OLEH : MUHAMMAD ALFIAN
NIM :
09410080
KELAS : PAI F
Sumber: Buku Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis
Dan Refleksi Historis Karya Dr. Faisal Ismail MA.
A. ISLAM
DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA
1. Potret
kebudayaan islam di indonesia
Buku paradigma kebudayaan islam, studi
reflektif dan historis karya dr. faisal ismail menitik beratkan pembahasannya
pada keadaan kebudayaan islam pada masa sekarang yang tinjauannya diangkat dari
kondisi real dari kebudayaan islam ini sendiri. Pada pendahuluan pembahasannya,
dr. faisal mengangkat potret umat islam yang dikutibnya dari ceramah W.S.
rendra. Dalam ceramahnya tersebut, renra mengatakan bahwa umat islam zaman
sekarang sudah kehilangan kebesarannya, umat islam memang besar tapi
kebesarannya ini tidak kelihatan. Dikatakan pula bahwa umat islam sudah
kehilangan eksistensinya dalam peradaban sekarang, sejarah masa lalu yang
gemilang sudah kurang Nampak dan kontras berbeda dengan keadaan umat islam
sekarang, dan catatan terakhir yang dikatakan oleh rendra bahwa umat islam
sekarang menjadi umat yang tertutup, tidak mau menerima kritikan dan terkesan
menjadi ”sunyi dalam keramaian” karena kehilangan komunikasi dengan dunia luar.
Selanjutnya, faisal ismail mengkritik
tentang fanatisme mazhab yang menyebabkan banyaknya pertikaian didalam umat
islam sendiri. Ini mengakibatkan umat islam menjadi lemah dari dalam dan
dipergunakan oleh rezim yang melihat keadaan ini untuk menyerang umat islam
sehingga menyebabkan umat islam tidak bisa berkembang, dan tidak mampu menjawab
kebutuhan umat dan zamannya. Produk budaya dari umat islam belum terlihat
karena habisnya energy mereka mengatasi pertikaian yang sebenarnya tidak perlu.
Dalam bahasan selanjutnya, faisal
membahas tentang kebudayaan islam di Indonesia yang tidak ada sama sekali (nol
besar). Katanya, walaupun saat sekarang pertikaian antar mahzab sudah jarang
terjadi, namun keadaan umat islam dalam segi kebudayaannya sungguh tidak
terlalu mengembirakan. Bisa dikatakan, umat islam kurang respect terhadap
hal-hal yang berbau budaya. Sementara geliat budaya barat mulai mengobar dan
mulai merangsek masuk hingga kedalam kebudayaan umat islam. Jadilah generasi
muda islam, sebagai penerima budaya barat ini mulai hidup dengan ala baratnya
dengan alasan “modern” dan mereka cenderung nyaman dengan hal ini. Budaya asli
islam khususnya Indonesia yang ketimuran (menjunjung tinggi sopan santun) rusak
dan ternodai dengan masuknya budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan dan
hedonism. Seharusnya masalah ini bisa ditanggulangi jika para pendidik islam
bisa menyadarkan pandangan generasi muda akan budaya yang baik dan benar, dan
seharusnya lah umat islam sendiri dapat meng up-grade kebudayaanya yang sesuai
dengan keadaan zaman tanpa harus merusak nilai-nilai ke-islaman yang suci.
Aspek lain yang menyebabkan kebudayaan
islam menjadi kurang berkembang adalah adanya persepsi yang menyatakan bahwa
islam hanya mengatur kegiatan peribadatan saja, sehingga aspek-aspek lain
semisal budaya kurang diperhatikan umat islam. Islam, sebenarnya tidak sempit
(bukan peribadatan saja) tapi mencakup semua lini kehidupan, bukan hanya
membicarakan tentang masalah akhirat, tapi juga membicarakan kemashlahatan
kehidupan di dunia. Islam tidak membenarkan kehidupan yang berat sebelah,
semuanya harus seimbang. Perspektif pemikiran seperti inilah yang seharusnya
ditumbuhkan, untuk menumbuhkan ide-ide kreatif pembaruan untukmengganti lini
kehidupan islam yang kurang berkembang.
2. Strategi
kebudayaan dan pembaharuan pendidikan islam
A.R.
baswedan menyatakan bahwa pengembangan museumbudaya islam harus diiringi dan
ditunjang dengan gerakan kebudayaan.baswedan mengingatkan pada politisi dan
perkumpulan-perkumpulan islam tentang masalah penting ini, karena ihwal
kebudayaan adalah masalah yang sangat vital dalam pengembangan islam.
