RESENSI BUKU
SINERGI AGAMA
DAN BUDAYA LOKAL
"DILEKTIKA
MUHAMMADIYAH DAN SENI LOKAL"
Pengarang Buku
: M Toyibi. Dkk.
Penerbit : Muhammadiayah
University Perss. 2003.
Oleh : Wahyu Alamsyah (09410064)
Seni tradisi
lokal yang berkembang dan hidup di suatu komunitas budaya masyarakat merupakan
ekspresi akan hidup dan kehidupannya. Sebagai ekspresi hidup dan kehidupannya,
ia merupakan media untuk mengungkapkan pandangan hidupnya, serta menjadi sumber
inspirasi bagi tegaknya kehidupan spiritual, moral dan sosial.
Namun kedudukan
dan fungsi seni tradisi lokal yang demikian itu dewasa ini semakin mengalami
marginalisasi. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal
maupun eksternal. Penyebab internal mengandaikan kurangnya upaya-upaya dari
pelaku seni tradisi untuk mengadopsi perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat, sehingga seni tradisi sebagai ekspresi hidup dan kehidupan
masyarakatnya dianggap telah out of date. Dengan situasi internal
demikian upaya-upaya pelestarian dan terlebih lagi upaya-upaya pengembangan
seni tradisi semakin sulit mendapat ruang apresiasi.
Sedangkan
penyebab eksternal dapat dikaji dari berbagai sisi. Tiga diantara penyebab
eksternal yang terpenting dan berlangsung secara simultan adalah:
1.
Proses
globalisasi yang didominasi oleh budaya Barat
2.
Hegemoni
Negara dengan konsep budaya nasional yang mengkooptasi budaya daerah
3.
Hegemoni agama
formal (arganized religion) yang lebih mengedepankan pendekatan syariah
daripada pendekatan spiritual, moral dan sosiologis.
Faktor lainnya
dari ketiga proses simultan diatas adalah hiasan atau aksesori sosial yang
melingkupi seni trasisi lokal atau efek samping yang ditimbulkannya, sering
kali dilepaskan dari pesan-pesan spiritual, sosial dan moralitas yang ada
didalamnya, seperti kesan alkholisme, sesualisme dan judi dalam seni Tayub,
Ludruk atau Ketoprak Tobong, atau pamer aurat dan gerakan erotis pada seni tari
semisal Jaipong, Gandrung Banyuwangi, dan lain sebagainya.
Realitas
diatas perlu segera mendapatkan pemecahan-pemecahan yang dalam jargon politik disebut
win-win solution. Artinya yaitu diperlukan interpretasi ajaran yang
mendalam dalam hubungannya dengan realitas sosiobudaya masyarakat. Dalam hal
ini penerjemah dan penafsiran teks ajaran islam diperlukan bantuan analisis
kritis dengan berbagai pendekatan seperti filsafat, sosiologi, sejarah,
antropologi dan sebagainya. Karenanya, keputusan tentang pemikiran keagamaan
tidak serta-merta bersifat menghakimi dan membrangus kekayaan seni budaya yang
ada, tatapi ada pemikiran yang mendalam dan slektif. Di sisi lain, dimensi
negative dari kulit –kulit dan efek samping yang menghiasi seni tradisi lokal
peru dianulir dengan meangapresiasi dan menggali filosofi yang terkandung di
dalamnya, yang meliputi pesan-pesan spiritual, sosial dan moralnya. Dengan
demikian, akan terjadi dialektika, asimilasi dan akulturasi antara agama yang
mendalam dan multidimensional dan seni tradisional lokal.
Dalam buku ini
dijelaskan, bahwa posisi strategis muhammadiyah sebagai salah satu dari dua
organisasi terbesar di Indonesia barangkali sudah selayaknya tampil sebagai
salah satu cagar budaya atas seni tradisi lokal, yang pada umumnya sarat akan
pesan-pesan filosofis, baik dalam aspek spiritualitas, moral dan metalitas,
maupun pesan sosial. Akan tetapi muhammadiyah dalam peran cagar budaya dalam
gerakan keagamaan dan strategi kebudayaannya, seperti kajian-kajian kritis
tentang seni budaya, khususnya seni tradisi lokal dengan mengedepankan dimensi
positifnya, yaitu pesan-pesan agung yang terkandung di dalamnya dan mengupas
serta membuang jauh bias-bias dan kesan negative yang melekat padanya.
Dengan
demikian dialog yang interaktif antara pemikiran-pemikiran para ulama, ilmuan
sosial, budayawan dan seniman, serta para pelaku dakwah dan pendidikan, sangat
diperlukan untuk mempertahankan seni tradisi lokal dan budaya Indonesia dan
nilai-nilai relegius, estetika dan etika yang terkandung didalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar