan adanya pasal-pasal
tentang HAM, yaitu: pasal 27 ayat 1 dan 2, pasal 28, pasal 29, dan pasal 31.
Masyarakat
madani di Indonesia merupakan misi gerakan reformasi nasional dan juga visi
dari reformasi pendidikan Nasional. Ciri dari masyarakat madani ini meliputi
kesukarelaan, keswasembadaan, kemandirian tinggi terhadap negara, dan
keterkaitan nilai-nilai hukum yang disepakati bersama.
PENDIDIKAN UNTUK
MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Strategi
pendidikan Indonesia dalam membangun masyarakat madani ditempuh melalui:
a. Pendidikan
dari, oleh, dan bersama-sama masyarkat
b. Pendidikan
didasarkan pada kebudayaan nasional, yang bertumpu pada kebudayaan lokal
c. Proses
pendidikan mencakup proses homonisasi dan humanisasi
d. Pendidikan
demokrasi
e. Kelembagaan
pendidikan
f. Desentralisasi
manajemen pendidikan nasional
Strategi
reformasi pendidikan nasional meliputi:
a. Pranata
sosial pendidikan keluarga dan sekolah haruslah dijadikan pusat pengembangan
kebudayaan daerah dan nasional.
b. Visi
pendidikan nasional berakar dari kebudayaan nasional, perlu dijabarkan secara
rinci dalam semua program pendidikan.
c. Prinsip-prinsip
kehidupan nasional yang berdasarkan pancasila perlu dilaksanakan di dalam
kehidupan nyata dalam seluruh lembaga pendidikan.
d. Menghidupkan
dan mengembangkan tata cara hidup demokrasi.
e. Desentralisasi
dan sentralisasi pengelolaan pendidikan yang seimbang
Hasil yang
diharapkan dari pendidikan nasional untuk membangun masyarakat madani indonesia
yaitu:
a. Sikap
demokratis
b. Sikap
toleran
c. Saling
pengertian
d. Berakhlak
tinggi, beriman, dan bertaqwa
e. Manusia
dan masyarakat yang berwawasan global.
0 komentar:
Posting Komentar