Selanjutnya baswedan mengatakan pula bahwa sudah saatnya ditampilkan
generasi-generasi muda islam guna ikut berperan aktif dalam menggerakkan
kebudayaan islam bagi pembangunan bangsa.
Senada
dengan himbauan baswedan, abul a’la al-maududi juga menyerukan kepada seluruh
dunia islam untuk menghidupkan kembali kebudayaan dan peradaban islam. Ini
semua tergantung umat islam sendiri, mampu atau tidak. Jika tidak mampu, sudah
dapat dipastikan kebudayaan islam akan terapung-apung diantara derasnya budaya
sekuler, tersendat-sendat diantara tata nilai budaya sekuler, sehingga nasibnya
memprihatinkan.
Akan
tetapi, jika umat islam mampu menghidupkan kembali dinamika kebudayaan dan
peradabannya, maka makna kebangkitan islam yang dicanangkan mulai abad 15 hijri
merupakan awal pertanda baik. Bahwa makna kebangkitan islam dalam suatu segi
harus diartikan dan ditopang dengan kebangkitan cultural umat islam. Dalam
kerangka pemikiran seperti ini, maka seruan baswedan dan al-maududi selayaknya
mendapatkan respon, dukungan dan partisipasi dalam mewujudkan amal-amal
cultural yang berarti dan berbobot.
Strategi
kebudayaan dalam suatu segi harus bermakna dan berintikan pembaharuan
pendidikan islam, karena pendidikan merupakan sub-sistem dalam satuan budaya.
Dari corak dan mutu pendidikan inilah dapat diamati kualitas intelektual dan
cultural umat islam di masa depan. Bertolak dari pemikiran semacam ini, menurut
faisal pembaharuan pendidikan islam merupakan suatu keharusan, guna membentuk
pilar-pilar kebudayaan masa depan yang kukuh dan kuat memopong bangunan islam
dan umatnya.
Kelemahan
dari pendidikan ini mungkin bisa dirasakan dari tingkat dasar sampai tingkat
tinggi. Yang menjadi sorotan antara lain sikap berpikir yang masih dangkal atau
semacam krisis intelektual yang mencengkram umat islam di Indonesia. Maka dari
itu perlu perubahan dan pembaharuan system pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan umat, mempertajam daya pikir, mengasah keterampilan intelektual, meningkatkan
keluhuran moral, sehingga pemikir-pemikir islam yang bermutu dapat banyak
dihasilkan. Mereka diharapkan mampu menggerakan dan mengamalkan amal-amal
kebudayaan sebagai misi suci sejarah ummat masa depan.
3. Kritik
atas pemikiran kebudayaan gazalba
Dalam
bulu paradigm kebudayaan islam inipun, faisal menyajikan kritiknya pada
pemikiran gazalba, seorang yang dikatakan cerdas sebagai seorang budayawan, dan
mampu menyajikan uraian tentang islam dan kebudayaan dengan bahasa yang lincah,
bersih dan segar. Dan yang menjadi pokok kritikan faisal adalah ide pokok yang
dianut secara fanatic oleh gazalba, yaitu “islam adalah agama dan kebudayaan”.
Dalam
kritikannya faisal mengungkapkan argument bahwa ide pokok yang dianut oleh
gazalba ini mengandung kesalahan yang fatal. Secara umum, Faisal mengkritik
tentang pandangan Gazalba yang menyatakan bahwa agama (Islam) dan kebudayaan (Islam)
berintegrasi dan membentuk dien. Menurut faisal, dien itu adalah agama itu sendiri, bukan hasil campuran dari
beberapa macam unsur, yang sumber utamanya berasal dari wahyu. Kebudayan merupakan
hasil dari dien itu sendiri, hasil dari berjalannya dien yang dianut dan
dipahami oleh umat. Dan ditekankan oleh faisal bahwa syariat agama yang
terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunah bukan merupakan sebuah hasil budaya
(kebudayaan).
