Selasa, 03 Juli 2012
Senin, 04 Juni 2012
16.18
Unknown
1 comment
Nama : Muhammad Shofa Zainuddin
NIM : 09410250
Judul Buku : Paradigma
Kebudayaan Islam
Studi
Kritis dan Refleksi Historis
Penulis :
Dr. Faisal Ismail, M.A
Penerbit :
Yogyakarta, Titian Ilahi Press
Tahun
Terbit : 1996
Tebal
buku : 289 hlm, 21 cm
A. Islam dan Kebudayaan di
Indonesia
Dalam buku ini diterangkan bahwa, potret Islam di Indonesia belum
semaksimal mungkin sesuai yang disamapaikan oleh W.S. Rendra seorang dramawan,
penyair dan budayawan dalam orasinya di Masjid IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
pada tahun 1971. Terdapat tiga poin dalam orasinya yaitu:
a. Ummat Islam tidak hadir
secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat.
b. Ummat islam seakan-akan
bukan sahabat kemanusiaan lagi.
c. Ummat Islam cenderung
menjadi masyarakat tertutup.
Mencoba untuk menyoroti secara umum sosok dan situasi pendidikan
dan kebudayaan Islam di Indonesia. Menyimak paparan yang disampaikan dalam
orasinya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah memberikan gambaran tentang
situasi Islam di Indonesia saat ini. Dikarenakan mereka kurang mengenal dan
bersahabat deng ilmu pengetahuan. Ummat Islam di Indonesia sangatlah besar,
namun tidak dapat memfungsikan kebesarannya.
Adapun strategi kebudayaan dan pembaharuan pendidikan Islam yang
diketahui bahwa terdapat pemahaman tentang Islam itu sendiri, dengan adanya
perbedaan pemahaman tersebut sering terjadi pertikaian antar umat Islam. Di
saat masa tersebut, umat Islam tidak sadar bahwa kultur Barat yang cenderung
membawa pengaruh negative telah masuk di Indonesia. Oleh sebab itu, seorang
pendidik mempunyai tanggungjawab melalui pendidikan formal maupun pendidikan
informal. Semuanya itu, difungsikan untuk mengubah dan meluruskan sikap dan
cara berpikir ana-anak Islam sehingga mereka menjadi Muslim seutuhnya.
Menurut A.R Baswedan ketika dalam “Simposium Museum Pendidikan”
mengatakan bahwa pengembangan museum budya Islam harus diiringi dan ditunjang
dengan gerakan kebudayaan. Ini merupakan hal penting Karena ikhwal kebudayaan
adalah masalah yang sangat vital dalam pengembangann Islam. Selain itu,
generasi muda Islam saatnya tampil guna ikut aktif dalam menggerakkan
kebudayaan Islam bagi pembangunan bangsa.
Strategi yang perlu digunakan yaitu memalui pendekatan yang tidak
hanya teoritis, melainkan praktis. Dari pendekatan ini, akan direncanakan arah
dan masa depan kebudayaan yang memungkinkan terciptanya amal-amal kultur dan
karya-karya budaya. Strategi budaya harus mampu menggerakkan daya kreatif dan
daya potensial ummat dalam memberi warna dan arti bagi kebangkitan kembali
Islam.
Strategi kebudayaan dalam suatu segi harus bermakna dan berintikan
pembaharuan pendidikan Islam, karena pendidikan merupakan sub
sistem dalam keseluruhan satuan budaya. Pendidikan dan kebudayaan
dapat dipandangsebagai refleksi kehidupan intelektualdan kultural ummat dalam
misi perjalanan kehidupan.
Pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi bukanlah sekadar
kegiatan mewariskan harta kebudayaaan terdahulu kepada generasi pengganti yang
bersifat pasif menerima apa adanya. Namun seorang pendidik harus berusaha
melatih para mahasiswa untuk lebih bersifat direktif, dan mendorong mereka agar
berupaya untuk maju, kreatif dan berjiwa membangun.
Menurut Sidi Gazalba tentang penilaian takdir bahwa
dengan segala kemungkinan perkembangan potensi kecerdasannya telah ikut
memberikan sumbangan sangat berharga dan bernilai bagi dunia pemikiran
kebudayaan. Sebagai seorang pendidik, sebaiknya lebih kritis dalam menghadapi
paradigma dari tokoh yang satu dengan yang lain.
Pemikiran Gazalba mengatakan bahwa agama Islam adalah setingkat
dengan kebudayaan Islam dan masing-masing merupakan bagian dari din Islam,
merusak nilai-nilai kesucian ,keaslian, dan kemurnian Islam. Pemikiran ini
sangatlah berbahaya karena dapat merusak akidah kita bahkan peserta didik yang
imannya masih lemah selain itu, jelas dikatakan bahwa Islam seluruhnya adalah
wahyu.
B. Kebersamaan dan
kebersenimanan
Diantara agama dan kesenian ada juga mengandung
akibat negative. Yaitu ketika agama terhadap kesenian dan kesenian terhadap
agama. Namun ada juga segi positif dari kedua belah pihak, yaitu mengembangkan
kesenian dari sosok kebesaran agama dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Kesenian Islam semakin lama akan mengalami kemacetan
bahkan lenyap sama sekali karena ummat Islam di Indonesia kelebihan mengenai
kesenian. Kelebihan yang mengakibatkan kurang menaruh perhatian terhadap
kesenian tersebut. Sehingga serng kita menjadi saksi akan perubahan
yang dilakukan masyarakat untuk menuntuk hal-hal yang bersifat modern.
Antara rasa seni dengan agama terkadang terjadi
pemberontakan yang menganggap bahwa agama (Islam) sebagai belenggu atas
kebebasan mereka (seniman) dalam mengkreasikan karyanya. Dengan kasus tersebut,
maka sebagai calon seniman sebaiknya dapat menempatkan posisi dalam
kesenimannya yaitu selain mengasah daya kreativitasnya intuisi dan
imajinasinya, harus juga mendalami penghayatan dan pengalaman agama secara
intens, sehingga terdapat keseimbangan antara emosi dan akal. Dengan begitu,
akan terjadi keharmonisan antara kesenimanan dengan keimanan.
Membicarakan antara Islam sebagai agama, Moral
dan Modernitas sangatlah berperan penting dalam kehidupannya. Berbicara ketiga
hal tersebut akan membawa ke dalam dunia yang selalu menghasilkan gaya hidup.
