Nama : Damar Andy Wicaksono
NIM : 09410280
Prodi : VI PAI – F
Presensi : 45
Judul
Buku : Pendidikan, Kebudayaan, dan
Masyarakat Madani Indonesia
Penulis : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.
Ed.
Penerbit : PT Remaja Rosdakarya
Tahun
terbit : Cetakan pertama, Agustus 1999
Cetakan Kedua, mei 2000
Cetakan Ketiga Oktober 2002
Tebal : 245 halaman
Buku yang terdiri dari
9 bab ini, merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Prof Dr HAR. Tilaar. Buku
ini mengulas tentang proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia yang
berbudaya Indonesia yang interaktif dan berkesinambungan dan konsentris artinya
bahwa proses pendidikan itu berakar pada budaya bangsa dalam membawa manusia
dan masyarakat Indonesia menuju ke dalam masyarakat madani Indonesia sehingga
mampu memasuki pergaulan bangsa-bangsa di dunia yang terbuka tanpa kehilangan jati diri. Kemudian dibahas
pula mengenai hakekat pendidikan, hakekeat kebudayaan, berbagai kaitan antara
pendidikan dan kebudayaan, beberapa teori dan persepsi mengenai hubungan antara
proses pendidikan dan kebudayaan, dipaparkan pula tentang masyarakat madani
Indonesia serta Proses Pendidikan untuk
masyarakat madani Indonesia.
Seperti
yang disebutkan dalam buku ini, proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan
berimplikasi di dalam interaksi antar manusia yang ada dalam masyarakat
Indonesia yang majemuk. Interaksi tersebut terjadi di dalam lingkungan alam
(ekologi) yang perlu dilestarikan serta lingkungan social (social, ekonomi,
politk) yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Proses
pembudayaan atau proses pemanusiaan tersebut juga harus memperhatikan factor pelestarian
lingkungan alam, budaya dan kependudukan.
Pada
bab 1 buku ini berbicara tentang hakekat penidikan. Untuk lebih lanjut berikut
sedikit penjelasan tentang hakekeat pendidikan pada bab I. Ketika berbicara
hakekat pendidikan pasti tidak akan terlepas dari berbicara mengenai pengertian
pendidikan itu sendiri. Banyak teori yang muncul mengani arti atau definisi
tetntang pendidikan. Dan berbagai definisi tersesbut muncul dengan berbagai
macam pendekatan yang digunakan. Pendekatan tersebut dapat dikategorisasikan ke
dalam 2 pendekatan besar yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan
holistic-integratif. Banyak teori
pendekatan yang muncul dari pendekatan reduksionisme seperti pendekatan
pedagogis, pendekatan psikologis, pendekatan negativis, pendekatan sosiologis.
Selain itu, juga dijelaskan makna pendidikan menurut pandangan pendekatan
holistic-integratif. Pendekatan ini melihat bahwa pendidikan sebagai suatu
pengembangan manusia secara utuh. Dengan demikkian pendidikan harus melihat
bahwa peserta didik memilikki potensi yang harus dikembangkan. Pengambangan
potensi tersebut seharusnya diarahkan kepada perwujudan nilai-nilai
kemanusiaan. Dengan demikian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan,
sehingga dapat diartikan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan dan proses
pembudayaan adalah proses pendidikan.
Kemudian
pada bab 2 berbiacara mengenai hakekat kebudayaan. Setelah pada bab sebelumnya
berbicara tentang hakekat pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari
kebudayaan, selanjutnya bab ini menjelaskan tentang hakekat kebudyaan. Sperti
definisi pendidikan yang begitu banyak, kebudayaan juga memiliki berbagai macam
definisi yang dihasilkan dari beberapa pakar antropologi, sosiologi maupun ahli
yang lain. Nah, pada bab ini HAR Tilaar mengambil salah satu rumusan definisi
kebudayaan dari seorang tokoh yaitu Edward B. Taylor. Pemilihan definisi dari
Edwar B. taylor dikarenakan rumusan ini dapat dijadikan sebagai titik-tolak
analisis mengenai hakekat kebudayaan yang dapat digunakan sebagai titik-tolak
untuk mengerti hakekat pendidikan. Definisi Taylor mengenai budaya adalah
“suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat, serta kemampuan-kemamapuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Dari jalan pemikiran Edward B. Taylor tersebut
HAR Tilaar menyimpulkan bahwa kebudyaan merupakan pengarah atau petunjuk dari
proses humanisasi. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang
terdiri dari beberapa nilai-nilai yang diakui bersama dalam masyarakat dan
kebudayaan adalah normative. Dan proses pendidikan sendiri adalah proses yang
normative. Selain pandangan Edwar B. Taylor mengenai kebudayaan dipaparkan pula
pada bab ini mengenai pandangan Bapak Pembangunan Pendikan Nasional Indonesia
yaitu Ki Hajar Dewantara. Dan sebagai penutup dalam bab ini HAR Tilaar
menuliskan rumusan dari Koentjaraningrat untuk menunjukkan keterkaitan antara
hakeket kebudayaan dan hakekat pendidikan. Rumusan Koentjaraningrat adalah
bahwa “kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan” dan karya manusia, yang harus
dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya
itu.”