B. Keberimanan
dan kebersenimanan
1. Agama
dan kesenian
Sastrawan-sejarawan
kontowijoyo, banyak menyoroti masalah-masalah di seputas dunia seni-budaya
Islam di Indonesia, yakni mengenai: subordinasi kesenian kepada agama dan
akibat-akibatnya, kemiskinan dan gejala-gejala macetnya kesenian islam, dan
beberapa rekomendasi untuk memperkembangkan kesenian islam.
a. Subornasi
kesenian kepada agama
Subornasi kesenian
kepada agama menimbulkan akibat-akibat yang menyangkut kedua symbol itu.
Terhadap kesenian akibat negatifnya adalah:
1) Terikatnya
bentuk dan isi kesenian kepada agama yang berpretensi abadi;
2) Timbul
ketegangan antara nilai-nilai agama termasuk hukum-hukumnya yang keras dengan
nilai-nilai kesenian yang longgar;
3) Penggunaan
kesenian untuk tujuan praktek agama akan membatasi ruang gerak kesenian;
4) Kebebasan
mencipta terganggu oleh ingatan tentang norma-norma.
Adapun
segi positifnya adalah adanya dasar yang kuat (norma agama) untuk
memperkembangkan kesenian karena betapa pun kesenian harus selalu mengandung
nilai-nilai.
Terhadap
agama, kesenian mempunyai pengaruh yang negative pula, diantaranya adalah:
1) Pernyataan-pernyataan
dalam kesenian sering mengacaukan ajaran-ajaran agama, misalnya kekacauan
semantic;
2) Hasil
kesenian kadang-kadang disucikan sebagai bentuk ibadah,
3) Akidah-akidah
agama sering ditaklukan oleh perkembangan kesenian.
Sedangkan
segi positifnya adalah nampaknya sosok kebesaran agama yang dapat mempengaruhi
kehidupan manusia.
Dari
diskusi ini diambil kesimpulan bahwa kesenian hendaknya harus dikaitkan dengan
agama untuk meminimalisir keliberalan dari seni. Tapi diperlukan managemen yang
mumpuni untuk dapat mengatasi segi-segi negative dari seni ini dengan
menggunakan agama sebagai alat proteksinya. Hal-hal yang akhirnya dapat
dipertimbangkan adalah: (1) adanya pemikiran kesenian di lingkungan keagamaan,
(2) ikut serta dalam perkembangan kesenian dan perkembangan kesenian dan
pemikiran dunia.
b. Macetnya
kesenian islam
Diantara yang mungkin
bisa menyebabkan macetnya kesenian islam ini adalah umat islam belum banyak
mempunyai kesematan yang begitu leluasa untuk mengembangkan keseniannya
berhubung baru lepas dari cengkraman penjajah (pada saat itu masih tahun 80an)
yang berabad-abad lamanya, yang telah mengeksploitasi pertikaian dan pertentangan
mazhab.
Sebab lainnya adalah umat
islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kesenian sebagai akibat
dari produk pandangan para ulama masa penjajahan yang menyataan bahwa
meniru-niru segala yang berbau adat istiadat kaum penjajah adalah haram. Namun,
visi seperti ini seharusnya diubah dan diluruskan bahwa seni budaya tidak dapat
dilepaskan dari ajaran agama, yang wajib dikembangkan sesuai dengan jiwa dan
nilai agama dan tanpa perlu melucuti prinsip-prinsip agama itu sendiri.
Tapi, terlepas dari
sebab diatas, tantangan terhadap kesenian islam ini dating dari gempuran
seni-budaya berat yang sekuler, bukan dari ajarannya tentang ketuhanan.
Alternative yang mungkin diambil adalah umat islam harus mampu bersikap
“kreatif” untuk menumbuhkan dan menggerakan seni-budaya islam yang modern, yang
dapat memenuhi “standar” kualitas objektif dan tetap berjiwa islam.
c. Rekomendasi
untuk mengembangkan kesenian islam
Kuntowijoyo
mengungkapkan beberapa rekomendasi, antara lain:
1) Subornasi
kesenian kepada agama harus diartikan sebagai tanggungjawab pribadi seniman
kepada Allah
2) Kualitas
primer kesenian sebagai pernyataan pribadi harus mendapat tempat diatas
kualitas-kualitas sekunder lain
3) Otonomi
yang luas sehingga kehidupan kesenian mempunyai cara berkembang sendiri
4) Kesenian
diartikan sebagai kesenian individual bukan kesenian kolektif
5) Aspek
kreatif dari agama lebih dipentingkan dari pada aspek normatifnya
6) Kesenian
islam harus bernilai universal bukan semata-mata kesenian suatu kelompok
tertentu. Islam adalah rahmatan lil-‘alamiin;
7) Dalam
masyarakat, terbuka kemungkinan terjadinya hubungan dan saling mempengaruhi,
dan itu harus diterima sebagai hal yang wajar. Islam menuju masyarakat terbuka,
bukan tertutup
8) Pendalaman
ajaran-ajaran islam oleh seniman-seniman melalui pertemuan dan tukar pikiran
dengan para ulama.