Apalagi tren fashion atau sebagainya mmembuat manusia seakan telah diperbudak
oleh uang. Semua yang dihasilkan oleh manusia tidak diajarkan langsung dalam
agama. (Islam). Namun yang perlu diperhatikan dalam berkreasi mambuat sesuatu
seni yaitu tentang fungsi ataupun tujuan yang akan dicapai. Islam tidak
melarang kreasi (estetika) dalam mendisain model pakaian, islam justru
menginginkan kreatifitas terus berkembang akan tetapi harus tetap memperhatikan
nilai-nilai dalam islam, yaitu dalam berpakaian harus menutup aurat.
C. Islam dan Kebudayaan
Global
Sejarah telah mencatat antara pertengahan abad 8 sampai permulaan
abad 13 Masehi, ummat Islam pernah mencapai puncak kebesaran dan kejayaan. Pada
bab kebudayaan Islam di Andalusia dalam lintas sejarah ini, baik Daulah Islam
di Timur (Daulah Abbasiyah) yang berpusat di Bagdad, maupun Daulah
Ummayah yang berpusat di Cordova. Keduanya mmeperlihatkan berbagai
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Estetika, ilmu pengetahuan dan kesusastraan dipelopori oleh al
hakam (961-976) yang mengabdikan hidupnya untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat
dan negerinya. Pada masa kekuasaannya, rakyat merasakan nikmatnya keadilan dan
kemakmuran yang melimpah ruah.
Islam di Andalusia muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan
sekaligus menghasilkan cabang-cabang kebudayaan dalam segala ragam dan
jenisnya.Kesenian, kesusastraan, arsitektur, kedokteran, filsafat, dan
bidang-bidang kebudayaan lain tumbuh dan berkembang dengan maraknya.
Mengenai sumbangan Islam kepada kebangkitan kebudayaan barat,
telah banyak diberikan oleh Islam. Yang paling menonjol dari
sumbangan-sumbangan tersebut yaitu:
1. Bidang kedokteran,
dokter Islam, al-Kindi, telah menulis buku Ilmu Mata yang
diterjamahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Optics.
2. Bidang astronomi dan
ilmu pasti, sarjana Islam al-Khawarizmi menulis buku Al Jabr wa
al-Muqabah yaitu suatu buku standar ilmu pasti.
3. Bidang filsafat, filosof
Barat yaitu Ibnu Rusyd.
4. Bidang ilmu sejarah dan
sosiologi, Ibnu Khaldun berperan penting dalam menyumbangkan
pemikiran-pemikiran untuk sarjana Barat.
Situasi global dewasa ini mengakibatkan peradaban dan kebudayaan
Barat modern melahirkan generasi yang urak-urakan, pemberontak. Terjadinya
industrialisasi menjadikan peradaban menjadi lebih mengenakan, karena segala
bentuk kebutuhan telah dibuat dari proses industri. Industrialisasi disatu
pihak telah mampu memberikan kenikmatan, keenakan, kemudahan bagi kehidupan
manusia, tetapi dilain pihak menimbulkan keadaan yang sebaliknya “aliensi
manusia”. Keretasingan manusia terhadap alam, terhadap manusia sesamanya dan
terhadap Tuhan.
Siklus Jahili dapat dianggap sebagai sebuah tantangan dan mejadi
sebuah harapan. Tantangan karena jaman jahiliyah telah melahirkan kaum pemabuk,
perampok, pezina, penumpahan darah, dan para penjudi. Mereka hidup sepanjang
bimbingan kekerasan, imoralitas dan kriminalitas. Sebuah harapan lahir, karena
berakhirnya jahiliyah tersebut, terdapat kesempatan untuk masuknya jaran-ajaran
Islam. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara urusan ibadat dan urusan
kemasyarakatan dan kebudayaan, karena Islam adalah suatu kebulatan tuntunan
hidup, tuntunan jiwa, suatu system kemasyarakatan dan dasar kekuatan dan
tatanan kultural.
Berbicara tentang kebudayaan Islam di masa depan nampaknya sangat
perlu membangkitkan ummat Islam sebagai penggerak bagi munculnya kejayaan
budaya baru. Kebudayaan Islam yang benar-benar menyentuh dan membangkitkan
seluruh rangsangan budaya. Oleh sebab itu perlunya sikap kultural yang kreatif
yang tumbuh dan menggelora dalm gerak dunia Islam.
Senin, 28 Mei 2012
Kamis, 24 Mei 2012
23.17
Unknown
1 comment
Nama : Paryadi
Nim : 09410285
Kelas : PAI-F
RESENSI BUKU
1. Identitas Buku
Judul Buku : Sejarah Kesenian Islam
Penulis : C. Israr
Penerbit : Bulan Bintang
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 1978
Jilid/ Jmlh. Halaman : Ke 2/ 226
2. Isi Buku
Ada kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yaitu dalam hubungan “ Islam dan seni”. Tergantung pada cara pandang orang yang berbeda-beda , Apakah Islam itu sebagai pembimbing bagi kesenian atau sebagai penghalang. Apabila islam dianggap sebagai pembimbing dalam pertumbuhan seni dan bakat, maka harus ada pembaharuan alam fikiran yang menyelimuti anggapan sebahagian besar umat islam Indonesia.
Ada beberapa aspek kesenian yang masih samar, karena tidak ada pegangan yang jelas dan tegas. Ketiadaan pegangan dalam beberapa aspek kesenian itu, sudah tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan kebudayaan selanjutnya. Oleh sebab itu Pada jilid ke 2 buku ini menyertakan beberapa analisa dari masalah kesenian yang sedang marak tumbuh dewasa ini di tengah kita semua.
Pada buku ini terdapat 8 pembahasan dan ditambah satu penutup yang masing-masing Bab memiliki bahasan masing masing.Yaitu: Tulisan Arab, Ilmu dan Seni, Turki, Persia, India Dan Pakistan, Tiongkok, Jepang, Indonesia Dan Masalah-masalah kesenian Islam Di indonesia. Namun yang menjadi ketertarikan saya untuk dibahas lebih jauh adalah pada bagian masalah-masalah kesenian di Indonesia.
Pada Buku ini disampaikan bahwa masalah kesenian di Indonesia merupakan masalah yang masih asing. Khususnya dalam hal sini rupa, belum ada pegangan yang jelas dan tegas bagi masyarakat sendiri, hanya anggapan yang sudah tradisionil atau dugaan yang telah turun temurun dan diwarisi dari mulut kemulut sedangkan sebagian besar dari anggapan itu adalah amat kabur dan tidak kurang pula memberikan gambaran yang salah atau tidak tepat. Dan tinggi rendahnya suatu kesenian islam pada suatu daerah atau negara, bergantung erat pada posisi umat islam sendiri dalam negara atau daerah itu.
Serta adanya perbedaan pendapat dalam hal seni lukis dan seni pahat
Pendapat pertama
Ada sebuah hadits yang melarang seorang membuat gambar atau pahatan yang obyek atau motifnya ialah sesuatu makhluk yang bernyawa, seperti gambar manusia atau gambar binatang.
...
Pendapat kedua
Boleh saja membuat gambar gambar makhluk bernyawa, seperti gambar manusia atau binatang, tetapi dengan syarat bentuknya tidak dapat diraba.
...
Pendapat ketiga
Boleh membuat gambar dari makhluk bernyawa dalam bentuknya yang plastis, asal saja dalam rupa yang tidak mungkin makhluk itu hidup, misal membuat arca orang hingga dada keatas, membuat relief dan sebagainya.
...
Pendapat keempat
Melihat keadaan suasana tempat dan waktu, yakni dengan meperhatikan hikmah dan jiwa dari larangan itu.
...
Masih ada lagi perbedaan dalam hal yang lain dan dapat dibaca pada buki ini. Demikian resensi ini semoga bermanfaat. Banyak kesalahan mohon maaf.
Nim : 09410285
Kelas : PAI-F
RESENSI BUKU
1. Identitas Buku
Judul Buku : Sejarah Kesenian Islam
Penulis : C. Israr
Penerbit : Bulan Bintang
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 1978
Jilid/ Jmlh. Halaman : Ke 2/ 226
2. Isi Buku
Ada kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yaitu dalam hubungan “ Islam dan seni”. Tergantung pada cara pandang orang yang berbeda-beda , Apakah Islam itu sebagai pembimbing bagi kesenian atau sebagai penghalang. Apabila islam dianggap sebagai pembimbing dalam pertumbuhan seni dan bakat, maka harus ada pembaharuan alam fikiran yang menyelimuti anggapan sebahagian besar umat islam Indonesia.
Ada beberapa aspek kesenian yang masih samar, karena tidak ada pegangan yang jelas dan tegas. Ketiadaan pegangan dalam beberapa aspek kesenian itu, sudah tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan kebudayaan selanjutnya. Oleh sebab itu Pada jilid ke 2 buku ini menyertakan beberapa analisa dari masalah kesenian yang sedang marak tumbuh dewasa ini di tengah kita semua.
Pada buku ini terdapat 8 pembahasan dan ditambah satu penutup yang masing-masing Bab memiliki bahasan masing masing.Yaitu: Tulisan Arab, Ilmu dan Seni, Turki, Persia, India Dan Pakistan, Tiongkok, Jepang, Indonesia Dan Masalah-masalah kesenian Islam Di indonesia. Namun yang menjadi ketertarikan saya untuk dibahas lebih jauh adalah pada bagian masalah-masalah kesenian di Indonesia.
Pada Buku ini disampaikan bahwa masalah kesenian di Indonesia merupakan masalah yang masih asing. Khususnya dalam hal sini rupa, belum ada pegangan yang jelas dan tegas bagi masyarakat sendiri, hanya anggapan yang sudah tradisionil atau dugaan yang telah turun temurun dan diwarisi dari mulut kemulut sedangkan sebagian besar dari anggapan itu adalah amat kabur dan tidak kurang pula memberikan gambaran yang salah atau tidak tepat. Dan tinggi rendahnya suatu kesenian islam pada suatu daerah atau negara, bergantung erat pada posisi umat islam sendiri dalam negara atau daerah itu.
Serta adanya perbedaan pendapat dalam hal seni lukis dan seni pahat
Pendapat pertama
Ada sebuah hadits yang melarang seorang membuat gambar atau pahatan yang obyek atau motifnya ialah sesuatu makhluk yang bernyawa, seperti gambar manusia atau gambar binatang.
...
Pendapat kedua
Boleh saja membuat gambar gambar makhluk bernyawa, seperti gambar manusia atau binatang, tetapi dengan syarat bentuknya tidak dapat diraba.
...
Pendapat ketiga
Boleh membuat gambar dari makhluk bernyawa dalam bentuknya yang plastis, asal saja dalam rupa yang tidak mungkin makhluk itu hidup, misal membuat arca orang hingga dada keatas, membuat relief dan sebagainya.
...
Pendapat keempat
Melihat keadaan suasana tempat dan waktu, yakni dengan meperhatikan hikmah dan jiwa dari larangan itu.
...
Masih ada lagi perbedaan dalam hal yang lain dan dapat dibaca pada buki ini. Demikian resensi ini semoga bermanfaat. Banyak kesalahan mohon maaf.
Rabu, 02 Mei 2012
Rabu, 25 April 2012
Resensi Buku damar
07.00
Unknown
No comments
Nama : Damar Andy Wicaksono
NIM : 09410280
Prodi : VI PAI – F
Presensi : 45
Judul
Buku : Pendidikan, Kebudayaan, dan
Masyarakat Madani Indonesia
Penulis : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.
Ed.
Penerbit : PT Remaja Rosdakarya
Tahun
terbit : Cetakan pertama, Agustus 1999
Cetakan Kedua, mei 2000
Cetakan Ketiga Oktober 2002
Tebal : 245 halaman
Buku yang terdiri dari
9 bab ini, merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Prof Dr HAR. Tilaar. Buku
ini mengulas tentang proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia yang
berbudaya Indonesia yang interaktif dan berkesinambungan dan konsentris artinya
bahwa proses pendidikan itu berakar pada budaya bangsa dalam membawa manusia
dan masyarakat Indonesia menuju ke dalam masyarakat madani Indonesia sehingga
mampu memasuki pergaulan bangsa-bangsa di dunia yang terbuka tanpa kehilangan jati diri. Kemudian dibahas
pula mengenai hakekat pendidikan, hakekeat kebudayaan, berbagai kaitan antara
pendidikan dan kebudayaan, beberapa teori dan persepsi mengenai hubungan antara
proses pendidikan dan kebudayaan, dipaparkan pula tentang masyarakat madani
Indonesia serta Proses Pendidikan untuk
masyarakat madani Indonesia.