Selanjutnya
pada Bab 3 berbicara tentang Pendidikan dalam Kebudayaan sedangkan pada Bab 4
berbicara tentang Kebudayaan dalam Pendidikan. Sesungguhnya telah disebutkan di
atas bahwa pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Proses pendidikan adalah Proses pembudayaan begitu juga
sebaliknya. Masuk pada Bab 3 dijelaskan bahwa Pendidikan memiliki peran yang
sangat penting dalam kebudayaan atau dengan kata lain bahwa Pendidikan tidak
akan bisa dilepas dari kebudyaan, maka dalam dunia ilmu pengetahuan muncul apa
yang dikenal dengan Antropologi Pendidikan. Peranan yang sangat nyata dari
pendidikan dapat kita lihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Dan
perkembangan kepribadian tidak terlepas dari peranan kebudayaan itu sendiri.
Dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan kebudayaan akan dapat
berkembang melalui perkembangan kepribadian manusia tersebut. Dalam suatu
proses kebudayaan ada yang dinamakan dengan transmisi kebudayaan. Transmisi
kebudayaan ini menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Proses ini yang
kemudian menjadikan suatu budaya yang ada dalam masyarakat dapat dilestarikan
oleh generasi sebelumnya atau juga bahkan dikembangkan oleh generasi
berikutnya. Kemudian apa yang ditransimisi? Yaitu nilai-nilai yang ada di
masyarakat, adat-istiada masarakat, kebiasaan masyarakat, dan
pandangan-pandangan masyarakat mengenai
hidup dan konsep hidup lainnya. Antara pribadi dengan kebudyaan pasti terjadi
interaksi. Dan hal ini menuntut seorang individu untuk menjadi manusia yang
aktif dan kreatif bukannya pasif terhadap kebudayaan yang dimilikinya. Dan
dalam proses pembudayaan tersebut akan muncul berbagai pengertian inovasi dan
penemuan, difusi kebudayaan, asimilasi, akulturasi, focus, prediksi masa depan,
serta banyak istilah lainnya. Melihat berbagai istilah tersebut yang ada dalam
proses pembudayaan sudah seharusnya pendidikan nasional menggeser paradigma, khususnya yang berkaitan
dengan kebudyaan nasional. Paradigma tersebut harusnya lebih berorientasi
kepada pengembangan potensi akal dan budi manusia. Dengan begitu akan terjadi
interaksi antara individu dengan kebudayaan yang dimilikinya. Sehingga akan
dapat mengembangkan nilai-nilai yang hidup dalam kebudayaan masyarakat
Indonesia.