2. Posisi
kesenian islam kontemporer
Gejala-gejala
“kemacetan” seperti yang dikatakn diatas sepertinya mulai tampak dalam
kehidupan cultural umat islam sejak lama. Umat islam sangat bangga dengan mayoritas
jumlah pengikutnya adalah terlalu miskin dalam bidang seni budayanya, suatu
ketimpangan dan kepincangan yang sangat serius, karena umat islam tidak hadir
secara kreatif dalam kehidupan cultural.
Keadaan
ini diperparah dengan serangan sini-budaya barat yang menjunjung tinggi
kebebasan dan terlihat sangat menggiurkan, tanpa norma dan hanya mementingkan
yang mereka sebut keindahan, dengan semboyan art for art (seni untuk seni).
Payahnya, serangan ini langsung mengena pada jantung umat islam, yaitu kaum
muda islam. Sudah sangat terihat sekarang, mereka Cuma numpang label islam di
KTP (kartu tanda penduduk)nya, dengan kelakuan dan sikap yang kebarat-beratan.
Mereka nyaman dengan seni yang disuguhkan oleh barat, semisal free seks, free
live, blue film, lagu-lagu erotis, mode yang aduhai, goyangan yang sensual,
baju yang dikatakan menutup juga tidak (tank top), k-pop, harazuku style, gila
korea (ketiga terakhir walaupun bukan produk barat, tapi kehadirannya demikian
memilukan umat islam), yang kesemuanya sangat jauh dari norma, nilai
lebih-lebih prinsip dasar ajaarn islam.
Faisal,
mendiagnosis gejala seperti diatas dan mendapatkan dua kemungkinan. Pertama,
kesenian umat islam berjalan dan hidup secara tradisional, itu-itu saja, mandeg
sehingga kurang menarik perhatian dan minat kaum muda. Kedua, seni-budaya umat
islam kurang kreatif dan inovatif serta kurang variatif. Ketinggalan dalam
bobot dan kualitas. Dan kemungkinan itulah yang menjadi penyebab utama mengapa
sebagian generasi muda islam lebih menyenangi seni-budaya baraat dan kurang
menyenagi seni budaya islam.
Maka
sebagai terapi terhadap gejala inisudah waktunya bagi umat islam terutama
budayawan dan senimannya untuk menciptakan kreasi, inovasi dan varian baru seni
budaya islam modern yang memenuhi standar kualitas estetika.
Jika
diperhatikan dewasa sekarang, geliat kesenian islam mulai terasa. Ini
dibuktikan dengan banyak bermunculan penyanyi-penyanyi baik solo mapun grup
yang membawakan lagu dan menciptakan lagu yang bernapaskan islam, walaupun
kebanyakan hanya memanfaatkan keadaan untuk meraih keuntungan. Busana “islami”
pun sudah mulai memperlihatkan “gigi”nya dengan menampilkan jenis dan mode yang
bagus dan indah, tapi tetap menjunjung tertutupnya aurat. Jilbab yang dulunya
pernah dikatakan sebagai suatu yang kuno, sekarang sudah mulai banyak yang
“memakai”nya kembali, tentunya dengan varian yang beraneka jenis, dengan paduan
warna yang menarik serta tidak menampakkan sifat “kuno”nya. Masih banyak lagi
kesenian islam yang pada zaman sekarang sudah mulai dikembangkan dengan
berbagai macam inovasi dari penciptanya serta mulai menarik perhatian dari kaum
muda, yang mungkin bisa mengimbangi budaya barat yang “mengotori” kesucian
seni-budaya asli bangsa yang luhur.
Banyak
dari para pelaku seni (seniman), sering merasa agama menjadi penghalang mereka
untuk berekspresi, dan cenderung merasa terkekang dengan ajaran agama yang
dianutnya sehingga sering terjadi dimana seniman memberontak dari ajaran
agamanya untuk mengekspresikan kebebasannya.