Seperti
yang disebutkan dalam buku ini, proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan
berimplikasi di dalam interaksi antar manusia yang ada dalam masyarakat
Indonesia yang majemuk. Interaksi tersebut terjadi di dalam lingkungan alam
(ekologi) yang perlu dilestarikan serta lingkungan social (social, ekonomi,
politk) yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Proses
pembudayaan atau proses pemanusiaan tersebut juga harus memperhatikan factor pelestarian
lingkungan alam, budaya dan kependudukan.
Pada
bab 1 buku ini berbicara tentang hakekat penidikan. Untuk lebih lanjut berikut
sedikit penjelasan tentang hakekeat pendidikan pada bab I. Ketika berbicara
hakekat pendidikan pasti tidak akan terlepas dari berbicara mengenai pengertian
pendidikan itu sendiri. Banyak teori yang muncul mengani arti atau definisi
tetntang pendidikan. Dan berbagai definisi tersesbut muncul dengan berbagai
macam pendekatan yang digunakan. Pendekatan tersebut dapat dikategorisasikan ke
dalam 2 pendekatan besar yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan
holistic-integratif. Banyak teori
pendekatan yang muncul dari pendekatan reduksionisme seperti pendekatan
pedagogis, pendekatan psikologis, pendekatan negativis, pendekatan sosiologis.
Selain itu, juga dijelaskan makna pendidikan menurut pandangan pendekatan
holistic-integratif. Pendekatan ini melihat bahwa pendidikan sebagai suatu
pengembangan manusia secara utuh. Dengan demikkian pendidikan harus melihat
bahwa peserta didik memilikki potensi yang harus dikembangkan. Pengambangan
potensi tersebut seharusnya diarahkan kepada perwujudan nilai-nilai
kemanusiaan. Dengan demikian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan,
sehingga dapat diartikan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan dan proses
pembudayaan adalah proses pendidikan.
Kemudian
pada bab 2 berbiacara mengenai hakekat kebudayaan. Setelah pada bab sebelumnya
berbicara tentang hakekat pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari
kebudayaan, selanjutnya bab ini menjelaskan tentang hakekat kebudyaan. Sperti
definisi pendidikan yang begitu banyak, kebudayaan juga memiliki berbagai macam
definisi yang dihasilkan dari beberapa pakar antropologi, sosiologi maupun ahli
yang lain. Nah, pada bab ini HAR Tilaar mengambil salah satu rumusan definisi
kebudayaan dari seorang tokoh yaitu Edward B. Taylor. Pemilihan definisi dari
Edwar B. taylor dikarenakan rumusan ini dapat dijadikan sebagai titik-tolak
analisis mengenai hakekat kebudayaan yang dapat digunakan sebagai titik-tolak
untuk mengerti hakekat pendidikan. Definisi Taylor mengenai budaya adalah
“suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat, serta kemampuan-kemamapuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Dari jalan pemikiran Edward B. Taylor tersebut
HAR Tilaar menyimpulkan bahwa kebudyaan merupakan pengarah atau petunjuk dari
proses humanisasi. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang
terdiri dari beberapa nilai-nilai yang diakui bersama dalam masyarakat dan
kebudayaan adalah normative. Dan proses pendidikan sendiri adalah proses yang
normative. Selain pandangan Edwar B. Taylor mengenai kebudayaan dipaparkan pula
pada bab ini mengenai pandangan Bapak Pembangunan Pendikan Nasional Indonesia
yaitu Ki Hajar Dewantara. Dan sebagai penutup dalam bab ini HAR Tilaar
menuliskan rumusan dari Koentjaraningrat untuk menunjukkan keterkaitan antara
hakeket kebudayaan dan hakekat pendidikan. Rumusan Koentjaraningrat adalah
bahwa “kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan” dan karya manusia, yang harus
dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya
itu.”
Selanjutnya
pada Bab 3 berbicara tentang Pendidikan dalam Kebudayaan sedangkan pada Bab 4
berbicara tentang Kebudayaan dalam Pendidikan. Sesungguhnya telah disebutkan di
atas bahwa pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Proses pendidikan adalah Proses pembudayaan begitu juga
sebaliknya. Masuk pada Bab 3 dijelaskan bahwa Pendidikan memiliki peran yang
sangat penting dalam kebudayaan atau dengan kata lain bahwa Pendidikan tidak
akan bisa dilepas dari kebudyaan, maka dalam dunia ilmu pengetahuan muncul apa
yang dikenal dengan Antropologi Pendidikan. Peranan yang sangat nyata dari
pendidikan dapat kita lihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Dan
perkembangan kepribadian tidak terlepas dari peranan kebudayaan itu sendiri.
Dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan kebudayaan akan dapat
berkembang melalui perkembangan kepribadian manusia tersebut. Dalam suatu
proses kebudayaan ada yang dinamakan dengan transmisi kebudayaan. Transmisi
kebudayaan ini menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Proses ini yang
kemudian menjadikan suatu budaya yang ada dalam masyarakat dapat dilestarikan
oleh generasi sebelumnya atau juga bahkan dikembangkan oleh generasi
berikutnya. Kemudian apa yang ditransimisi? Yaitu nilai-nilai yang ada di
masyarakat, adat-istiada masarakat, kebiasaan masyarakat, dan
pandangan-pandangan masyarakat mengenai
hidup dan konsep hidup lainnya. Antara pribadi dengan kebudyaan pasti terjadi
interaksi. Dan hal ini menuntut seorang individu untuk menjadi manusia yang
aktif dan kreatif bukannya pasif terhadap kebudayaan yang dimilikinya. Dan
dalam proses pembudayaan tersebut akan muncul berbagai pengertian inovasi dan
penemuan, difusi kebudayaan, asimilasi, akulturasi, focus, prediksi masa depan,
serta banyak istilah lainnya. Melihat berbagai istilah tersebut yang ada dalam
proses pembudayaan sudah seharusnya pendidikan nasional menggeser paradigma, khususnya yang berkaitan
dengan kebudyaan nasional. Paradigma tersebut harusnya lebih berorientasi
kepada pengembangan potensi akal dan budi manusia. Dengan begitu akan terjadi
interaksi antara individu dengan kebudayaan yang dimilikinya. Sehingga akan
dapat mengembangkan nilai-nilai yang hidup dalam kebudayaan masyarakat
Indonesia.