Masuk
ke bab 4 dipaparkan mengenai Kebudayaan dalam Pendidikan. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab terdahulu bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari
proses pendidikan. Begitu pun sebaliknya pendidikan tidak bisa lepas dari
proses pembudayaan. Kalau berbicara mengenai Kebudayaan dalam Pendidikan sudah
sepatutnya melihat ke konsep Taman Siswa yang dicetuskan oleh ki hajar
dewantara. Karena beliau meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang
berorientasi budaya. Hal ini bisa
dilihat dari pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh beliau yaitu bahwa
“Pendidikan beralaskan garis hidup dari bangsanya yang ditujukan untuk
keperluan perikehidupan yang dapat menangkat derajat rakyat dan negaranya, agar
dapat bersama-sama dengan lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di
seluruh dunia.” Kebudayaan merupakan
dasar praksis pendidikan, oleh karenanya selain pendidikan harus berjiwakan
kebudayaan nasional, pendidikan juga harus berasaskan semluruh unsure
kebudayaan yang juga harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Dijelaskan
pula pada bab ini, selain pandangan klasik taman Siswa tentang kebudayaan dalam
praktek pendidikan, di sini juga dijelaskan pandangan kontemporer seperti
pandangan Theodore Brameld yang menjelaskan kaitan antara proses pendidikan dan
proses membudaya. Lembaga pendidikan dikatakan sebagai pusat kebudayaan. Dengan
demikian, lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah, selain merupakan tempat
mendapatkan ilmu juga merupakan tempat pengembangan nilai-nilai budaya secara
intensif, inovatif, dan ekstensif. Selain pandangan klasik dan pandangan
kontemporer, HAR Tilaar juga sedikit menjelaskan mengenai Pendidikan Budi
Pekerti yang memiliki peran penting dalam pengembangan nilai-nilai dari
kebudayaan. karena inti dari kebudayaan adalah nilai-nilai maka pendidikan budi
pekerti disini, yang meliputi moral, akhlak, dan sebagainya, dinilai sangat
penting karena akan sangat berkaitan dengan pengembangan budaya dalam
masyarakat. Sebagai penutup pada bab 4,
bahwa paradigma yang sekarang ada menganai pendidikan sebaiknya kembali ke
paradigma semula yaitu pendidikan yang mendasarkan kepada kebudayaan nasional.
Pada
bab 5 dan bab 6 selanjutnya HAR Tilaar memberikan pemaparan mengenai Pendidikan
Kebudayaan dan Kebudayaan Pendidikan. Pada bab 5 mengenai Pendidikan Kebudayaan
dijelaskan mengenai bagaiamana pendidikan Indonesia seharusnya dilaksanakan
sehingga mampu menjadi sarana untuk mengmbangkan berbagai budauya nasional
sehingga tidak akan punah. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu bangsa akan
selalu memerlukan budaya nasional yang menjadi jati dirinya ketika bergaul
dengan Negara lain. Begitu juga bagnsa Indonesia yang begitu banyak memiliki
budaya yang harus dikembangkan dan dilestarikan khusunya melalui proses
pendidikan nasional. Bukankah di dalam Undang-undang telah dijelaskan bahwa
pendidikan nasional harus berakar dari
kebudayaan nasional? Oleh karenanya kebudyaan nasional harus terus dibina dan
ditransimisikan sehingga bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jati
dirinya. Selain itu dijelaskan pula, wujud
dan tujuan kebudayaan nasional harus dituangkan dalam kurikulum
pendidikan itu sendiri. Dan juga perlunya pengembangan kebudayaan nasional
melalui pendidikan nasional. Hal-hal tersebut dijelaskan dalam bab 5 buku ini. Sedangkan
pada bab 6 pengeertia Kebudayaan Pendidikan merupakan suatu gagasan, konsep,
yang mendasari praksis pendidikan. Di Indonesia sendiri, masih belum bisa lepas
dari budaya pendidikan colonial yang masih bersifat intelektualisme dan
verbalisme sehingga sampai dengan saat ini
berimplikasi kepada kebudayaan pendidikan yang mendewakan ijazah formal.
Kebudayaan pendidikan seperti yang nanti bisa mematikan pendidikan nasional
Indonesia. Selain berbicara menganai Budaya praksis Pendidikan di Indonesia
dijelaskan pula tentang seperti apa pengelolaan atau budaya manajemen dan
administrasi tehadap pendidikan nasional di Indonesia. dan dijelaskan pula
seperti apa manajemen dan administrasi yang baik yang harus dilakukan oleh
lembaga sekolah sehingga nantinya akan tercipta suatu budaya pendidikan yang
tidak hanya berorientasi pada intelektualisme dan verbalisme tetapi juga pada
kebudayaan nasional sehingga peserta didik nantinya mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya dan dapat mengembangkan budaya yang ada di Indonesia.