Keadaan
seperti ini merupakan keadaan dimana seorang seniman berlaku “sok” dan
gagah-gagahan, karena pada kenyataan perjalanannya agama (khususnya islam)
bukanlah merupakan kekangan dan penjara bagi ekspresi seni. Agama bahkan
menjunjung tinggi nilai kesenian dan keindahan. Hasil seni yang menganggap
agama sebagai kengkangan kebebasan pasti akan menimbulkan suatu hasil yang
indah tapi tidak bermakna dan “kotor”, bahkan bisa dikatakan tidak memiliki
faedah apa-apa.
Kabebasan
dalam berekspresi dalam hal seni sebenarnya sangat dianjurkan, tapi kita pun
harus mengerti bahwa kebebasan punya batas. Kebebasan yang mentramkan, bukan
kebebasan yang sbebas-bebasnya yang akhirnya akan menimbbulkan sebuah
ketidakmanfaatan. Bukan kebebasan yang tak terbatas, tapi kebebasan dalam
aturan-aturan, dalam norma-norma dan dalam ajaran agama (kebebasan yang tidak
melanggar hal tersebut). Karena semuanya harus berada dalam koridor yang
teratur, bukan seenaknya sendiri, karena kita hidup bermasyarakat, bukan hidup
sendiri.
Senjata
paling ampuh yang sangat dibangga-banggakan oleh para seniman adalah apa yang
disebut “imajinasi”, kebebasan berimajinasi dalam mencipta, itulah yang mereka
inginkan. Tapi, perlu diingat dalam berimajinasi, kadang kita bias salah kadang
pula bias benar. Apalagi jika menyangkut dan menyinggung agama dan akidah.
Kebebasan berimajinasi semisal dengan menggambar wajah nabi Muhammad jelas akan
menyinggung ummat islam, baik yang awam maupun yang khawas, karena hal ini
merupakan hal yang “menghina” bagi mereka.
Kebebasan berimajinasi memang dibolehkan bahkan diharuskan, tapi kita
pun harus menghargai keyakinan, kepercayaan dan akidah orang sebab ia hidup didalam
masyarakat yang mempunyai taraf-latar belakang kepribadian, adat istiadat,
kebudayaan, kepercayaan dan akidah yang menjadi anutannya.
Islam
secara jelas melarang pengvisualan Allah, malaikat,nabi dan rasulnya. Allah
terlalu agung untuk divisualisasikan, terlalu “maha” untuk diimajinasikan sebab
akal manusia tidak akan mampu menjangkaunya. Nabi dan rasulpun dilarang untuk
dividualisasikan baik dalam bentuk gambar maupun patung karena merupakan
penyimpangan dari akidah. Inipun karena akan dikhawatirkan gambar, ataupun
patung dari para nabi dan rasul akan menjadikan orang berkelakuan yang
bertentangan dengan akidah seperti pemujaan terhadap gambarnya, pengkramatan
ataupun kultus yang memang tidak dibenarkan dan dilarang oleh islam.
Dikhawatirkan apa yang terjadi pada zaman jahiliah terulang (pengimajinasian
tuhan oleh orang jahiliah menjadikan mereka memvisualisasikannya ke bentuk
berhala dan mereka sembah sendiri). Walaupun tujuannya untuk dijadikan
perantara pada yang maha esa, ini tidak dibenarkan karena setiap orang bias
langsung dapat mengabdi dan menyembah dimanapun dan kapanpun.
Tuhan
sebenarnya bukan penafsiran kita dalam pikiran kita, bukan apa yang ada dalam
imajinasi kita, dimana kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadanya.
Sebenarnya tuhan yang seperti dalam pikiran kita itu adalah tuhan yang tidak
objektif. Tuhan yang sebenarnya adalah tuhan yang kita yakini dengan sepenuh
hati mempunyai kuasa atas diri kita, mempunyai kuasa atas apa yang Dia
ciptakan, mengatur, menata dan memberikan kasih kepada mereka semua. Tuhan yang
kita yakini itu akan memberikan pengaruh dalam hidup kita untuk berubah dan
bergerak untuk menjadi lebih baik, bukan hanya sekedar imajinasi kita.
C. Islam,
moralitas dan modernitas
1. Islam
dan gemerlap dunia mode
Dunia mode adalah dunia
yang penuh pesona, dunia mode adalah dunia yang penuh dengan kegemerlapan.