Masuk
ke bab 4 dipaparkan mengenai Kebudayaan dalam Pendidikan. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab terdahulu bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari
proses pendidikan. Begitu pun sebaliknya pendidikan tidak bisa lepas dari
proses pembudayaan. Kalau berbicara mengenai Kebudayaan dalam Pendidikan sudah
sepatutnya melihat ke konsep Taman Siswa yang dicetuskan oleh ki hajar
dewantara. Karena beliau meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang
berorientasi budaya. Hal ini bisa
dilihat dari pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh beliau yaitu bahwa
“Pendidikan beralaskan garis hidup dari bangsanya yang ditujukan untuk
keperluan perikehidupan yang dapat menangkat derajat rakyat dan negaranya, agar
dapat bersama-sama dengan lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di
seluruh dunia.” Kebudayaan merupakan
dasar praksis pendidikan, oleh karenanya selain pendidikan harus berjiwakan
kebudayaan nasional, pendidikan juga harus berasaskan semluruh unsure
kebudayaan yang juga harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Dijelaskan
pula pada bab ini, selain pandangan klasik taman Siswa tentang kebudayaan dalam
praktek pendidikan, di sini juga dijelaskan pandangan kontemporer seperti
pandangan Theodore Brameld yang menjelaskan kaitan antara proses pendidikan dan
proses membudaya. Lembaga pendidikan dikatakan sebagai pusat kebudayaan. Dengan
demikian, lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah, selain merupakan tempat
mendapatkan ilmu juga merupakan tempat pengembangan nilai-nilai budaya secara
intensif, inovatif, dan ekstensif. Selain pandangan klasik dan pandangan
kontemporer, HAR Tilaar juga sedikit menjelaskan mengenai Pendidikan Budi
Pekerti yang memiliki peran penting dalam pengembangan nilai-nilai dari
kebudayaan. karena inti dari kebudayaan adalah nilai-nilai maka pendidikan budi
pekerti disini, yang meliputi moral, akhlak, dan sebagainya, dinilai sangat
penting karena akan sangat berkaitan dengan pengembangan budaya dalam
masyarakat. Sebagai penutup pada bab 4,
bahwa paradigma yang sekarang ada menganai pendidikan sebaiknya kembali ke
paradigma semula yaitu pendidikan yang mendasarkan kepada kebudayaan nasional.
Pada
bab 5 dan bab 6 selanjutnya HAR Tilaar memberikan pemaparan mengenai Pendidikan
Kebudayaan dan Kebudayaan Pendidikan. Pada bab 5 mengenai Pendidikan Kebudayaan
dijelaskan mengenai bagaiamana pendidikan Indonesia seharusnya dilaksanakan
sehingga mampu menjadi sarana untuk mengmbangkan berbagai budauya nasional
sehingga tidak akan punah. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu bangsa akan
selalu memerlukan budaya nasional yang menjadi jati dirinya ketika bergaul
dengan Negara lain. Begitu juga bagnsa Indonesia yang begitu banyak memiliki
budaya yang harus dikembangkan dan dilestarikan khusunya melalui proses
pendidikan nasional. Bukankah di dalam Undang-undang telah dijelaskan bahwa
pendidikan nasional harus berakar dari
kebudayaan nasional? Oleh karenanya kebudyaan nasional harus terus dibina dan
ditransimisikan sehingga bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jati
dirinya. Selain itu dijelaskan pula, wujud
dan tujuan kebudayaan nasional harus dituangkan dalam kurikulum
pendidikan itu sendiri. Dan juga perlunya pengembangan kebudayaan nasional
melalui pendidikan nasional. Hal-hal tersebut dijelaskan dalam bab 5 buku ini. Sedangkan
pada bab 6 pengeertia Kebudayaan Pendidikan merupakan suatu gagasan, konsep,
yang mendasari praksis pendidikan. Di Indonesia sendiri, masih belum bisa lepas
dari budaya pendidikan colonial yang masih bersifat intelektualisme dan
verbalisme sehingga sampai dengan saat ini
berimplikasi kepada kebudayaan pendidikan yang mendewakan ijazah formal.
Kebudayaan pendidikan seperti yang nanti bisa mematikan pendidikan nasional
Indonesia. Selain berbicara menganai Budaya praksis Pendidikan di Indonesia
dijelaskan pula tentang seperti apa pengelolaan atau budaya manajemen dan
administrasi tehadap pendidikan nasional di Indonesia. dan dijelaskan pula
seperti apa manajemen dan administrasi yang baik yang harus dilakukan oleh
lembaga sekolah sehingga nantinya akan tercipta suatu budaya pendidikan yang
tidak hanya berorientasi pada intelektualisme dan verbalisme tetapi juga pada
kebudayaan nasional sehingga peserta didik nantinya mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya dan dapat mengembangkan budaya yang ada di Indonesia.