Bab
7 berisi mengenai Manusia Pendidikan dan Manusia Berbudaya. Sebenarnya banyak
pakar yang mengartikan sama antara kedua istilah tersebut, begitu juga
sebaliknya tidak sedikit pakar yang member pengertian yang berbeda antara kedua
istilah tersebut. Dan Prof. HAR Tilaar termasuk salah satu tokoh yang
memberikan pengertian berbeda terhadap kedua istilah tersebut. Manusia
berpendidikan banyak diartikan sebagai manusia yang telah berkembang kemampuan
intelektualnya karena pendidikan (sekolah). Sedangkan seseorang yang berbudaya
adalah sesorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
budaya, khususnya nilai etis dan nilai moral yang hidup dalam kebudyaan
tersebut. Bisa saja ada orang yang berpendidikan tetapi tidak berbudaya. Pada
bab ini selanjutnya HAR Tilaar berbicara mengenai seperti apa konsep manusia
Indonesia. Mencari konsep manusia Indonesia tidak bisa dilihat hanya satu
dimensi saja tetapi harus dari berbagai dimensi karena manusia merupakan
makhluk yang bersifat multidimensional. meneliti manusia yang multidimensional
tidak telepas dari melihat mengenai tujuan pendidikan yang dapat membentuk
manusia tersebut. Prof HAR Tilaar mulai dengan menelusuri beberapa pendapat
mengenai tujuan pendidikan dari beberpa ahli dari luar negeri maupun dari dalam
negeri. Mulaidari John Dewey, Whitehead, Ki hajar Dewantara, hingga rumusan
tujuan pendidikan yang termaktub dalam Undang-undang RI tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Setelah menelusuri beberapa pakar maupun undang-undang RI
untuk menemukan konsep manusia Indonesia yang berpendidikan sekaligus
berbudaya, kemudian beliau merumuskan criteria seperti apa praksis pendidikan
nasional sehingga dapat membentuk manusia yang berpendidikan sekaligus
berbudaya. Criteria tersebut seperti berikut bahwa Praksis Pendidikan nasional
haruslah dan perlu mengembangkan potensi intelektual manusia Indonesia secara
umum, Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan potensi yang spesifi
dari individu sesuai dngan potensi kepribadiannya, Pendidikan nasional harus
dan erlu mengembangkan sikap sopan santun dalam pergaulan masyarakat, Praksis
Pendidikan di semua lembaga adalah mengembangkan manusia Indonesia yang bermoral dalam bertingkah laku yang bersumber
dari kebudaayaan nasional, Praksis Pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan
harus perlu mengembangkan rasa kebangsaan Indonesia, rasa bangga menajdi orang
Indoensia yang berbudaya kebangsaan Indonesia tanpa terperangkap dalam
chauvinism yang sempit.
Selanjutnya
pada bab 8 adalah pembahasan Mengenai Masyarakat Madani Indonesia sedangkan
pada bab terakhir yaitu pada Bab 9 adalah tentang Pendidikan untuk Masyarakat
Madani Indonesia. Setelah pada bab-bab sebelumnya banyak membahas arti
pentingnya pengembangan manusia yang berpendidikan sekaligus berbudaya, pad bab
selanjutnya akan dibahas mengenai pentingnya manusia yang berkarakter seperti
itu sehingga akan membentuk masyarakat Indonesia yang mampu bersaing, manusia
yang modern, manusia yang berpikiran maju, dan menjadi manusia baru yang tidak
meninggalkan kebudayaannya. Terlebih lagi ketika memasuki zaman globalisasi
seperti sekarang ini yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Termasuk
masyarakat Indonesia yang akan terpengaruh oleh arus globalisasi. Jika tidak,
masyarakat Indonesia yang tidak berbudaya dan berpendidikan dipastikan akan
hilang terseret oleh arus globalisasi tersebut. Tidak dapat dipungkiri juga
bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beragam, dan
berbhineka. Dengan derasnya arus globalisasi dan tuntutan perkembangan zaman,
maka pembentukan masyarakat madani dengan system nilai yang ingin diwujudkan
tidak terlepas dari konfigurasi nilai-nilai yang terdapat dalam kebudyaan
manusia. Masyarakat madani global yang ingin diwujudkan merupakan perwujudan
dari masyarakat-masyarakat madani local yang berdasarkan kebudayaannya
masing-masing. Selanjutnya dijelaskan tentang apa masyarakat madani itu? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut HAR Tilaar banyak melihat definisi dari pandangan
beberapa tokoh dunia maupun dari berbagai macam pendekatan, hingga konsepe para
ilmuan muslim seperti al farabi, al ghazali, ibn taimiyah, ibnu khaldun dan
sebagainya. Masayarakat madani disepadankan denan istilah “civil society” yaitu
mengacu pada masyarakat yang demokratis. Setelah menelusuri berbagai pandangan
para tokoh terkemuka, kemudian HAR Tilaar menulsikan beberapa prinsip yang khas
yang harus diperhatikan dalam membangun masyarakat madani Indonesia, cirri khas
tersebut antara lain : kenyataan akan adanyan keragaman budaya Indonesia, pentingnya adanya saling pengertia di antara
sesame anggota masyarakat, toleransi yang tinggi antar sesame masyarakat, dan
yang terakhir perlunya wadah kehidupan bersama yang diwarnai dengan adanya
kepastian hukum.