Uangkapan yang memang sangat pas untuk mode. Faisal menyebutkan banyak hal yang
berkaitan dengan dunia mode ini mulai dari bentuk pakaian pria dan wanita yang
berkembang dari zaman-kezaman, tentang mode yang menjadi penyakit mental
epidemic (dimana orang hanya mengikuti mode tanpa mempertimbangkan baik
buruknya), merangseknya mode hingga kepelosok desa, fashion show, kontes
kecantikan, yang munkin terlewatkan adalah bentuk rambut dan make-up.
Islam sendiri
sebenarnya tidak membatasi pengembangan mode ini, asal sesuai dengan ajaran
yang ada dalam islam. Semisal tentang pakaian wanita, tidak ada masalah mau
mendesain pakaian yang seperti apa modelnya, bentuknya asalkan menutup aurat
dan tidak menonjolkan aurat wanita. Disini hanya perlu kreativitas kita. Tidak
pula kita harus ikut-ikutan dengan memakai pakaian model arab atau turki, jika
kita bias menciptakan model pakaian khas Indonesia yang islami (tidak
menampakkan aurat) jelas ini lebih bagus dan kreatif. Begitupan dalam lini mode
lainnya.
Di dunia barat, ada
yang disebut sebagai flower children, anak muda yang hidup seenaknya dengan
“gaya” mereka sendiri. Anak muda ini merindukan dunia yang damai dimana setiap
manusia adalah pelindung sekaligus saudara. Mereka cenderung merasa “tidak
aman” dengan kaum tua mereka yang menurut mereka telah berbuat banyak dosa dan
kerugian bagi mereka.
Mereka bukanlah anak
yang bodoh, tapi malah adalah orang yang jenius. Siapa yang bias menyanggah
kalau otak kaum muda barat itu cerdas. Mereka betul-betul disiapkan untuk
menjadi orang yang berilmu dan diciptakan untuk tujuan kemakmuran bangsanya.
Tapi, disampin itu semua, ternyata jiwa mereka kosong, yang terisi hanya
intelegensianya saja tapi jiwanya nol besar. Itulah yang menyebabkan mereka
banyak berbuat sesukanya, melanggar moral dan lain sebagainya. Lalu, siapa yang
harus disalahkan? Mereka sendiri atau orang tuanya yang tidak mengerti akan
perkembangan jiwa mereka, yang hanya mementingkan kecerdasan otak mereka.
Dan banyak dari flower
children ini bergerak untuk mengisi jiwa mereka yang kosong. Salah satu caranya
adalah mencari ketenangan jiwa dari ritus agama, mereka sebenarnya bukan orang
yang tak paham akan artinya keindahan agama, tapi mereka memang tidak diarahkan
kesitu. Mereka terlihat tenang ketika melakukan meditasi dengan memejamkan mata
dalam ramang senja. Suatu saat nanti, mereka pasti akan lebih sadar tentang
pengisian jiwa mereka ini dengan mencari dan kembali dalam damainya agama,
karena kapitaisme dan liberalism sudah tidak mampu menjawab mereka. Maka salah
satu tugas islam, sebagai agama yang ajarannya paling lengkap dan menentramkan,
untuk dating pada mereka, untuk mencerahkan mereka, manusia sesame ciptaan
Allah.
Didunia barat, seperti
yang sudah kita tahu, sudah ada sebuah system moral baru yang disebut sebagai
“moralitas baru”, yang dimana system moral ini tidak mempunyai larangan dan
aturan apapun. Semuanya “semaunya sendiri” terlepas dari aturan agama,
norma-norma yang umum berlaku. Seks bebas, kehidupan malam, penyelewengan
seksual, pornografi, kekerasan, drugs, itulah wacana mereka sehari-hari.
Payahnya wabah moral baru ini sudah melintas dengan semaunya di Negara kita,
yang kita terima begitu saja, semisal kehidupan malam, drugs, seks bebas,
kekerasan seksual, itulah wacana yang masih hangat menyebar sekarang.