Bab
7 berisi mengenai Manusia Pendidikan dan Manusia Berbudaya. Sebenarnya banyak
pakar yang mengartikan sama antara kedua istilah tersebut, begitu juga
sebaliknya tidak sedikit pakar yang member pengertian yang berbeda antara kedua
istilah tersebut. Dan Prof. HAR Tilaar termasuk salah satu tokoh yang
memberikan pengertian berbeda terhadap kedua istilah tersebut. Manusia
berpendidikan banyak diartikan sebagai manusia yang telah berkembang kemampuan
intelektualnya karena pendidikan (sekolah). Sedangkan seseorang yang berbudaya
adalah sesorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
budaya, khususnya nilai etis dan nilai moral yang hidup dalam kebudyaan
tersebut. Bisa saja ada orang yang berpendidikan tetapi tidak berbudaya. Pada
bab ini selanjutnya HAR Tilaar berbicara mengenai seperti apa konsep manusia
Indonesia. Mencari konsep manusia Indonesia tidak bisa dilihat hanya satu
dimensi saja tetapi harus dari berbagai dimensi karena manusia merupakan
makhluk yang bersifat multidimensional. meneliti manusia yang multidimensional
tidak telepas dari melihat mengenai tujuan pendidikan yang dapat membentuk
manusia tersebut. Prof HAR Tilaar mulai dengan menelusuri beberapa pendapat
mengenai tujuan pendidikan dari beberpa ahli dari luar negeri maupun dari dalam
negeri. Mulaidari John Dewey, Whitehead, Ki hajar Dewantara, hingga rumusan
tujuan pendidikan yang termaktub dalam Undang-undang RI tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Setelah menelusuri beberapa pakar maupun undang-undang RI
untuk menemukan konsep manusia Indonesia yang berpendidikan sekaligus
berbudaya, kemudian beliau merumuskan criteria seperti apa praksis pendidikan
nasional sehingga dapat membentuk manusia yang berpendidikan sekaligus
berbudaya. Criteria tersebut seperti berikut bahwa Praksis Pendidikan nasional
haruslah dan perlu mengembangkan potensi intelektual manusia Indonesia secara
umum, Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan potensi yang spesifi
dari individu sesuai dngan potensi kepribadiannya, Pendidikan nasional harus
dan erlu mengembangkan sikap sopan santun dalam pergaulan masyarakat, Praksis
Pendidikan di semua lembaga adalah mengembangkan manusia Indonesia yang bermoral dalam bertingkah laku yang bersumber
dari kebudaayaan nasional, Praksis Pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan
harus perlu mengembangkan rasa kebangsaan Indonesia, rasa bangga menajdi orang
Indoensia yang berbudaya kebangsaan Indonesia tanpa terperangkap dalam
chauvinism yang sempit.
Selanjutnya
pada bab 8 adalah pembahasan Mengenai Masyarakat Madani Indonesia sedangkan
pada bab terakhir yaitu pada Bab 9 adalah tentang Pendidikan untuk Masyarakat
Madani Indonesia. Setelah pada bab-bab sebelumnya banyak membahas arti
pentingnya pengembangan manusia yang berpendidikan sekaligus berbudaya, pad bab
selanjutnya akan dibahas mengenai pentingnya manusia yang berkarakter seperti
itu sehingga akan membentuk masyarakat Indonesia yang mampu bersaing, manusia
yang modern, manusia yang berpikiran maju, dan menjadi manusia baru yang tidak
meninggalkan kebudayaannya. Terlebih lagi ketika memasuki zaman globalisasi
seperti sekarang ini yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Termasuk
masyarakat Indonesia yang akan terpengaruh oleh arus globalisasi. Jika tidak,
masyarakat Indonesia yang tidak berbudaya dan berpendidikan dipastikan akan
hilang terseret oleh arus globalisasi tersebut. Tidak dapat dipungkiri juga
bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beragam, dan
berbhineka. Dengan derasnya arus globalisasi dan tuntutan perkembangan zaman,
maka pembentukan masyarakat madani dengan system nilai yang ingin diwujudkan
tidak terlepas dari konfigurasi nilai-nilai yang terdapat dalam kebudyaan
manusia. Masyarakat madani global yang ingin diwujudkan merupakan perwujudan
dari masyarakat-masyarakat madani local yang berdasarkan kebudayaannya
masing-masing. Selanjutnya dijelaskan tentang apa masyarakat madani itu? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut HAR Tilaar banyak melihat definisi dari pandangan
beberapa tokoh dunia maupun dari berbagai macam pendekatan, hingga konsepe para
ilmuan muslim seperti al farabi, al ghazali, ibn taimiyah, ibnu khaldun dan
sebagainya. Masayarakat madani disepadankan denan istilah “civil society” yaitu
mengacu pada masyarakat yang demokratis. Setelah menelusuri berbagai pandangan
para tokoh terkemuka, kemudian HAR Tilaar menulsikan beberapa prinsip yang khas
yang harus diperhatikan dalam membangun masyarakat madani Indonesia, cirri khas
tersebut antara lain : kenyataan akan adanyan keragaman budaya Indonesia, pentingnya adanya saling pengertia di antara
sesame anggota masyarakat, toleransi yang tinggi antar sesame masyarakat, dan
yang terakhir perlunya wadah kehidupan bersama yang diwarnai dengan adanya
kepastian hukum.
Setelah mengetahui arti
pentingnya masyarakat madani Indonesia dan karakteristik untuk membangun
masyarakat madani, pada bab terkhir yaitu bab 9 dipaparkan lebih jauh mengenai
Pendidikan untuk Masyarakat Madani Indonesia. seperti yang dijelaskan pada
pendahuluan bab 9 bahwa sebenarnya secara definisi tidak ada pendidikan untuk
masyarakat madani Indonesia. Pendidikan dalam masyarakt madani Indonesia tidak
lain ialah proses pendidikan yang mengakui akan hak-hak serta kewajiban
perorangan di dalam masyarakat. Selanjutnya oleh HAT Tilaar dijelaskan tentang
beberapa strategi pembangunan pendidikan nasional Indonesia dalam rangka
membangun masyarakat madani Indonesia, seperti : Pendidikan dari, oleh, dan
bersama-sama masyarakat, Pendidikan didasarkan pada kebudyaan nasional yang
bertumpu pada kebudayaan local, Proses pendidikan yang mencakup proses
hominisasi dan proses humanisasi, Pendidikan Demokrasi yang menjadi tuntutan
masyarakat madani Indonesia, kelembagaan Pendidikan, Desentralisasi manajemen
Pendidikan nasional. Setelah pemaparan mengenai strategi Pembangunan Pendidikan
Nasional, kemudian di jelaskan tentang Strategi Reformasi Pendidikan Nasional
sebagai salah satu hal yang harus dilakukan karena reformasi penidikan
merupakan seuatu hal yang harus dilakukan dalam pembentukan masyrakat madani
Indonesia. setelah berbagai strategi tersebut diterapkan dan dapat menciptakan
masyarakat madani Indonesia, maka hasil yang diharapkan dari terbentuknya
masyarakat madani adalah tercermin dalam sikapnya seperti Sikap demokratis,
Sikap toleran, Sikap pengertian, berakhlak tinggi, beriman, dan bertaqwa, serta
menjadi manusia dan masyarakat yang berwawasan global.
Seperti itulah kurang
lebih isi dari buku yang berjudul “Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat
Madani Indonesia” yang ditulis oleh Prof. HAR Tilaar. Buku ini layak dan cocok
untuk menjadi pegangan para pendidik maupun para calon pendidik maupun praktisi
pendidikan yang sangat sering bersentuhan dengan dunia pendidikan. Buku ini
akan membuka pandangan kita bahwa dalam pendidikan tidak akan pernah terlepas
dari proses pembudayaan. Dengan begitu maka karakteristik masyarakat Indonesia,
yang memang memiliki keragaman budaya, tidak akan pernah hilang atau musnah
seandainya kita menyadari betapa pentingnya kebudayaan dalam proses pendidikan.
