Judul Asli :
Al-Islam Wa Al-Fann
Judul terjemahan :
Islam dan Seni
Pengarang :
Yusuf Al-Qardhawi
Penerjemah :
Zuhairi Misrawi
Penerbit :
Pustaka Hidayah
Cetakan :
1, tahun 2000
Tebal Buku : 190
Peresensi : Zumrotun Nikmah, NIM (09410229),
PAI B
Islam dan Seni merupakan buku terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa
Arab, Al-Islam Wa Al-Fann. Buku ini merupakan karya Yusuf Al-Qardhawi, seorang
ulama Mesir yang berkompeten dalam bidang ilmu keislaman dan juga merupakan
sastrawan yang handal. Materi yang dibahas dalam buku ini yaitu tentang seni dan
kesenian. Buku ini membuka cakrawala baru dalam penalaran hukum yang pada saat
itu sebagian besar ulama Mesir berpijak pada konvensi lama yang banyak dijumpai
dalam kitab kuning. Akan tetapi di sisi lain, dunia seni semakin marak dan jauh
menyimpang dari moralitas dan dimensi keislaman.
Seni atau kesenian merupakan masalah yang sering menimbulkan kontroversi
di kalangan para da’i. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa tertawa
diharamkan, kegembiraan diharamkan, perhiasan diharamkan, dan apapun bentuk
keindahan diharamkan. Di lain pihak, jiwa kesenian ialah merasakan dan
menungkapkan keindahan. Dan Islam yang merupak sebesar-besarnya agama justru menanamkan
cinta dan rasa suka akan keindahan di lubuk hati setiap muslim (QS As-Sajdah:
7, QS Al-Mulk: 3). Dalam suatu hadist disebutkan “Allah itu indah dan menyukai
keindahan”.
Islam sebenarnya menghidupkan rasa keindahan dan mendukung
kesenian, tapi dengan syarat kesenian itu membawa perbaikan dan tidak malah
merusak dan menghancurkan. Al-Qur’an merupakan salah satu pemberi nilai seni
sastrawi. Membaca Al-Qur;an dengan seni yaitu metode yang bagus, lagu, tajwid,
dan aspek estetik yang menyertainya, membuat orang yang mendengar hatinya
bergetar dan kagum akan keindahan Al-Qur’an.
Maka dapat dikatakan bahwa Islam tidak melarang umatnya untuk
mengeksprseikan seni keindahan (estetik). Hal ini disebabkan karena manusia itu
seluruh unsur pembentuknya meliputi tubuh dan jiwanya, akal dan hatinya. Islam
menuntut agar manusia memberi “makanan” untuk semua itu dengan sesuatu yang
dapat memuaskan kebutuhannya dalam batas-batas yang seimbang. Jika nasi
merupakan makanan untuk fisik, ibadah makanan untuk jiwa, ilmu pengetahuan
makanan untuk akal, maka seni adalah makanan untuk hati. Dan perlu
digarisbawahi bahwa seni yang dimaksud adalah seni yang mengangkat
harkat-derajat manusia, bukan yang merendahkannya.
Lagu dan musik merupakan salah satu bentuk dari seni. Terdapat
perdebatan pandangan orang Islam mengenai hai tersebut. Sebagian mengatakan
bahwa lagu adalah termasuk dari kata “al-laghwu” yang berarti sesuatu yang
tidak bermanfaat dan harus dihindari.
Pendapat ini dilandaskan dari firman Allah dalam Surat Al-Luqman:6 (“Diantara
manusia ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
manuisa dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”).
Akan tetapi pendapat ini tidak dapat dijadikan hujjah karena
sebagian lagi berpendapat bahwa lagu dan musik meskipun dikatakan al-lahgwu,
tapi jika tidak membuat orang meninggalkan kewajibannya maka hukumnya boleh.
Ibnu Jurayj menambhakan bahwa lagu dan musik itu tidak termasuk amal baik
ataupun amal buruk. Tidak semua nyanyian itu laghwun, karena semua tergantung
dari niat pelaku. Niat yang baik dapat mengubah perkataan yang tidak ada
manfaatnya menjadi ibadah. Sementara niat yang buruk akan merusak pekerjaan
yang kelihatannya ibadah, misalnya ibadah yang mengandung unsur pamer (riya’).