Berbeda dengan itu,
moralitas islam yang sudah kita tahu merupakan sesuatu yang sangat indah dengan
adanya aturan-aturan tentang hubungan antara lawan jenis, baik-buruk,
halal-haram, merupaka sesuatu yang ideal dan merupakan sebuah moral dan
perilaku yang sangat ideal dengan aturan yang memang baik dan diperuntukan
untuk itu, bukan untuk mengekang atau memaksa, tapi untuk terciptanya
keteraturan. Sekiranya semua ummat manusia menerima system moral islam dan
mempergunakannya dalam segala aspek kehidupan manusia, sudah bias dipastikan
keteraturan akan tercipta, dan aksus-kasus seperti seks bebas, pembunuhan dan
yang lainnya pasti akan terminimalisir dari muka bumi ini.
Dalam kaitannya dengan
modernisasi, islam mengambil tiga kesimpulan yatiu: (1) modernisasi bebeda
dengan westernisasi, islam tidak menolak modernisasi karena itu memang sebuah
keharusan dalam perubahan zaman. Tapi, islam menolak westernisasi karena
pandangan dan cara hidupnya hanya berorientasi pada duniawi. (2) ummat islam
tetap bias menjadi masyarakat modern dengan tetap memegang dan ajaran islam
karena manusia modern bukan yang bercorak hidup kebarat-baratan tapi manusia
yang sadar akan perubahan zaman. (3)islam dapat menggunakan unsur-unsur
kebudayaan barat, tapi, tentunya yang bernilai positif dan barmanfaat bagi umat
semisal ilmu pengetahuan dan tekhnologinnya.
D. Islam
dan kebudayaan global
Kebudayaan islam
memulai kejayaannya semenjak masa madinah yang dipimpin oleh rasulullah SAW.
Sendiri dan ujungnya sampai pada masa dinasti-dinasti kecil kerajaan islam.
Banyak sekali kebudayaan islam yang diciptakan mulai dari arsitektur (masjid,
gedung kerajaan, dan yang lainnya), pola pemerintahan, pola pengaturan rakyat
dan daerah kekuasaan, pola tata kota yang indah, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, ilmu politik, kesusastraan dan syair (sajak-sajak islam), pola
belajar, dan lain sebagainya yang menjadikan kebudayaan islam pada masa itu
sebagai kiblatnya kebudayaan dunia. Dan kesemuanya yang telah disebutkan itu
telah memberi pengaruh yang besar terhadap berkembangnya kebudayaan dunia, dan
dari kebudayaan yang dibagun Islam inilah, barat yang pada saat itu masih dalam
keadaan terpuruk bias bangkit, dan memulai cikal-bakal reinesancenya (yaitu
masa awal kebangkitan barat).
Mempelajari dan
merenungi kembali masa-masa ke-emasan islam ini bukanlah hanya untuk dijadikan
romantisme sejarah atau bahkan untuk menghibur diri dalam keadaan kebudayaan
islam sekarang, tapi harus bias dijasikan pelajaran dan pembangunan kembali
kepercaayaan diri bahwa kebudayaan islam bias kembali lagi seperti dulu, dengan
mempelajari dan merekonstruksi apa yang pernah dilakukan para pengatur kebudayaan
islam pada zaman keemasannya, dan bias kita terapkan hasil rekonstruksi nilai
tersebut, agar kebudayaan islam zaman
sekarang tidak “terpuruk” terus.
Dalam situasi
kebudayaan barat sekarang yang sedang
mengalami proses “penghancuran diri sendiri”, sebenarnya terbuka kesempatan
yang sangat baik bagi islam dalam mewarnai caorak dan sosok kebudayaan baru
yang akan mengganti kebudayaan barat nanti. Umat islam tidak boleh berdiri
pasif diluar arena proses perubahan dan pergantian ini. Sebalinya umat islam harus
mampu bersikap aktif-kreatif dalam pergulatan dan pergumulan kultural ini.
Kebangkitan kembali
kebudayaan islam sebenarnya sudah harus dimulai dan dilakukan umat islam zaman
sekarang, dan kegiatan-kegiatan yang sudah menandakan hal itu sudah mulai kelihatan.
Proses kebangkitan kebudayaan islam pada saat sekarang memang sudah terasa.
Mode “islami” sudah mulai berkembang dan sudah tidak jadul, lembaga pendidikan
islam sudah banyak yang berdiri dengan keadaan yang luar biasa, dunia bisnis
islam yang mulai berkembang, mulai hilangnya paham zumud dan berkembangnya
rasionalitas untuk menghadapi tantangan zaman dan lain sebagainya.