Pun sebaliknya. Seorang pendidik hendaknya tidak hanya berorientasi pada
intelektualitas atau verbalitas semata, tetapi juga harus berorientasi pada
pengembangan kebudayaan masyarkat yang semakin lama semakin hilang bahkan
banyak yang diklaim oleh Negara lain. Sudah saatnya paradigma pendidikan
Indonesia yang hanya berorietasi pada peningkatan intelektual, bergeser ke
pengembangan potensi-potensi manusia yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai
budaya dalam masyarakat. Buku ini memberi banyak pandangan dan paradigma
seperti apa seharusnya pendidikan dielola maupun di lestarikan. Selain itu
sebagai calon pendidik, buku ini akan memberi gambaran mengenai seperti apa
seharusnya membangun masyarakat yang demokratis, masyarakat yang berwawasan
global tetapi tetap memiliki kearifan local, serta berakhlak mulia tanpa
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya. Sebagai
penutup, semoga sedikit tulisan ini memberikan pencerahan dan inspirasi serta
manfaat bagi siapapun yang berkenan membacanya. Terima kasih.
Rabu, 18 April 2012
Resensi putra
00.12
Unknown
1 comment
Resume Pengembangan Seni dan Budaya
dalam Islam
Disusun oleh
Nama : Puput rahmat Saputra
NIM :
09410281
Kelas : VI PAI F
Deskripsi Buku
Judul buku : Islam dan Kebudayan Jawa
Tebal Buku : 312 halaman
Penerbit : Gama Media
Tahun terbit : 2000
Kota Terbit : Yogyakarta
Pengarang : Pusat kajian Islam dan Budaya Jawa
IAIN Walisongo Semarang
Islam dan
Kebudayaan Jawa
Masyarakat
Jawa dikenal sebagai suku Jawa. Mereka yang berbahasa Jawa dan tinggal di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta,
Madiun, Malang dan Kediri. Surakarta dan Jogjakarta merupakan dua bekas
kerajaan Mataram dan pusat dari kebudayaan Jawa. Masyarakat yang kental unsure
kekerabatan dan kesopanannya ini mempunyai Jiwa tolong menolong yang tinggi.
Islam
datang ke Indonesia datang relative lambat dari kawasan lain, akan tetapi Islam
lebih mudah diterima dengan baik oleh penduduknya. Terbukti 87,2 % penduduknya
beragama Islam (sensus penduduk 1990).
Islam masuk ke Jawa kurang lebih
abad ke-7 Masehi. Dengan bukti diketemukan makam Fatimah binti Maemun di Gresik.
Serta bukti peninggalan yang arkeolog temukan seperti masjid kuno, ragam hiasan
tata kota dan sebagainya.
Hal hal tentang
Islamisasi di Pulau Jawa
Pertama, penduduk pulau Jawa waktu itu
mayoritas memeluk agama Hindu dan bUdha, serta kepercayaan animism dan
Dinamisme..
Kedua, Islamisasi besar besaran terjadi
sekitar abad 15 dan 16 ditandai dengan jatuhnya majapahit, dan berdirinya
kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Islamisasi besar besaran
terjadi saat dunia Islam mengalami kemunduran dalam segala hal.
Islam
di Jawa disebarkan oleh beliau Walisongo dengan menggunakan pendekatan budaya.
Sikap walisanga yang toleran terhadap kebudayaan asli penduduk Jawa semakin
memudahkan penyebaran saat itu.
Kata walisongo diambil dari
penyebutan masyarakat yang memanggil 9 mubaligh. Sebelum islam masuk ke bumi
Jawa mayoritas penduduk jawa menganut agama Hindu Budha dan animisme dan
Dinamisme.
Dengan pendekatan kebudayaan/ sikap
toleran yang dilakukan walisanga dalam mengemban dakwahnya yang mana masyarakat
Jawa begitu dengan mudahnya memeluk Islam tanpa ada kontra yang berarti. Hal
ini dilakukan dengan cerdas oleh para wali, dakwah yang dilakukan tidaklah
menimbulkan gejolak atau kontradiksi terhadap tatanan masyarakat saat itu.
Traadisi dan kepercayaan lama tidak dihapuskan secara radikal dan frontal,
tetapi yang dihilangkan adalah hal hal yang jelas bertentangan dengan unsure
unsure ajaran Islam. Disinilah terjadi akulturasi dan sinkretisasi antara
tradisi dan kepercayaan local di suatu pihak, dengan ajaran dan kebudayaan
Islam di pihak lain. Jika diumpamakan sebuah botol minuman keras, minuman
alkoholnya dibuang dan diganti dengan air yang menyegarkan. Jejak jejak
tersebut dapat kita temui dimasyarakat Jawa saat ini, seperti
1.
Dari segi arsitektur: masjid masjid di pulau
Jawa memiliki desain yang berbeda dengan masjid di kawasan Islam lainnya.
2.
Dari segi ritual kegamaan: munculah ritual
ritual asli Jawa yang diislamkan seperti upacara surtanah, nelung dino, mitung dino, matang puluh dino, nyatus, mendak
pisan, mendak pindo,nyewu dan sebagainya.
3.
Dari segi seni: muncul wayang yang asli budaya
Hindu diganti menjadi wayang khas Islam. Seperti kata Jamus kalimushada atau azimat Sahadat. Dan lain sebainya…
4.
Dari segi pendidikan munculah pendidikan ala
pondok pesantren. Suatu lembaga pendidikan yang menurut Ki Hajar Dewantoro
merupakan pendidikan khas corak Indonesia.
5.
Dari segi ekonomi. Para wali mengajarkan praktik
perdagangan, pertanian dan pertukangan bukan suatu status rendahan yang
ditetapkan oleh ajaran Hindu. Yang mereka membagi bagi manusia ke dalam
beberapa kasta seperti
Brahmana, untuk
pemimpin agama
Ksatria, untuk para
raja dan keturunannya
Waisya, untuk para
pedagang, serta
Sudra, untuk para kuli
dan petani yang tak bertanah.