Lagu dan musik sebagaimana dijelaskan itu pada dasarnya boleh, tetapi harus
tetap memperhatikan batasan-batasannya seperti: harus seseuai dengan syari’at
islam baik isi syairnya, penyanyi, tidak dibarengi dengan perilaku maksiat
(minum-minuman keras, bercampur aduk pria wanita, dll).
Begitu pula pembahasan tentang seni rupa dilihat dari sudut pandang
Islam. Seni rupa yang berawal dari kaum terdahulu yang membuat patung
orang-orang yang dimuliakan, tetapi pada akhirnya karena bujukan syetan
patung-patung tersebut menjadi sesembahan mereka. Seni rupa seperti itulah yang
tidak boleh oleh agama Islam, seni rupa yang membuat manusia bersikap musyrik,
sombong,dan berlebih-lebihan mendewakan yang dibuatnya sendiri.
Terdapat banyak penjelasan mengenai hadist-hadist yang berkaitan
dengan seni dan kesenian dari sudut pandang ulama-ulama Islam. Kesemua
pembahasan seni dibahas secara singkat dan jelas berdasarkan nash Al-qur’an dan
hadist. Buku ini memiliki bahasa yang mudah dipahami baik bagi pemula yang
belum begitu mengetahui seni ataupun agama Islam. Untuk itu buku ini bermanfaat
sebagai rujukan bagi para kaum muslim penikmat seni ataupun para seniman dalam
berolah seni agar terhindar dari hal-hal yang tidak dibenarkan syari’at.
Perkara seni sebenarnya memang perkara yang ijtihadi, artinya masih
bisa diijtihadkan hukumnya, dan disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan juga tergantung
individunya, karena seni bukan perkara qath’i yang sudah tertera jelas dalam
Al’Qur’an. Manfaat lain dari buku ini bagi pembaca yaitu bisa mengetahui
landasan hukum mengenai bagaimana kriteria seni yang seharusnya dan
diperbolehkan Islam, dan bagaimana seni yang haram menurut pandangan Islam.
Buku ini merupakan buku terjemahan yang sudah lama terbitnya,
sehingga dari segi contoh seni yang dikupas hanya beberapa saja, dan masih
banyak contoh kesenian saat ini yang perlu untuk dikupas lebih dalam. Mungkin
buku ini bisa direvisi kembali dengan penambahan kesenian yang saat ini lebih
banyak dan kompleks permasalahannya.
Di luar dari kekurangan karena merupakan buku edisi lama, buku
Islam dan seni ini akan cukup memberikan ispirasi pengetahuan tentang seni dari
kacamata Islam. Isinya yang singkat dan jelas disertai contoh-contoh yang
dikupas lebih mendalam dan memberikan kejelasan dari keragu-raguan yang sering
kita alami dalam memandang seni.
1 komentar:
Semua yang ada dalam kehidupan kita penuh dengan seni, orang berbicara pun memiliki seni masing-masing yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, bahkan dalam semua kegiatan apapun yang kita lakukan, sudah barang tentu mempunyai unsur-unsur seni didalamnya...
seni lebih cenderung kepada keindahan, sebagaimana dalam hadits dikatakan "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal" (Allah itu indah dan suka akan keindahan). jika kita perhatikan pada awal penyebaran islam pada saat itu pun juga menggunakan seni dalam penyampaiannya, juga dapat kita rasakan sendiri perbedaan antara yang menggunakan seni dan tidak.
Adapun yang menyebabkan seni-seni tersebut yang pada awalnya diperbolehkan dan ahirnya dilarang, itu karena salah dalam penggunaannya, seperti contohnya patung dalam penjelasan diatas, oleh karena itu segala sesuatu yang kita lakukan, harus dilakukan secara baik dan benar, dan tidak berlebih-lebihan saja..
intinya, dengan seni hidup kita menjadi indah....
Ida Ardila (09410137)
Posting Komentar