Sebenarnya, kebangkitan
islam dan kebudayaannya tergantung kepada umat islam sendiri, tergantung pada
amal-amal kultural yang dilakukannya. Tanpa amal-amal kultural, kebangkitan
kebudayaan islam akan hanya merupakan harapan dan pengandaian, walaupun ada
kesempatan yang bagus untuk itu.
Toynbee (ananda,
1977:51) mengatakan: sekarang ini pengharapan kita untuk menolong peradaban
dunia hanya tinggal pada islam yang masih sehat, kuat, belum telumuri
kebenarannya dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip yang dibawanya sebagai modal untuk menolong seluruh dunia
kemanusiaan.
Pertanyaan penyusun tulisan
ini, “MAMPUKAH KITA SEBAGAI UMAT MUDA
ISLAM MEWUJUDKAN HAL INI UNTUK KEBANGKITAN MASA KITA NANTI”?
Wallahu’alam..
10 komentar:
hasil resensi sahabat alfian dari buku yang berjudul paradigma kebudayaan islam karya faisal ismail ini memang sangat mengkritisi kebudayaan umat islam pada umumnya dan bangsa indonesia pada khususnya. disini saya lihat bahwa kebudayaan yang ada di indonesia saat ini sangat memperihatinkan karena tidak punya jati diri dan kebanyakan berkiblat kepada barat karena pengaruh globalisasi. umat islam hanya KTP nya saja tetapi tidak mencerminkan budaya islam yang santun, menghormati oranglain, tepo seliro serta ssemakin pudarnya kearifan lokal, mereka semua lebih memetingkan diri sendiri dan kepentingan golongan. maka setelah membaca resensi ini kita tergugah dari kenyaman yang ada saat ini dan cobalah menilik sejarah dimana nabi pernah memimpin dunia islam yang beradab serta berbudaya tinggi menjunjung nilai-nilai kemanusian
by khanifudin
Memang benar ungkapan faisal ismail, bahwa saat ini produk budaya dari umat islam belum terlihat, karena disibukan dengan pertikaian antara sesama muslim yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
sebagai generasi muda muslim, mari kita perlihatkan bahwa islam memiliki produk budaya sendiri.
Yuyus Juliana 09410075
kreativitas dari kita kaum muda diperlukan dalam pengembangan seni islam ini. yang muda yang bisa,,,,
muhammad alfian (09410080) :)
muncul sebuah renungan...
terkadang kita malu akan menampakkan jati diri kita bhwa diri kita adalah Islam...(semisal contoh, ditanya kul dimana?jawab UIN, agak ragu. dan bahkan kita lebih bangga dengan budaya bangsa lain yang katanya lebih maju, sperti mengungkapkan teori2 barat dengan bangganya. padahal klo dikaji secara historis, teori tersebut pernah diungkap oleh ilmuan Muslim dahulu.
misalkan ada pertanyaan, mana yang lebih anda sukai, music barat atau nasyid dkk, atau mungkin dangdutan)? hahahahaha
jati diri lah yang terpenting.
"mengetahui diri sendiri lebih sulit daripada mengetahui orang lain".
g sah dipikir mumet2 yo..haha
almas j akbar [09410190]
Negara Indonesia adalah negara kultural, yang artinya ditempati atau diduduki oleh masyarakat(rakyat) yang memiliki bermacam-macam kebudayaan. Patut disyukuri, karena walaupun Indonesia di huni oleh beranekaragam budaya, Indonesia masih tetap bisa bertahan sebagai negara yang utuh. Itu semua di karenakan adanya falsafah Indonesia yang disebut Pancasila.
kita sebagai generasi penerus, mari kita kembangkan kesenian yang kita miliki, khususnya seni yang bernuansa islam.
Ida Ardila (09410137)
setuju,,, hahahah,,, semangant untuk meningkatkan seni budaya islam,,,
muhammad alfian (09410080) :)
seharusnya umat islam zaman sekarang jangan sampai kehilangan kebesarannya, umat islam islam sudah dipandang besar dan itu harus selalu dipelihara.umat islam jangan kehilangan eksistensinya dalam peradaban sekarang, sejarah masa lalu yang gemilang harus dibangkitkan kembali dan jangan tertutup oleh dunia luar.
Muh. Alfi Fajerin (09410102)
amien,,,,, semuanya tergantung kita,,,
muhammad Alfian (09410080) :)
setuju... bukunya emang bagus...
Posting Komentar