Para wali disini selain berstatus menjadi tokoh agama juga
berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian secara tidaklangsung walisongo
telah mencontohkan bahwa tidak ada sekat diantara masyarakat.
Dalam
perkembangannya masayarakat Jawa yang hidup di masa modern seperti saat ini
masih bepegang teguh pada kebudayaan turun temurun. Mereka tidak bisa
meninggalkan tradisispiritualnya seperti slametan, wetonan dengan membuat bubur
abang putih agar mendapat keselamatan.
Tetapi disisi lain ada juga adat
istiadat jawa yang telah mengalami pergeseran sehingga dipandang tidak memiliki
magis lagi. Tetapi hanya sekedar bernuansa seni. Seperti tarub, siraman, midodareni, kacar- kucur, dan lain lain.
Selasa, 17 April 2012
LIR ILIR
17.38
Unknown
No comments
Kelompok 3
09410006 Farida Nur
Hikmah
09410007 Yu’timaalahuyatazaka
09410075 Yuyus Juliana
09410080 Muhammad
Alfian
09410102 Muh. Alfi
Fajerin
09410105 Yuni Irawati
09410156 Anastasia
Dansy Novitasari
09410166 Arip Febrianto
09410193 Aulia Fajri Purnamasari
09410199 Mustika
Listivani
09410208 Shanti Sundari
09410216 Sulaekah
09410224 Iman
Alimansyah
09410255 Wido Yufri
Ashar
09410273 Samsul M.
Habibi
09410274 Irma Yanti
Zulaikah
09410283 Mu’arif Salam
LAGU LIR-ILIR
Tembang para Wali tanah Jawi
A.
Lirik Dan Makna Lagu Lir-Ilir
Lir-ilir
Lir-ilir Lir Ilir,
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo, Tak sengguh temanten anyar
Cah Angon Cah Angon, Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-lunyu penekno, Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing pinggir
Dondomono Jlumatono, Kanggo Sebo Mengko sore
Mumpung Padhang Rembulane, Mumpung Jembar Kalangane
Yo surako,,, surak,,, Hiyo!!!
Tak ijo royo-royo, Tak sengguh temanten anyar
Cah Angon Cah Angon, Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-lunyu penekno, Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing pinggir
Dondomono Jlumatono, Kanggo Sebo Mengko sore
Mumpung Padhang Rembulane, Mumpung Jembar Kalangane
Yo surako,,, surak,,, Hiyo!!!
Lir-ilir, Lir-ilir (Bangunlah, bangunlah)
Tandure wus sumilir (Tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo-royo (Demikian menghijau)
Tak sengguh temanten anyar (Bagaikan pengantin
baru)
Makna: Sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan,
bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan
oleh Alloh dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan Tanaman yang
mulai bersemi dan demikian menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan
membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan
tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya
pengantin baru.
Cah angon, cah angon (Anak gembala, anak gembala)
Penekno Blimbing kuwi (Panjatlah (pohon) belimbing itu)
Lunyu-lunyu penekno (Biar licin dan susah tetaplah kau panjat)
Kanggo mbasuh dodotiro (untuk membasuh pakaianmu)
Makna: Disini disebut anak gembala karena oleh Alloh, kita telah diberikan
sesuatu untuk digembalakan yaitu HATI. Bisakah kita menggembalakan hati kita
dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya?
Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing yang notabene buah
belimbing bergerigi lima buah. Buah belimbing disini menggambarkan lima rukun
Islam. Jadi meskipun licin, meskipun susah kita harus tetap memanjat pohon
belimbing tersebut dalam arti sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan
Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.
Lalu apa gunanya? Gunanya adalah untuk mencuci pakaian kita yaitu pakaian
taqwa.
Dodotiro, dodotiro (Pakaianmu, pakaianmu)
Kumitir bedah ing
pinggir (terkoyak-koyak dibagian samping)
Dondomono, Jlumatono (Jahitlah, Benahilah!!)
Kanggo sebo mengko sore
(untuk menghadap nanti sore)
Makna: Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan
berlubang di sana sini, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan
membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika dipanggil menghadap kehadirat
Alloh SWT.
Mumpung padhang
rembulane (Mumpung bulan bersinar terang)
Mumpung jembar
kalangane (mumpung banyak waktu luang)
Yo surako surak iyo!!! (Bersoraklah dengan
sorakan Iya!!!)
Makna: Kita diharapkan melakukan hal-hal diatas ketika kita masih sehat (di
lambangkan dengan terangnya bulan) dan masih mempunyai banyak waktu luang dan
jika ada yang mengingatkan maka jawablah dengan Iya!!!
B.
Fungsi Lagu Lir-Ilir
1.
Fungsi
historis
Lagu lir-ilir berfungsi sebagai media untuk memahami atau mengetahui
umat Islam pada saat Islam berkembang di tanah Jawa yang disebarkan oleh para
Wali Songo.
2.
Fungsi
dakwah
Sunan Kalijaga menciptakan lagu lir-ilir untuk menampaikan
(berdakwah) kepada orang-orang Jawa dan menanamkan Aqidah yang kuat kepada
mereka.
3.
Fungsi
perubahan (moderniasasi)
Dalam lagu lir-ilir terdapat makna perubahan dari Islam yang kejawen
menjadi kembali pada ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
C.
Nilai-Nilai Islam Yang Terkandung Dalam Lagu Lir-Ilir
Sunan
Kalijaga menciptakan lagu lir-ilir untuk menyampaikan (berdakwah) kepada
orang-orang Jawa dan menanamkan Aqidah Islamiyah yang kuat kepada mereka, ketika itu taraf penyerapan dan implementasi
agama Islam masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan
pernikahannya. Melalui tembang ini, Sunan Kalijaga memberi motivasi kepada
orang-orang Islam ataupun yang baru masuk Islam untuk berusaha mempelajari dan
mengaplikasikan ajaran Islam meskipun sulit dan banyak rintangan, karena masih diberi
kesehatan dan banyak waktu luang untuk mempelajari mengamalkan ajaran Islam
tersebut.
D.
Karakteristik Lagu Lir-Ilir Dalam Kategori Lagu Islami
Tembang Lir ilir bukan sekedar tembang dolanan biasa, tetapi tembang
tersebut memiliki corak islami apabila dilihat dari makna tiap-tiap dimana mengandung
makna yang sangat mendalam.