Setelah mengetahui arti
pentingnya masyarakat madani Indonesia dan karakteristik untuk membangun
masyarakat madani, pada bab terkhir yaitu bab 9 dipaparkan lebih jauh mengenai
Pendidikan untuk Masyarakat Madani Indonesia. seperti yang dijelaskan pada
pendahuluan bab 9 bahwa sebenarnya secara definisi tidak ada pendidikan untuk
masyarakat madani Indonesia. Pendidikan dalam masyarakt madani Indonesia tidak
lain ialah proses pendidikan yang mengakui akan hak-hak serta kewajiban
perorangan di dalam masyarakat. Selanjutnya oleh HAT Tilaar dijelaskan tentang
beberapa strategi pembangunan pendidikan nasional Indonesia dalam rangka
membangun masyarakat madani Indonesia, seperti : Pendidikan dari, oleh, dan
bersama-sama masyarakat, Pendidikan didasarkan pada kebudyaan nasional yang
bertumpu pada kebudayaan local, Proses pendidikan yang mencakup proses
hominisasi dan proses humanisasi, Pendidikan Demokrasi yang menjadi tuntutan
masyarakat madani Indonesia, kelembagaan Pendidikan, Desentralisasi manajemen
Pendidikan nasional. Setelah pemaparan mengenai strategi Pembangunan Pendidikan
Nasional, kemudian di jelaskan tentang Strategi Reformasi Pendidikan Nasional
sebagai salah satu hal yang harus dilakukan karena reformasi penidikan
merupakan seuatu hal yang harus dilakukan dalam pembentukan masyrakat madani
Indonesia. setelah berbagai strategi tersebut diterapkan dan dapat menciptakan
masyarakat madani Indonesia, maka hasil yang diharapkan dari terbentuknya
masyarakat madani adalah tercermin dalam sikapnya seperti Sikap demokratis,
Sikap toleran, Sikap pengertian, berakhlak tinggi, beriman, dan bertaqwa, serta
menjadi manusia dan masyarakat yang berwawasan global.
Seperti itulah kurang
lebih isi dari buku yang berjudul “Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat
Madani Indonesia” yang ditulis oleh Prof. HAR Tilaar. Buku ini layak dan cocok
untuk menjadi pegangan para pendidik maupun para calon pendidik maupun praktisi
pendidikan yang sangat sering bersentuhan dengan dunia pendidikan. Buku ini
akan membuka pandangan kita bahwa dalam pendidikan tidak akan pernah terlepas
dari proses pembudayaan. Dengan begitu maka karakteristik masyarakat Indonesia,
yang memang memiliki keragaman budaya, tidak akan pernah hilang atau musnah
seandainya kita menyadari betapa pentingnya kebudayaan dalam proses pendidikan.
Pun sebaliknya. Seorang pendidik hendaknya tidak hanya berorientasi pada
intelektualitas atau verbalitas semata, tetapi juga harus berorientasi pada
pengembangan kebudayaan masyarkat yang semakin lama semakin hilang bahkan
banyak yang diklaim oleh Negara lain. Sudah saatnya paradigma pendidikan
Indonesia yang hanya berorietasi pada peningkatan intelektual, bergeser ke
pengembangan potensi-potensi manusia yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai
budaya dalam masyarakat. Buku ini memberi banyak pandangan dan paradigma
seperti apa seharusnya pendidikan dielola maupun di lestarikan. Selain itu
sebagai calon pendidik, buku ini akan memberi gambaran mengenai seperti apa
seharusnya membangun masyarakat yang demokratis, masyarakat yang berwawasan
global tetapi tetap memiliki kearifan local, serta berakhlak mulia tanpa
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya. Sebagai
penutup, semoga sedikit tulisan ini memberikan pencerahan dan inspirasi serta
manfaat bagi siapapun yang berkenan membacanya. Terima kasih.